Senin pagi aku sangat bersemangat untuk kuliah. Seperti biasa, aku melambaikan tangan untuk mencegat angkot yang tarifnya tidak nyokot di kantong. Tak banyak penumpang di angkot yang ku naiki hari ini. Hanya beberapa anak sekolah, karyawan rumah sakit, bapak-bapak yang hendak mau berangkat kerja.
Pagi itu aku bersyukur karena tak terlalu berdesakan. Biasanya angkot penuh sesak oleh pelajar akan berangkat sekolah. Bahkan, pernah suatu hari aku tidak mendapatkan tempat duduk, berdiri di pintu angkot udah kayak kernet.Â
Kunikmati perjalanan dengan melihat gedung-gedung pabrik, lalu lalang pengendara motor, mobil. Tiba-tiba kurasakan angkot berhenti, kulihat ada sekelompok ibu-ibu dengan berbagai macam belanjaan. Waduh … baru saja aku membatin angkotnya tidak penuh.
Masuklah ibu-ibu tadi dengan belanjaannya, angkot mendadak penuh sesak dengan berbagai belanjaan ibu-ibu yang berupa sayur, ubi, buah, gak tau apalagi dan yang lebih parah lagi ikan laut pun masuk. Ini mau jualan sayur di angkot kali ya.
Satu hal yang langsung membuat mood-ku hancur, seorang ibu-ibu yang membawa ikan laut dan meletakkannya di atas rokku dengan baunya yang sangat amis. Itu berlangsung sekitar 20 menit. Waktu yang cukup untuk mengontaminasi badanku dengan bau amis ikan laut.
Ibu-ibu tersebut juga tampak acuh, merasa tak berdosa dengan meletakkan ikannya di atas rokku. Memang sengaja ibu-ibu ini, tidak punya hati kali ya, batinku.Â
Sampai di kampus jadilah diriku seperti penjual ikan laut di pasar, amis. Banyak kawan-kawan yang menutup hidungnya ketika aku lewat. Sejak saat itu aku kapok naik angkot pagi dan lebih memilih nebeng teman atau Gojek. Pasalnya tidak satu dua kali aku seangkot dengan ibu-ibu dari pasar, esoknya bahkan minggu depannya masih tetap bertemu dengan belanjaan yang sama.Â
Fitriatul Hasanah, Malang, Jawa Timur, [email protected]
BACA JUGA Ini Tentang Kisahku, Korban Bullying di Sekolah dan keluh kesah lagi dari pembaca Mojok di Uneg-uneg.