Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Agar Gelar S.Pd. Tidak Lagi Jadi Sarjana Penuh Derita

Aliurridha oleh Aliurridha
13 April 2020
A A
Agar Gelar S.Pd Tidak Lagi Jadi Sarjana Penuh Derita

Agar Gelar S.Pd Tidak Lagi Jadi Sarjana Penuh Derita

Share on FacebookShare on Twitter

Membaca tulisan Mbak Desi Muniarti tentang derita-derita seorang sarjana bergelar S.Pd. membuat saya tergugah dan tergerak untuk membagi pengalaman yang mungkin bisa sedikit mengubah derita-derita itu menjadi cerita-cerita yang bahagia. Bahwa tidak selamanya sarjana pendidikan adalah sarjana penuh derita. Di akhir tulisan saya akan membagikan cara untuk Mbak Desi dan calon S.Pd. lainnya lakukan agar tidak menjadi sarjana penuh derita.

Sebagai seorang yang juga bergelar sama dengan Mbak Desi saya punya pengalaman yang sedikit berbeda. Meski saya tidak memungkiri bahwa banyak dari apa yang disampaikan Mbak Desi itu memang dialami kebanyak S.Pd. di seluruh negeri namun pengalaman Mbak Desi tetap saja hanyalah realitas subjektif yang tidak mutlak adanya. Salah satu yang berbeda adalah tentang aturan yang ketat tentang bagaimana caranya berpakaian dan berpenampilan.

Kampus saya, sebenarnya saya malas sekali untuk ikut-ikutan membahas kampus, adalah kampus putih alias Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram. Meski degelari kampus putih nyatanya tidak melulu putih justru sangat berwarna. Di kampus ini kalian tidak akan selalu melihat akhi dan ukhti yang berpakaian celana kain rok panjang seperti di kampus FKIP kebanyakan.

Saya teringat ketika salah seorang teman saya yang fotografer anak Ekonomi datang bermain ke kampus saya. Dia terkejut melihat variatifnya penampilan anak FKIP. Suatu ketika dia melihat seorang berambut gondrong diikat layaknya para Samurai Jepang dan hanya berbaju kaos dan celana jin berkeliaran membawa kopi hitam dalam gelas bir yang penuh. Dia terkaget dan bertanya siapa orang itu?

Ketika saya menjawab itu ketua BEM kami, dia shock bukan main karena di kampusnya, fakultas Ekonomi BEM dikuasai oleh anak Lembaga Dakwah Kampus.

“Saya pikir FKIP adalah kampusnya akhi-akhi konservatif. Pantas saja penampilanmu seperti ini, orang ketua BEMnya saja kayak gitu.”

Waktu itu saya masih seorang alay yang terbawa arus emo dengan pakaian serba hitam dan selalu memakai celak, dark bangetlah. Saya menjelaskan di FKIP pertarungan ideologis antara anak-anak UKM (organisasi kampus yang mewadahi kegitan kampus dari jurnalistik, musik, olahraga, dan teater) cukup keras dengan Lembaga Dakwah Kampus (LDK), tidak seperti di fakultas-fakultas lain di mana kekuasaan diserahkan pada anak-anak LDK.

Di FKIP setiap tahunnya selalu terjadi perguliran kekuasaan dari anak-anak UKM dan anak-anak LDK. Anak FKIP tidak sembarangan untuk tunduk pada kekuasaan kampus. Mereka berjuang untuk menuntut keadilan mereka dan tidak begitu saja menyerahkan semuanya kepada tangan-tangan penguasa. Meski ya pada saat PPL (praktik mengajar) si gondrong tetap potong rambut.

Baca Juga:

Siluman Dapodik, Sebuah Upaya Curang agar Bisa Lolos PPG Guru Tertentu yang Muncul karena Sistem Pengawasan Lemah

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

Setidaknya hal ini membuktikan bahwa realitas yang disampaikan Mbak Desi itu bukanlah realitas objektif di mana semua anak FKIP harus pakai rok panjang dan celana kain.

Selain itu dari pengalaman saya mengikuti pembekalan program suatu kementrian yang menempatkan kita untuk di desa-desa yang masuk kategori tertinggal membuat saya menolak untuk mengeneralisir masalah. Saat itu kami disuruh presentasi untuk menemukan masalah di dareah kami.

Saya menjelaskan bahwa salah satu alasan banyaknya pengangguran terdidik terutama yang bergelar S.Pd. adalah inflasi tenaga pendidik sehingga nilai tenaga pendidik menjadi kurang, bahkan tidak terpakai. Hal ini menciptakan pengangguran dan guru upah murah yang menjadi salah satu alasan saya mengikuti program itu. Ternyata argumen saya dibantah oleh seorang dari daerah lain yang mengatakan bahwa justru di daerahnya kekurangan tenaga pendidik.

