MOJOK.CO – Beberapa mahasiswa yang sempat demo penurunan UKT diskors sampai diberhentikan sepihak. Ini yang nggak waras siapa sih?!
Pandemi menyebabkan banyak mahasiswa terpaksa belajar online hingga hari ini. Mereka yang harus berususan dengan tugas akhir dan wisuda pun harus mau dicap sebagai “sarjana corona” perkara tidak terselenggaranya kelas dan pertemuan dengan dosen.
Beberapa mahasiwa demo UKT, menuntut penurunan biaya Uang Kuliah Tunggal dengan berbagai alasan, salah satunya karena fasilitas kampus tidak bisa mereka gunakan untuk belajar. Beberapa mahasiswa Unas (Universitas Nasional) sempat berdemonstrasi menuntut keringanan UKT pada 12/6 lalu.
Mereka menggelar aksi hingga 3 hari berturut-turut untuk menyampaikan lima tuntutan yaitu potongan UKT sebesar 50-65%, jaminan hak demokratis mahasiswa yang menuntut kompensasi di masa pandemi, mahasiswa diikutsertakan dalam pembentukan kebijakan kampus, menjamin upah penuh dosen dan pekerja di masa pademi, serta membuka transparansi statuta secara publik.
Akibat aksi ini pihak Unas melaporkan 20 mahasiswa ke polisi denga tuduhan anarkisme dan pencemaran nama baik karena menyebarkan tagar berkaitan dengan demonstrasi melalui media sosial. Satu minggu setelahnya, 7 mahasiswa dijatuhi sanksi akademik, di antaranya 2 mahasiswa dipecat sepihak, 1 mahasiswa diskors 6 bulan, dan 4 mahasiswa diberi peringan keras.
Pagi ini kami menerima kabar bahwa 7 mahasiswa Universitas Nasional dijatuhi sanksi akademik. 2 mahasiswa dipecat sepihak; Deodatus dan Krisna. 1 mahasiswa, Alan, diskorsing 6 bulan; 4 mahasiswa diberi peringatan keras; Thariza, Octavianti, Immanuelsa, dan Zaman. pic.twitter.com/0qnGqcWX7t
— Lokataru Foundation (@lokataru_id) July 9, 2020
Demonstrasi yang berujung sanksi dari universitas memang skenario lama yang bahkan sudah terjadi sejak zaman reformasi. Mahasiswa yang diberi sanksi seperti skors hingga diberhentikan sepihak dituduh tidak manaati aturan kampus dan mengganggu ketertiban.
Mahasiswa demo UKT di Unas misalnya, selain dianggap anarkis juga dituduh mencemarkan nama baik. Menurut beberapa rilis media terkait tanggapan rektor Unas, mahasiswa yang berdemonstrasi telah melanggar surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani oleh mahasiswa ketika baru masuk. Di dalam surat pernyataan tersebut, menurut pihak universitas, berisi persetujuan untuk mematuhi aturan, menjaga nama baik dan tidak melanggar hal-hal yang dilarang.
Ashiaaaap.
Coba kita mundur sedikit. Pada tahun 2000, 6 mahasiswa UI diberi sanksi skors dan peringatan tertulis setelah dianggap melakukan gangguan tata tertib pada HUT emas ke-50 UI pada 2 Februari tahun 2000. Mahasiswa tersebut kemudian menempuh jalur hukum untuk menggungat SK Rektor yang memberikan hukuman pada mereka.
Betahun-tahun setelahnya pada 2009, MA akhirnya memutus Rektor UI harus memulihkan hak dan kewajiban para penggugat meski secara teknis sulit dilakukan.
Mahasiswa yang demo UKT dan mendapat sanksi, adalah sebagian kecil dari wajah demokrasi yang dibungkam rapat-rapat di bawah payung ‘nama baik kampus’.
Unaja (Universitas Adiwangsa Jambi) juga telah memberikan skors pada 7 mahasiwa yang melakukan demo pada 2019 silam. Mereka diskors selama 1 tahun karena tidak melakukan izin kepada kampus saat melakukan demo di luar kampus. Hadeeeh, speechless saya.
Pihak universitas seharusnya menyadari bahwa mahasiswa yang kritis adalah aset ketimbang mereka yang diam-diam melawan hukum. Universitas bukan tempat praktik otoriter di mana siapa pun tidak boleh melakukan kritik terhadap apa pun.
Mahasiswa demo penurunan UKT sebenarnya memiliki tuntutan yang masih masuk akal. Apa yang perlu dibayarkan bila perpustakaan, kelas, dan fasilitas pendidikan tidak bisa digunakan? Belum lagi keadaan yang serba sulit telah membuat penghasilan beberapa wali mahasiswa surut. Ketika memperjuangkan hak justru berujung perampasan hak, perlu dipertanyakan siapa yang waras di sini.
Tidak masuk akal ketika mahasiswa demo penurunan UKT justru dipaksa meminta maaf karena telah mencemari nama baik kampus atas tindakannya di media sosial. Membuat petisi online untuk tuntutan pun tidak boleh. Lalu kita berharap kampus semacam ini mencetak generasi macam apa? Generasi yang nurut sama siapa pun walau diajak bisnis MLM nggak jelas? Konyol juga.
Sy bingung,ada mhs yg mengajukan petisi pengurangan biaya kuliah karena dampak dari pandemi covid-19 malah di suruh minta maaf,dgn bangganya prnyataan maaf atas petisi yg di buat di sbarluaskan ke publik, mlh mempertontonkan kampus yg jd tempat olah logika malah mematikan logika pic.twitter.com/nGsgmdIDte
— Sang Pemimpi (@adiromariardi) June 29, 2020
BACA JUGA Ideologi Didi Kempot di Demo Mahasiswa: Bersedih, Tertawa, dan Melawan Bersama atau artikel lainnya di POJOKAN.