Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kemiskinan Bukanlah Alasan Untuk Membenarkan Pembajakan Buku

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
16 September 2019
A A
buku bekas
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Yang paling menyebalkan dari usaha untuk melawan pembajakan buku adalah kita dipaksa untuk berhadapan dengan narasi kemiskinan.

Masih banyak (dan mungkin akan terus banyak) orang-orang yang menganggap pembajakan sebagai hal yang sah sebab itu adalah salah satu jalan untuk bertahan hidup, mencari makan, mencari penghidupan. Dengan demikian, melawan pembajakan adalah menutup jalan rezeki. Para pegiat anti pembajakan menjadi tampak seperti orang bengis, orang jahat yang menutup rezeki orang.

Para pembajak seolah menjadi pihak yang lemah, yang tertindas, yang paling menderita. Sedangkan yang melawannya adalah barisan para tiran.

Narasi tersebut tentu saja sungguh-sungguh jahat, selain tentu saja memuakkan.

“Kalau pembajakan tidak diperbolehkan, lantas bagaimana rakyat miskin bisa pintar? Sedangkan buku mahal harganya. Hanya orang kaya yang kuat beli buku. Rakyat miskin dilarang pintar.”

Sebagai salah satu orang yang kebetulan bergiat dalam dunia perbukuan (penulis, penjual buku, dan sesekali jadi tukang nglayout), sungguh saya memohon maaf dengan kondisi yang demikian. Namun, sungguh, kemiskinan bukanlah pembenaran untuk membajak.

Kalau memang merasa tidak punya uang, bisa pinjam buku di perpustakaan daerah atau taman-taman baca. Kalau memang masih punya modal hape android walau murahan, bisa install aplikasi iPusnas dan baca di sana, ada banyak koleksi buku yang bisa dibaca dengan kuota internet yang sangat minim. Kalau memang bener-bener hanya punya uang sedikit, tunggu beberapa tahun sampai buku tersebut dijual di pameran-pameran dengan harga yang sangat miring, atau beli versi bekasnya.

Pintar itu penting. Tapi mencari kepintaran dengan cara yang baik tentu adalah jauh lebih penting.

Apalah gunanya pintar jika ia diraih dengan cara menzalimi orang lain.

“Sejak awal berkeinginan berkarir sebagai penulis seharusnya sadar bahwa pembajakan adalah keniscayaan. Kalau niatnya berjuang untuk literasi dan menyebarluaskan ide sampeyan, ya sudah ikhlas saja bukunya dibajak. Kalau mau cari duit ya cari main job selain penulis.”

Berjuang untuk literasi adalah satu hal, dan mengikhlaskan buah karya pikir adalah hal yang lain.

Justru melawan pembajakan itu adalah bentuk perjuangan untuk literasi. Sebab tujuannya adalah menyejahterakan penulis, layouter, editor, dan orang-orang yang bergiat di dunia perbukuan.

Berjuang untuk literasi tentu tidak dengan memaklumi pembajakan.

Pramudya Ananda Toer itu kurang literasi apa lagi? Ia bahkan boleh bikin lebih literasi ketimbang literasi itu sendiri. Dan ia pernah sampai pecah berpisah dengan Hasta Mitra, juga Joesof Isak, editor andalan Pram, sebab mereka dianggap tidak mampu melindungi karya-karya Pram dari pembajakan.

Iklan

Ingat, mesin tik, laptop, kopi di kafe, kuota internet, semuanya harus dibayar dengan uang, bukan dengan keikhlasan.

“Tapi kalau melarang pembajakan, itu artinya mematikan rezeki para pedagang buku bajakan, jangan serakah dong, masak nggak mau berbagi makanan.”

Berbagi makanan itu baik. Tapi tentu tidak dengan merebut makanan orang lain. Ya, melarang pembajakan memang mematikan rezeki para pembajak dan pedagang buku bajakan. Tapi perlu diingat, bahwa pembajakan itu sendiri mematikan rezeki jauh lebih banyak pihak. Dari penulis, editor, layouter, penerjemah, pemeriksa aksara, desainer, orang penerbitan, dll.

Para pembajak memang butuh makan. Tapi penulis, editor, layouter, dan sebangsanya itu juga butuh makan. Jangan dikira mereka bisa hidup karena berfotosintesis. Mereka juga manusia, bukan pohon trembesi.

“Tapi semua di dunia ini adalah dari Allah. Milik Allah. Termasuk ilmu yang ada di buku. Kenapa tidak boleh membajak? Harusnya boleh digunakan untuk kepentingan manusia.”

Oke, kalau begitu, mulutmu itu juga milik Allah. Sini tak kruwes. Kamu nggak boleh marah, kan mulutmu milik Allah. Bukan milikmu.

Terakhir diperbarui pada 16 September 2019 oleh

Tags: Bukupembajakan
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

pencuri buku.MOJOK.CO
Mendalam

Siasat Kelompok Pencuri Buku di Jogja: Robin Hood atau Krimininal?

9 Desember 2025
Pesta Literasi Mojok.co
Kilas

Kupas Kreativitas di Era Teknologi, Magdalene.co dan Alitra Gelar Pesta Literasi 5.0

21 November 2025
JILF 2025 Mojok.co
Kilas

JILF 2025 Angkat Isu Sastra dan Kemanusiaan

15 November 2025
Sweeping buku oleh aparat Jawa Barat: mencekal ilmu pengetahuan, masyarakat tak boleh pintar MOJOK.CO
Ragam

Derita Jadi WNI: Dipaksa Anti-Pengetahuan dan Tak Boleh Pintar, Suka Baca Buku Dianggap “Ancaman”

22 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

bantul, korupsi politik, budaya korupsi.MOJOK.CO

Raibnya Miliaran Dana Kalurahan di Bantul, Ada Penyelewengan

16 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
Elang Jawa terbang bebas di Gunung Gede Pangrango, tapi masih berada dalam ancaman MOJOK.CO

Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

19 Desember 2025
Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat "Suami" bahkan "Nyawa" Mojok.co

Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

19 Desember 2025
Kegigihan bocah 11 tahun dalam kejuaraan panahan di Kudus MOJOK.CO

Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

16 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.