MOJOK.CO – Bagaimana rasanya kalau bapakmu adalah jagoan main judi togel? Tidak cuma jago togel, tapi juga jago kelola uang halal-haram keluargamu? Pusing nggak tuh?
Sudah jelas dikatakan dalam ajaran agama kalau berjudi itu haram. Jangankan agama, kata Bang Haji Rhoma Irama saja, judi menjanjikan kemenangan dan kekayaan—tapi boong.
Sebelum saya bercerita lebih jauh, saya tegaskan bahwa tidak akan ada standar ganda dalam artikel ini. Tidak akan ada pernyataan semacam berjudi boleh jika bla-bla-bla. Jadi untuk kalian yang berharap akan menemukan pernyataan seperti itu untuk menambah alasan pembenaran perjudian kalian, saya sarankan lebih baik berhenti membaca sampai di sini.
Oke langsung saja, jadi singkat cerita, daerah tempat saya berasal adalah daerah dengan budaya masyarakat yang buruk. Mulai dari banyaknya anak SMK yang doyan ciu sampai maraknya judi togel atau toto gelap.
Bagi saya, togel adalah hal yang membuat kehidupan sehari-hari orang-orang di daerah saya jadi lucu dan berwarna. Sebutlah untuk mencari tahu berapa angka togel yang akan keluar, dilakukan cara-cara aneh bin tak masuk akal tapi barangkali sering juga terjadi di berbagai daerah lainnya. Salah satunya yang paling populer adalah bertanya kepada orang gila.
Waduh, senang betul mereka para pemain profesional judi togel itu kalau ada orang gila lewat. Entah siapa pencetus metode konyol ini. Padahal setahu saya metode ini sering gagal, tapi tetap saja dilakukan. Malah karena sudah dilakukan berulang-ulang, kalau saya nekat mau bertanya apa faedahnya tanya ke orang gila, bisa-bisa saya malah dianggap sama gilanya. Mending kalau cuma dianggap gila, kalau ditanya keluarnya apa, lantas saya mau jawab apa?
Selain bertanya ke orang gila, ada lagi cara yang sama anehnya di daerah saya. Yakni memerhatikan angka dari plat nomor kendaraan yang baru kecelakaan. Dipercaya angka ini merupakan petunjuk nomor apa yang keluar untuk togel. Ealah, orang lagi kena musibah bukannya ditolongin malah dicatat plat nomornya. Ini ajarannya siapa sih?
Selain dua cara absurd di atas, ada cara lain dan lebih ampuh karena menggunakan jasa profesional, yakni dukun. Sepintas ini adalah langkah paling masuk akal ketimbang dua metode sampah tadi, tapi kalau dipikir-pikir kembali, cara ini malah jadi guobloknya nggak ketulungan.
Nih ya, pikir logis saja, kalau saya adalah dukun dan saya bisa menebak angka togel berapa yang akan keluar, ya ngapain susah-susah mempertahankan profesi dukun yang nggak ada jenjang kariernya ini?
Ya mending beli togel saja wong sama-sama haramnya kok. Lebih cepat kaya pula. Jelas duitnya. Nggak nunggu orang datang mengadu baru dapat bayaran.
Nah bicara soal haram-mengharamkan, ada hal yang menurut saya menarik tentang kebiasaan bapak-bapak di daerah saya. Walaupun tidak semuanya, tapi banyak yang melakukan pemisahan uang halal dan haram. Jadi uang yang dari hasil bekerja dengan uang yang didapat dari kemenangan judi togel selalu dipisah.
Contoh terdekat adalah bapak saya sendiri. Bapak adalah pemegang prinsip memisahkan uang nafkah dan uang hasil judi garis keras. Sebuah ilmu manajemen keuangan yang saya tidak yakin pernah diajarkan di kampus mana pun.
Tidak seperti teman-temannya, bapak saya ini jago sekali kalau bermain judi togel. Dalam seminggu, minimal satu kali tembus walaupun tidak pernah empat angka. Saya sendiri tidak hitung berapa jumlah pasti uang yang didapat bapak saya, karena menangnya masih serabutan gitu.