Setelah menjalani program akhirnya saya membenarkan pendapat lawan debat saya karena nyatanya saya membantu mengajar untuk SMP dan SMA yang tidak hanya kompetensi saya yakni Bahasa Inggris, saya juga mengajar olahraga. Ternyata memang distribusi tenaga pendidik tidak merata sama sekali. Membuatnya menumpuk pada beberapa wilayah saja sehingga menjadi kelebihan dan akhir para tenaga pendidik ini terpaksa bersaing dengan para sarjana lain yang sebenarnya bukan keluaran LPTK namun dari penyetaraan hasil PPG.

Ada alasan kenapa keluaran sarjana non-kependidikan bisa menjadi guru karena memang di beberapa daerah masih mengalami kekurangan tenaga pendidik. Karena tidak adanya tenaga pendidik jadi para sarjana non kependidikan ini bisa mengikuti program PPG untuk mendapatkan sertifikat profesi.

Setelah mengetahui hal itu saya memahami realitas yang kita tidaklah objektif melainkan subjektif. Kebenaran saya belum tentu menjadi kebenaran untuk yang lain. Karena itu saya percaya realitas hanya dua subjektif dan intersubjektif. Mungkin karena saya orang yang terlalu kualitatif alih-alih kuantitatif. Bahkan saya cenderung fenomenologis jika menyangkut makna.

Jika realitas saya bertemu dengan realitas lain dan kami tidak bersepakat maka ia hanya realitas subjektif masing-masing seperti pengalaman saya dan Mbak Desi namun ketika kami berdua bersepakat maka akan terbentuk realitas intersubjektif. Jadi apa yang Mbak Desi alami belum tentu benar untuk semua orang karena itu terbatas pengalaman subjektif Mbak Desi.

Dalam hal ini saya melihat bahwa sarjana pendidikan tidak melulu sarjana penuh derita seperti yang Mbak Desi alami. Masih banyak yang bisa dilakukan sarjana pendidikan agar tidak menjadi sarjana penuh derita misalnya membangun lembaga bimbingan belajar atau kursus. Tidak melulu harus menjadi tenaga pendidik formal masih banyak sektor informal lain yang bisa dikejar. Bahkan tidak harus menjadi pekerja yang melamar pekerjaan sana-sini.

Bisa juga mencoba melamar beasiswa, apalagi ada banyak beasiswa untuk fresh graduate sekarang. Mbak Desi dan calon S.Pd. lainnya bisa bertemu orang-orang hebat yang akhir mencipta sesuatu. Karena itulah saya mendorong seseorang selama masa studi untuk tidak melulu menjadi mahasiswa kupu-kupu, kuliah pulang kuliah pulang.

Ada begitu banyak yang bisa dipelajari dari luar kelas. Bersinergilah dengan yang lain, bangun jaringan, dan berkreasilah. Namun jika itu tidak bisa dilakukan tidak akan membuat Mbak Desi dan calon S.Pd. lainnya menjadi sarjana penuh derita, asal mau menjadi sarjana pengangguran dulu. Toh sekarang pemerintah sudah menyiapkan kartu prakerja yang menggaji pengangguran, benar tidak?

BACA JUGA Bukti kalau Kepanjangan S.Pd. itu Bukan Sarjana Pendidikan, tapi Sarjana Penuh Derita atau tulisan Aliurridha lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 14 April 2020 oleh

Tags: Lulus KuliahMahasiswasarjanasarjana pendidikan
Aliurridha

Aliurridha

Pekerja teks komersial yang sedang berusaha menjadi buruh kebudayaan

ArtikelTerkait

dosen killer

Kisah Dosen yang Killer Berdebat dengan Hantu

14 Juni 2019
tata usaha

Misteri Pegawai Tata Usaha Sekolah yang Seringkali Judes

29 Agustus 2019
Selalu Diajar Dosen Nggak Becus, Sekalinya Ketemu Dosen Baik Dikit Jadi Dianggap Hebat, padahal Itu Bare Minimum Mojok.co

Selalu Diajar Dosen Nggak Becus, Sekalinya Ketemu Dosen Baik Dikit Jadi Dianggap Hebat, padahal Itu Bare Minimum

26 Agustus 2025
satpol PP, polisi

Anak Lelaki Perwira Polisi

26 September 2019
Susahnya Punya Dosen yang Pro Presiden, tapi Selalu Merasa Netral mojok.co/terminal

Susahnya Punya Dosen yang Pro Presiden, tapi Selalu Merasa Netral

10 Maret 2021
Rasanya Jadi Petugas Pemasyarakatan yang Bergaul dengan Napi terminal mojok.co

Empat Malam Tidur di Penjara

27 Mei 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.