MOJOK.CO – Kebakaran Australia yang diperkirakan sudah menghanguskan setengah miliar (sekali lagi: SETENGAH MILIAR) satwa ini masih akan berlangsung sampai berbulan-bulan ke depan.
Sekitar dua ribu rumah di Negara Bagian New South Wales hancur dan sebagian rusak berat akibat kebakaran semak (bushfire) dan hutan di Australia. Per hari ini (6/1), 25 nyawa manusia telah melayang. Api kebakaran di Australia ini diprediksi akan terus membara sampai berbulan-bulan ke depan.
6 juta hektare lahan terbakar, Negara Bagian New South Wales terparah
Kebakaran Australia melanda secara rata hampir di semua wilayah, dengan New South Wales menjadi bagian paling parah didera. Hingga Januari 2020, lebih dari 100 titik api masih membara di New South Wales.
3D visualization of Australia’s Bushfire. Data from NASA’s FIRMS (Satellite data regarding fires) between 12/05/2019 – 01/05/2020. These are all the areas which have been affected by bushfires. Not all areas are still actively burning.
Source: Anthony Hearey pic.twitter.com/m9IsUHwHwB
— CEDR Digital Corps (@CEDRdigital) January 7, 2020
Associated Press mengabarkan bahwa saat ini area kebakaran sudah mencapai 6 juta hektare. Sebagai perbandingan, luas lahan kebakaran Australia lebih luas ketimbang luas negara Belgia dan Haiti dijadikan satu. Kebakaran dahsyat yang melanda lahan dan hutan di Indonesia 2019 lalu pun jadi tampak kecil karena hanya 857 ribu hektare. Suhu di Sydney, ibu kota New South Wales, teluh menyentuh 48,5 derajat Celsius, dengan indeks kualitas udara di atas 200 atau beracun.
AUSTRALIA FIRES:
-New record high temperature of 48.5°C in Sydney
-500 MILLION animals have died
-24 People dead, 1500 homes lost.
-6.3 MILLION hectares of land burned and destroyed
Air quality readings above 200 are considered hazardous.
Canberra has a reading of 7,700. pic.twitter.com/jaMyCUpg28
— Global Breaking News (@GBNReports) January 4, 2020
Api melahap banyak tempat. Mulai dari dataran bersemak, area hutan, dan Taman Nasional Blue Mountains. Di Melbourne dan Sydney, perumahan-perumahan sudah dilalap api. Asap tebal membumbung tinggi.
Hari ini kebakaran Australia mencapai titik puncak. Warna langit berubah menjadi merah. Garis pantai New South Wales dan Victoria dilalap api. Ribuan orang mengungsi. Namun, ruang gerak mereka seperti terbatas. Mereka terjebak di tengah, dikelilingi api. Sinyal seluler pun hilang.
Penyebab kebakaran Australia
Setiap tahun kebakaran memang selalu terjadi. Mereka mengenalnya sebagai dry season. Namun, untuk tahun ini terjadi ekeringan ekstrem ditambah angin kencang. Titik api dapat dengan mudah menyebar dan muncul di tempat lain.
Di Australia, biasanya peristiwa alam yang menjadi penyebab kebakaran. Misalnya, sambaran petir di area hutan yang kering karena kemarau panjang. Di akhir Desember 2019, sambaran petir di kawasan East Gippsland Victoria menyebabkan kebakaran. Api memanjang sampai 20 kilometer hanya dalam waktu lima jam.
Selain peristiwa alam, kebakaran Australia juga disebabkan oleh ulah manusia. Pada November 2019, New South Wales Rural Fire Service menahan bocah 19 tahun yang dicurigai merupakan anggota sekumpulan orang yang suka melakukan pembakaran. Dia dituntut dengan tujuh tuduhan pembakaran secara sengaja yang dilakukan secara enam minggu.