Akan tetapi secara intensitas kemenangannya, saya akhirnya bisa punya asumsi berapa pendapatan bapak saya dengan rumus pendapatan dari togel yaitu jumlah taruhan kali kelipatan. Jadi, anggaplah bapak saya pasang 10 ribu dan tembus 2 angka. Nilai kelipatan untuk togel 2 angka adalah 70. Maka uang yang Bapak dapat adalah:
10.000 X 70 = Rp700.000,-
Jika dalam seminggu Bapak dapat Rp700.000,- dari togel, maka dalam sebulan, Bapak bisa dapat Rp2.800.000,-. Wah gila sih, tapi itu hanya asumsi kasar saya. Perlu dilakukan wawancara mendalam tentang ini. Dan tentu bukan saya yang wawancara, tapi biar TV One saja biar bisa tanya bagaimana perasaan Bapak kalau menang.
Suatu hari saya pernah bertanya kenapa Bapak masih bermain togel padahal tahu betul jika itu haram. Dengan santainya beliau menjawab hanya untuk hiburan. Uang yang didapat pun tidak untuk dinafkahkan pada keluarga.
Jadi uang belanja Ibu, uang sekolah Adik, uang kuliah saya, sampai uang yang saya gunakan untuk membeli paket internet guna membaca artikel-artikel di mojok (tentu saja ini kalimat penjilat biar tulisan ini dimuat), adalah uang halal.
Dengan hati-hati Bapak memisah uang hasil bengkel dan toko yang notabene uang halal lalu dibedakan dengan uang hasil togel. Uang togel digunakan untuk bermain lagi, sisanya entah habis dipakai buat apa. Namanya juga uang panas.
Hanya saja, yang perlu dicatat, Bapak pasti menyisakan uang untuk main lagi. Dengan begitu, uang hasil kerja halal tidak terpakai untuk judi, apalagi sampai habis. Efek judi seperti yang diceritakan Bang Haji Rhoma Irama pun dapat dikurangi. Ingat ya, dikurangi bukan dihilangkan.
Jika ada orang yang menganggap bahwa togel adalah upaya mendapat penghasilan utama, ya salah besar. Judi seperti ini dianggap cuma jadi hiburan biasa saja di daerah saya. Bahkan untuk beberapa kasus togel justru bisa menyatukan masyarakat.
Lah kok bisa?
Jadi begini. Setiap hari sehabis kerja mereka mengatur strategi perumusan dan berbagi informasi bersama mengenai nomor togel bersama di warung kopi, mengumpat akrab satu sama lain saat nomor yang mereka beli terbalik, dan sesekali berdiskusi masalah bandar yang tertangkap polisi.
Semua dilakukan dengan penuh keakraban dan tidak ada gontok-gontokan kayak diskusi cebong dengan kampret. Bahkan ketika bapak saya menang dan teman-temannya kalah, tidak ada tuh yang iri terus nyantet bapak saya biar gantian kalah. Ya ketawa-ketawa saja semua menertawakan kebodohan masing-masing.
Walau begitu, bukan berarti saya bisa memaklumi togel di daerah saya. Saya berharap segala bentuk perjudian di sini dapat segera hilang. Meski saya tahu, saya tak punya kekuatan apa-apa untuk melawannya.
Tentang Bapak, bagaimana pun dan dengan segala kekurangannya, bagi saya Bapak adalah pemimpin keluarga yang baik. Di luar judi togelnya, bapak saya adalah sosok yang bertanggung jawab. Paling tidak semua anak dan istrinya benar-benar bisa dipenuhi segala kebutuhannya. Bahkan Bapak juga terbuka kalau uang yang dimakan keluarganya bukan dari hasil kemenangan togelnya.
Meski begitu, jauh di lubuh hati terdalam saya, saya tetap menanti Bapak berhenti main togel—meski alasannya cuma buat hiburan saja. Mungkin jika tidak pernah menang lagi dan uang haramnya habis, suatu saat beliau akan mau berhenti bermain.
Meski saya juga tahu, bahwa siklus perjudian itu sederhana dan berbahaya: Kalau menang nagih, kalau kalah penasaran.