Mengapa sepak bola begitu dicintai? Salah satu jawaban yang paling mengena adalah narasi tentang kejutan. Terutama, ketika sebuah tim yang tidak diperhitungkan, tak hanya mengalahkan raksasa dan para unggulan, namun berhasil menjadi kampiun. PSIS Semarang berhasil melakukannya. Membuat kejutan dan menjaga sepak bola supaya selalu dicintai.
Persatatuan Sepak Bola Indonesia Semarang atau yang dikenal sebagai PSIS Semarang, sejatinya berkandang di Stadion Jatidiri. Namun, untuk sementara waktu, PSIS Semarang harus mengungsi ke Stadion Moch Soebroto di Magelang.
Untuk sementara waktu, Stadion Jatidiri tengah menjalani renovasi dan belum bisa digunakan. PSIS Semarang harus merogoh saku hingga 12 juta untuk sewa stadion, untuk satu kali pertandingan. Biaya yang harus dikeluarkan PSIS Semarang bisa lebih tinggi apabila menggunakan Stadion Moch Soebroto secara global.
Yang dimaksud penggunaan secara global meliputi tidak hanya pertandingan, namun kegiatan latihan hingga kegiatan uji tanding. Pun, harga masih bisa berubah apabila PSIS Semarang bermain malam hari yang membutuhkan penerangan. Biaya listrik dan lampu tidak termasuk ke dalam biaya global. Stadion Moch Soebroto punya empat tiang lampu, dengan 94 lampu, dengan kebutuhan daya mencapai 2.000 watt per lampu.
PSIS Semarang sendiri nampaknya tidak keberatan dengan biaya tersebut karena animo masyarakat Jawa Tengah yang sangat tinggi ketika menyambut kembalinya tim Mahesa Jenar ke kompetisi kasta tertinggi di Indonesia.
Para pendukung tim yang juga dijuluki tim Panser Biru ini menjadi juara pada musim 1998/1999. Bermain sangat solid, PSIS mengalahkan Persebaya Surabaya yang saat ini mendominasi pertandingan. PSIS menjadi juara lewat gol tunggal Tugiyo, sang Maradona dari Purwodadi.
Kisah manis itulah yang ditunggu musim ini. Ketika tim non-unggulan, bahkan diprediksi akan terdegradasi, bisa menjadi juara.
PSIS Semarang juga berharap bisa menelurkan kembali generasi emas mereka seperti periode 2005 hingga 2006. Saat itu, skuat PSIS diisi pemain-pemain berkaliber besar seperti Imral Usman, Suwita Patha, Yaris Riyadi, Greg Nwokolo, dan Gustavo Hernan Ortiz.
Pada tahun 2006, PSIS hampir saja mengulangi kejutan “musim legendaris 1998/1999”, ketika kalah dari Persik Kediri di partai final. Atas prestasi inilah, istilah Tim Impian disematkan kepada PSIS.