Selain itu, bencana iklim juga menjadi sebab. Sebuah fakta yang secara arogan ditepis Perdana Menteri Australia Scott Morisson. Morisson berkelit dengan menyebut kebakaran memang sudah rutin terjadi alih-alih diperparah oleh kebijakan pemerintahannya terkait krisis iklim. Kebakarannya sih memang rutin, tapi nggak sampai melahan 6 juta hektare lahan juga.
Morrison mengabaikan fakta bahwa di 2019, Australia mengalami musim kemarau terparah sepanjang sejarah. Badan Meteorologi Australia mencatat Desember 2019 sebagai bulan paling kering. Suhu di Australia menyentuh 41 derajat Celsius.
Morisson juga mengabaikan surat dari mantan kepala pemadam kebakaran dan SAR New South Wales pada tahun lalu yang berisi peringatan bahaya perubahan iklim di dry season. Namun, meski api sudah melalap 6 juta hektare lahan, Morisson tidak mengeluarkan satu kebijakan pun untuk mengatasi masalah krisis iklim ini.
Tak heran jika seorang relawan pemadaman api sampai menolak berjabat tangan dengan Morisson. Natal yang lalu, ketika kebakaran mulai meningkat, Pak Scott malah berlibut ke Hawaii. Politisi gila nggak cuma dikoleksi Indonesia, ternyata.
Setengah miliar satwa jadi korban
Chris Dickman, dosen Universitas Sydney, memperkirakan jumlah satwa yang mati karena kebakaran Australia bakal jauh lebih tinggi ketimbang estimasi yang sudah dibuat. Saat ini, 480 juta satwa diprediksi hangus, termasuk di dalamnya mamalia, unggas, dan reptil.
Firefighter helping a thirsty koala during these tragic bushfires in Australia ??pic.twitter.com/oMz7LXmtZ8
— ? (@Justbestials) January 6, 2020
A desperate koala suffering through the soaring temperatures in South Australia approached a group of cyclists to drink from a water bottle. pic.twitter.com/n8PizPjHDe
— ANDREW ALBERTT (@ANDREW1ALBERTT) January 5, 2020
A kangaroo ? rushes past a burning house in Lake Conjola, New South Wales, Australia, on Tuesday.
Credit… Matthew Abbott for The New York Times pic.twitter.com/abykHE40Sf— Becca From Texas⭐️ (@BeccaFromTX) January 4, 2020
This crisis is real
This little joey (baby kangaroo) caught in the fence trying to escape the fires in Australia, tells the story to the world
So far, nearly 500 million animals have died, and if that does not alarm us, nothing will.#Tiredearth #AustralianFires #AustraliaBurns pic.twitter.com/F1I7z8A8Zs— Rebecca Herbert (@RebeccaH2020) January 5, 2020
Dari estimasi ini diambil angka bahwa tiap tiga koala, satu mati karena kebakaran. Jelas, jumlah ini bakal meningkat mengingat habitat mereka sudah hancur karena kebakaran. Hingga saat ini, koala belum akan terancam punah. Namun, melihat inferno yang terjadi, beberapa spesies katak dan burung bisa punah. Termasuk rusaknya habitat satwa liar Australia.
Hingga api bisa dipadamkan, peneliti belum bisa melakukan pencatatan satwa korban kebakaran Australia. Termasuk kerusakan kepada habitat yang bisa berakibat lebih besar di masa depan.
Januari dan Februari adalah puncak dry season di Australia. Jadi, kebakaran Australia ini diprediksi masih akan terjadi selama berbulan-bulan ke depan. Bukan tidak mungkin, akibatnya bisa dirasakan selama satu tahun penuh. Sementara di Indonesia, ancaman banjir masih menghantui karena Februari dan Maret 2020 akan menjadi puncak curah hujan. Entahlah kalau masih ada orang yang tak percaya perubahan iklim. Mungkin mereka memang sudah bosan tinggal di dunia.
BACA JUGA Betapa Anunya Puasa di Australia atau esai YAMADIPATI SENO lainnya.