Hingga 17 tahun Reformasi, Indonesia masih belum benar-benar bisa bangkit dari krisis tinggalan Orde Baru. Lepas dari rejim otoriter menuju demokrasi yang bertumbuh, bangsa ini dihadapkan dengan gurita korupsi di segala sektor, di semua tingkatan. Sejak lama kita tahu bahwa salah satu solusinya adalah reformasi birokrasi. Namun, hingga selesainya masa tugas presiden kelima, solusi itu belum benar-benar bisa diaplikasikan dengan baik.
(Eh, ini tulisan Mojok.Co atau editorial Media Indonesia sih?)
Sebagai anak bangsa, saya berkewajiban urun rembug dalam mengatasi masalah negeri ini. Setelah lama berpikir, jauh, dan mendalam, mengukur dan mengkaji, dari mulai tidur sampai mandi, saya mendapati beberapa usulan yang bisa sumbangkan kepada bangsa dan negara. Ya, menurut saya, pemerintahan yang akan datang paling tidak harus membentuk sebuah tatanan birokrasi yang karakternya mirip dengan kamar mandi kami di kontrakan yang baru.
Paling tidak, ada tiga karakter penting dari kamar mandi kami yang minimal harus dimiliki oleh tatanan birokrasi bagi pemerintahan mendatang.
1. Go Public
Salah satu hal yang sering ditawarkan sebagai keunggulan fasilitas bagi kontrakan atau kos-kosan mahal adalah kamar-mandi-dalam. Di kontrakan saya tidak begitu. Bukan saja kamar mandinya di luar (kamar), tapi juga luar biasa (jauhnya). Banyak hal bagus yang jadi implikasi kamar mandi yang jauhnya minta ampun, Pak Presiden.
Bagi penggunanya, keberjarakan antara kamar dan kamar mandi memberi efek yang menyehatkan. Kita bisa lari pagi bagi tanpa membuat jalan-jalan raya menjadi ramai. Secara psikologis, kamar mandi yang jauh mengajarkan betapa suatu keinginan itu tidak bisa secara langsung diraih. Secara religius, saya tidak tahu pasti, tapi boleh jadi juga ada manfaatnya. Jika langkah menuju kamar mandi pada dini hari untuk ambil wudhu memiliki hitung-hitungan pahala yang sama dengan langkah kita menuju masjid atau musala, maka bayangkan betapa banyaknya pahala yang kita dapat.
Kamar mandi yang go public juga menjamin akses yang sama bagi semua pihak. Jadi, tidak akan terjadi monopoli dan privatisasi. Siapa yang datang duluan, dialah yang memiliki hak terlebih dahulu untuk memanfaatkannya. Budaya antre, sebagai salah satu ciri masyarakat berbudaya, juga tergalakkan.
Yang lebih penting, ia bisa go public dalam arti yang mendekati kenyataan. Jika pintu garasi terbuka, ayam atau tetangga sebelah bisa juga memanfaatkannya tanpa merasa risih dengan penghuni rumah.
2. Terbuka
Keterbukaan memang bukan karakter yang umum bagi kamar mandi di sebuah rumah, apalagi rumah kontrakan. Namun, tak butuh waktu lama untuk tahu betapa menyenangkannya memiliki kamar mandi yang terbuka. Hal yang sama saya yakin akan berdampak baik bagi reformasi birokrasi.
Hanya berdinding sebatas leher, kamar mandi yang terbuka sangat baik bagi fungsi pengendalian dan pengawasan. Tanpa harus digedor pintunya, pemakai kamar mandi akan tahu bahwa ada orang lain yang mengantre, dan dengan demikian ia bisa memanfaatkan kamar mandi secara efisien dan berkeadilan; ia bisa tahu, dengan mata dan kepala, bahwa ada hak orang lain yang mesti dihormatinya. Keterbukaan kamar mandi juga bermanfaat untuk dengan cepat tahu, misalnya, kalau ada seseorang yang mengambil handuk atau celana dalam kita.
Yang tak diduga, karakter keterbukaan pada kamar mandi juga memiliki manfaat lingkungan. Dengan udara yang melimpah (langsung lewat tanpa jendela), sirkulasi udara menjadi sangat bagus. Bau pesing kamar mandi bisa diminimalisasi, sementara asap rokok para perokok yang semakin terdesak itu pun tak jadi persoalan. Dengan melimpahnya udara bersih dan sinar matahari, ruang terbuka hijau akan terbentuk dengan sendirinya. Lumut hijau mudah tumbuh kapan saja. Pakis tumbuh dengan baik di sudut-sudut. Di beberapa bagian, persemaian cabe pun bisa digalakkan.
Oh ya, jangan lupakan manfaat di sektor pariwisata. Jika mandi di siang hari, kita bisa bebas memandang langit jernih kebiruan, awan berarak pelan, dan burung-burung bebas beterbangan. Jika Anda tinggal di Karangduren, setiap limabelas menit, Anda bahkan bisa melihat pesawat terbang melintas dari kamar mandi Anda.
3. Mudah Diakses
Masih menderita akibat trauma politik dan finansial setelah 17 tahun Reformasi, seharusnya justru mengilhami pemerintahan yang akan datang untuk menciptakan birokrasi yang accessable dan tak bertele-tele. Hal inilah yang terjadi pada kamar mandi saya.
Masih menyimpan bekas-bekas yang tampak jelas dari keruntuhan gempa Jogja 2006, kamar mandi kami yang go public dan terbuka menjadi sangat mudah diakses. Dikarenakan tembok di masing-masing sisi pintu tak lagi tegak lurus, melainkan saling mengunjam, pintu masuk ke kamar mandi jadi menyempit dan daunnya tak bisa ditutup dengan sempurna. Engselnya sempal dan gerendelnya tidak tepat lubang. Palang pintu pun sulit di pasang akibat posisi dinding yang akrobatik.
Namun, hikmah di balik itu semua, pintu tersebut mudah dibuka-tutup. Engsel yang sudah karatan bisa dibantu dengan sedikit tenaga tangan, sementara fungsi gerendel digantikan tali kolor yang sudah dilolos dari celana.
Mudahnya akses masuk semudah akses keluar. Kemungkinan terkunci di dalam sama sekali nol. (Kalau pun itu terjadi, Anda bisa lompat lewat temboknya yang rendah).
Pada akhirnya, harus ditekankan bahwa yang terpenting dari semuanya, birokrasi haruslah bersih. Jika tidak bersih, kamar mandilah yang akan membersihkannya.