Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Ulasan Musique

Selamat Jalan, Mas Chester Bennington …

Maulana Kautsar oleh Maulana Kautsar
22 Juli 2017
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Telah berpulang ke Mahakuasa, saudara, kawan, vokalis, idola kita, Chester Bennington.

Chester meninggal pada Kamis, 20 Juli 2017 waktu setempat di kediamannya di kawasan Palos Verdes Estates, Los Angeles pada pukul 9 pagi.

Semoga arwah Chester diterima di sisi-Nya.

Begitulah pesan yang mampir di ponsel saya kemarin pagi. Saya terkejut, mengucap kalimat duka. Memasang raut muka sedih.

“Kenapa?” tanya istri saya.

“Chester meninggal.”

“Inna lillahi, Mas Chester. Mas Chester yang tatoan ikan koi itu?”

“Iya,” kata saya, bingung mau membalas dengan kalimat apa pesan itu.

Sepanjang perjalanan ke kantor, saya menyusun kata-kata untuk membalas kabar duka itu. Sembari berpikir, saya justru mengingat awal perjumpaan dengan Mas Chester, vokalis Linkin Park itu. Saat itu saya masih SMP di Pacitan, kota lahirnya SBY, penyanyi, pengarang lagu, dan presiden dengan tujuh album.

Waktu itu band Mas Chester, Linkin Park, saya kira band yang terbentuk dari komunitas robot gundam dan mural. Ternyata bukan. Dua CD bajakan punya kakak kelas di SMP membongkar siapa Linkin Park. Dari cover CD bajakan itu pula saya baru tahu, LP itu singkatan dari Linkin Park, bukan lembaga pemasyarakatan.

Nama Linkin Park itu pula yang membuat saya membuka-buka Kamus Saku Praktis 3 Milyar Inggris—Indonesia dan Indonesia—Inggris. Tujuannya, mencari arti kata linkin.

Kembali ke musik Linkin Park, dulu saya hanya bisa mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan Mas Chester melalui Walkman saat jam istirahat atau jam kosong sekolah. Dan saat pulang, kembali mengingat-ingat irama lagu tersebut. Sebagai catatan, Walkman itu bukan milik saya.

Berbekal tabungan uang jajan sekolah dan memecah celengan, saya ikut-ikutan membeli CD bajakan milik LP yang berjudul Meteora. Saya tonton gaya Mas Chester menyanyikan lagu “Somewhere I Belong”. Dengan bahasa Inggris belepotan, saya mulai menirukan gaya dan suaranya.

Di kamar mandi, dengan sedikit menekuk badan ke depan dan kepala menunduk saya melantunkan “I have nothing to say … somewhere I belong!”

Iklan

Cuma itu lirik yang saya bisa ucap. Itu pun setelah perjuangan berhari-hari mendengarkan lagu LP.

Punya CS bajakan Linkin Park di Pacitan membuat saya sombong. Saya merasa keren, seperti orator demo di atas mobil yang meminta massa berseru. Itu semua karena Mas Chester.

Waktu berlalu dan saya masuk SMA di Solo. Di sana saya berteman dengan anak-anak band metal. Saya ingin mengikuti jejak Mas Chester, pikir saya.

Begitu ditanya band metal kesukaan, saya ditertawakan. Jujur saya sempat memaki dalam hati. Linkin Park ditertawakan?!

“Halah. Linkin Park. Cobo rungokno iki. Kuwi dudu metal, ndes!” (Coba dengarkan yang ini. Itu [Linkin Park] bukan metal, bro) kata teman saya sambil menyodorkan iPod yang membuat saya membatin lagi, kapan saya dapat beli alat sepert ini?

Dengan terperangah saya bertanya, “Iki opo?” (Ini apa?)

“Lamb of God,” katanya. “Iki metal. Horok-horok.” (Ini metal. Suaranya kayak orang ngorok.)

