MOJOK.CO – Benvenuto vecchio amante. Selamat datang kembali Serie A. Terima kasih RCTI. Rasa kangen ini mengingatkan lagi akan kisah Planet Football, AC Milan, dan BOLA.
Kabar baik buat mereka yang sayang dengan Serie A. Mulai akhir pekan ini, Serie A bakal disiarkan RCTI. Ada tiga pertandingan menarik yang akan langsung dapat panggung di RCTI. Mereka adalah Inter Milan vs Verona, Parma vs AS Roma, dan yang sudah tidak lagi grande partita, Juventus vs AC Milan.
Ada tiga unsur yang langsung terbayang di dalam kepala saya ketika menerima kabar RCTI akan “bernostalgia”. Mereka adalah AC Milan, Rayana Djakasurya, dan tabloid BOLA.
Tahun 1989, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) mulai mengudara. Meskipun TVRI sudah lebih mengudara dan menyiarkan berita olahraga, sepak bola di Indonesia, terutama Lega Calcio, lebih akrab dengan RCTI. Serie A, yang mulai populer di Indonesia pada periode 1990-an, dikenal secara lebih luas sekaligus intim dengan RCTI.
Sudah sering saya sampaikan. Meski sekarang menjadi fans Arsenal, saya terlebih dahulu mencintai AC Milan. Perasaan itu masih ada sampai sekarang. Meskipun tetap menikmati dinamika Juventus, Inter Milan, AS Roma, Lazio, dan Fiorentina, ketika AC Milan terpuruk, perasaan sedih terbayang juga.
Namanya juga cinta pertama. Meski perasaan cinta sudah tidak seperti dulu, melihat yang tersayang terluka tetap melahirkan perasaan prihatin. Diam-diam, saya berharap AC Milan kembali menjadi raksasa yang sebenarnya. Seperti ketika masih mendapatkan porsi tayang yang cukup besar di RCTI.
Pada 1995, Serie A di RCTI mendapatkan kekasih yang paling serasi sebagai pembawa acara. Mereka adalah Mohamad Kusnaeni dan Rayana Djakasurya. Keduanya mesra dipanggil Bung Kus dan Bung Rayana.
Suara berat dan jernih dari Bung Kus membuat analisis yang ia sampaikan terdengar enak di telinga, pun mudah dipahami. Sementara itu, Bung Rayana adalah kontributor yang menetap di Italia. Menjelang pertandingan, Bung Rayana memberi laporan singkat soal situasi di sekitar stadion, info terbaru soal pemain, dan prediksi.
Saat itu, RCTI juga punya paket acara bernama Planet Football yang tayang pada Sabtu pukul 12.30. Pernah berubah jam tayang menjadi pukul 13.00. Planet Football berisi cuplikan pertandingan dan informasi terkini dari dunia sepak bola, bukan hanya Serie A saja. Sebuah acara wajib tonton supaya kamu tetap relate di tengah obrolan sepak bola bersama teman-teman.
Lewat AC Milan, saya belajar mencintai Serie A. Lewat Planet Football saya belajar produk jurnalistik. Seiring keduanya, menjadi saka guru diri saya, adalah tabloid BOLA.
Saya lebih akrab dengan BOLA ketimbang Soccer maupun majalah khas Serie A bernama majalah Liga Italia. Dua kakak saya, para Milanisti pecinta Franco Baresi dan Roberto Baggio, berlangganan tabloid ini. Berkat rekaman pertandingan dan Planet Football, saya juga jatuh cinta dengan Baggio, The Devine Ponytail, hingga saat ini. Bersanding dengan Denis Bergkamp, Abou Diaby, dan Thierry Henry.
BOLA tidak hanya menyajikan analisis hasil pertandingan maupun prediksi Serie A dan liga-liga lainnya. Yang justru membuat saya jatuh cinta dengan BOLA adalah esai.
Ulasan-ulasan Ian Situmorang, kalimat-kalimat Weshley Hutagalung, dan kosmopolitanisme Rob Hughes. Darmanto Simaepa, peneliti sekaligus penulis buku Tamasya Bola menyebut cita rasa yang dihadirkan Rob Hughes menjadi salah satu kekuatan Bola.
“Teknik menulisnya menjadikannya istimewa, dan membuat ulasan-ulasan sepak bola yang ditulis wartawan Indonesia, koran mana pun terasa membosankan. Persepektif dan cara pandangnya terhadap bagaimana sepak bola harus dimainkan dan nilai-nilai olahraga harus diutamakan menarik hati,” tulis Darmanto dalam artikel berjudul “Tiga Tamasya Kecil Ke Masa Lalu Bersama BOLA” yang tayang di belakanggawang.blogspot.compada tanggal 3 Januari 2016.
Ia seperti suar, menjadi pemandu bagi siapa saja untuk belajar tentang sepak bola. BOLA juga yang menjadi penantang bagi diri saya ketika belajar menulis sepak bola. Salah satu artikel yang saya ingat punya judul “Gelombang Collymore”. Bukan isi atau penulis yang saya ingat, tetapi judul.
Namun, judul itu membekas. Ketika kesulitan membuat ide untuk tulisan, dua kata itu saya ingat kembali: “Gelombang Collymore”. Kreativitas memadukan dua kata yang sebetulnya tidak berhubungan menjadi satu kesatuan adalah pelajaran yang penting. Kelak, saya mengenalnya sebagai analogi. BOLA yang mengajarkan ilmu itu secara tidak langsung.
Kini, saya mencintai Serie A dengan cara yang juga kalian kenal. Lewat Twitter, Youtube, dan situs-situs penyedia streaming ilegal. Seiring penurunan pamor Serie A, layar kaca Indonesia malu-malu untuk menjadi penyiar resmi. Rating dan jumlah penonton saya yakin bakal kalah jauh jika dibandingkan dengan Liga Inggris. Bisnis menjadi pertimbangan penting.
Maka, ketika RCTI resmi menayangkan Serie A, ada rasa nostalgia yang terasa. Suara-suara lembut Bung Kus mulai terdengar lagi. laporan-laporan Bung Rayana yang bernas dan sangat baru mulai dirindukan. Dan bayangan munculnya esai-esai sepak bola yang ditulis dengan rancak kembali terbayang. BOLA ada di sana menjadi mercusuar.
Benvenuto vecchio amante. Selamat datang kekasih lama. Serie A yang sudah bersolek. Cantik sekali dengan segala kekurangannya. Selamat datang ke pesta sepak bola Indonesia sekali lagi.
BACA JUGA Tabloid Bola Tutup: Sebuah Afeksi dan Ungkapan Terima Kasih atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.