Dari teman tersebut saya mendapat informasi mengejutkan. “Sak durunge Linkin Park metu, ono band model koyo ngene, jenenge Limp Bizkit.” (Sebelum Linkin Park keluar, ada band dengan gaya bermusik seperti itu, namanya Limp Bizkit.)

Astagfirullah. Ternyata Linkin Park itu bukan band “baru”, komentar saya dalam batin. Biar nggak malu-maluin.

Meski sempat sebal karena sudah salah sangka, band asal California ini masih jadi idola di telinga saya.

Berbekal iPod-iPod-an buatan China, saya mengunduh lagu-lagu Linkin Park yang pasaran di kuping masyarakat Indonesia, semisal “In The End”, “Numb”, “Somewhere I Belong”, “Breaking the Habit”, “Papercut”, dan “One Step Closer” sekadar untuk menemani berangkat sekolah.

Lagu-lagu itu adalah lagu-lagu di album Reanimation.

Meski telah punya MP3 player, gebetan saya waktu itu tetap tak mau menjadikan saya kekasih. Rasa sedih atas kejombloan itu membuat saya mendengarkan lagu dari album Minute to Midnight yang berjudul “Given Up”. Ingin tahu alasannya? Sebenarnya ingin dianggap keren saja. Sejatinya, rasa sedih lebih memerangkap saya untuk mendengarkan irama lokal seperti “Layang Kangen” atau “Stasiun Balapan”-nya Didi Kempot.

Dari lagu itu saya sempat mendapat pencerahan yang membuat saya bertanya: Kapan Mas Chester nyanyi lagu-lagu “halus”? Yang nggak usah teriak-teriak.

Dan seperti mendapat jawaban dari ujung langit, di 2017 ini Mas Chester dan kawan-kawannya merilis album One More Light. Di video klip “Heavy”, Mas Chester menyanyi tanpa yak-yakan. Kalem.

Saya teringat, saat video itu muncul, kuping saya terkejut. Saya sempat ikut-ikutan mem-bully Mas Chester dan kawan-kawan karena lagunya terdengar kekinian dengan “tulit tulit jedug jedug” instrumen elektronik.

Mei 2017, saya sempat mendengar suara Mas Chester di pemakaman vokalis Audioslave dan Soundgarden, Chris Cornell. Diiringi petikan gitar, Mas Chester menyanyi lagu “Hallelujah”.

Hati saya mak tratapan, Mas Chester ….

Lamunan saya menghilang. Sesampai di kantor, saya mencuri-curi waktu. Menulis kisah “pertemuan” saya dengan Mas Chester ini. Saya membuka YouTube dan kembali mendengarkan lagu yang ditulis Leonard Cohen itu.

Tidak bisa tidak, saya teringat kepada jasa Mas Chester dan kawan-kawan yang pernah menyelamatkan saya dengan lagu-lagu pelepas penat macam “Runaway”, “A Place for My Head”, atau “New Divide”.

Mas Chester telah menentukan jalan hidupnya. Tanpa mengucap selamat tinggal. Semoga tenang dan damai di alam sana. Terima kasih banyak, Mas.

“I wanna run away. Never say goodbye. I wanna know the truth. Instead of wondering why. I wanna know the answers. No more lies. I wanna shut the door. And open up my mind.”

Terakhir diperbarui pada 22 Juli 2017 oleh

Tags: Chester BenningtonLamb of GodLimp BizkitLinkin ParkMetalPacitansbysolo
Maulana Kautsar

Maulana Kautsar

Artikel Terkait

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga
Pojokan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Menjajal GoTransit yang Terintegrasi dengan GoCar, “Keluyuran” di Jogja dan Solo Jadi Lebih Mudah Mojok.co
Ragam

Menjajal GoTransit yang Terintegrasi dengan GoCar, “Keluyuran” di Jogja dan Solo Jadi Lebih Mudah

28 November 2025
down for life.MOJOK.CO
Panggung

“Wall of Love”, Merayakan Lebaran Metal dengan Berpelukan di Tengah Moshpit Down For Life

25 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.