ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Bukti kalau Kepanjangan S.Pd. itu Bukan Sarjana Pendidikan, tapi Sarjana Penuh Derita

Desi Murniati oleh Desi Murniati
11 April 2020
A A
sarjana pendidikan

Bukti kalau Kepanjangan S.Pd itu Bukan Sarjana Pendidikan, tapi Sarjana Penuh Derita

Share on FacebookShare on Twitter

Suatu hari saya bertemu dengan mbak satu kosan, karena mbak ini kebetulan sudah lulus. saya jadi kepo pengin tahu soal bagaimana rasanya kehidupan setelah lulus kuliah dan bagaimana nasib saya sebagai sarjana pendidikan, kira-kira adakah pekerjaan yang relevan dengan jurusan saya ini di luar sana.

Lalu mbak kos malah jawab pertanyaan saya seperti ini, “kamu udah lulusan FKIP, sejarah pula. Lebih susah buat kerja di perusahaan,”. Saya hanya membalasnya dengan senyuman meski dalam hati jadi sangat dongkol.

Ya beginilah derita sarjana pendidikan, lebih sulit mendapatkan pekerjaan di perusahaan sedangkan semua jurusan bisa menjadi guru hanya dengan mengikuti PPG, termasuk sarjana pendidikan juga harus mengikuti PPG untuk bisa menjadi mengajar.

Untuk bisa menjadi sarjana pendidikan bukanlah hal yang mudah. Sejak menjadi maba, kami sudah dicekoki mata kuliah-mata kuliah kependidikan yang saya sendiri banyak nggak ngertinya daripada ngertinya, mulai dari dasar-dasar pendidikan, managemen pendidikan, pengenalan peserta didik, desain dan model pembelajaran sampai micro teaching yang bahkan untuk ukuran heels sepatu saja harus diperhitungkan.

Sayangnya, ketika kami menjelang lulus, dosen kami mengatakan, “kalian harus mengikuti PPG atau pendidikan profesi guru agar bisa mengajar.” Lebih sedihnya lagi lulusan non-FKIP juga bisa disetarakan dengan lulusan FKIP yang sudah belajar materi kependidikan dan keguruan selama 7 semester hanya dengan mengikuti PPG. Lalu apa guna kami belajar materi kependidikan selama ini?

Sejak kecil saya tidak pernah memasukan guru dalam list pekerjaan impian saya. Ketika kuliah, saya menjadi salah satu mahasiswa salah jurusan ala anak PTN. Tapi lambat laun karena setiap semester belajar materi keguruan dan pendidikan, saya mulai menikmati kehidupan saya sebagai mahasiswa FKIP. Menjadi guru bukanlah hal yang mudah, apalagi jika sudah berhadapan dengan silabus dan RPP. Banyak dari kami yang sambat seketika saat harus membuat silabus dan RPP. Mulai dari bingung sampai nggak ngerti.

Belum lagi perkara desain, model dan metode pembelajaran yang teori dan praktinya beda banget. Lalu ketika kami lulus, kami harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan guru bukan hanya dengan sesama sarjana pendidikan, tapi juga dengan sarjana non pendidikan yang dengan mudahnya mereka mengatakan, “kan nanti bisa ikut PPG dan sama kayak lulusan FKIP.”

Perihal gaji guru yang menyedihkan sudah menjadi rahasia umum. Banyak guru-guru honorer di kampung saya yang mengeluh. Sudah nominal gaji yang tidak seberapa, guru harus menunggu selama tiga bulan untuk mendapatkan gaji. Jadi untuk mendapatkan #gaji8juta, kami harus mengumpulkan gaji selama lebih dari 2 tahun. Di saat para guru ingin protes dengan keadaan, orang-orang di sekelilingnya menenangkan dengan cara, “nanti kan lama-lama akan diangkat menjadi PNS.” Nanti kapan, Pak, Bu?

Mahasiswa FKIP emang selalu diidentikan dengan ‘mereka yang ingin jadi PNS’. Dalam sebuah obrolan sembari menunggu bimbingan skripsi, kakak tingkat saya mengatakan, “lulusan kita–-FKIP Sejarah-–untuk benar-benar sukses susah, kecuali emang benar-benar hebat dari awal atau jadi PNS.” Saya juga pernah membaca artikel yang mengatakan serupa. Mahasiswa FKIP adalah mereka yang ingin menjadi PNS.

Ketika saya sedang idealis, saya sering menyangkal bahwa tidak semua mahasiswa dan lulusan FKIP ingin menjadi PNS tapi ketika sedang realistis saya membenarkannya. Bapak dan ibu saya juga ingin saya menjadi guru PNS. Ya gimana lagi, kami tidak bisa masuk ke perusahaan kecuali untuk klasifikasi semua jurusan, gaji guru honorer yang menyedihkan dan persaingan dengan lulusan non-FKIP yang mengambil lapangan pekerjaan kami, menjadi PNS seketika menjadi impian terbesar kami.

Mahasiswa non-FKIP tidak pernah merasakan apa yang selama ini dirasakan oleh mahasiswa FKIP. Mereka tidak tahu bagaimana rasanya diusir dosen karena memakai jeans. Bagi FKIP jeans adalah sebuah keharaman. Baik celana jeans maupun rok jeans. Banyak dari kami yang diusir dari kelas karena memakai jeans, meski ada beberapa dosen yang toleran tapi lebih banyak dosen yang mengharamkan jeans di lingkungan FKIP.

Jangan pernah berharap bisa melihat mahasiswa gondrong dengan celana jeans babel ketika berada di lingkungan FKIP. Pemandangan sehari-hari kami di lingkungan FKIP adalah mahasiswa bercelana bahan dan berpakaian batik. Jika dilihat secara tampilan, mahasiswa FKIP adalah sekelompok manusia baik-baik yang sering diidentikan dengan agen dakwah. Apalagi jika ditambah dengan jenggot dan celana bahan dibuat sedikit cingkrang.

Mahasiswi pun, kami juga diharuskan memakai rok. Saya yang sejak SMA tidak pernah memakai rok kecuali saat kuliah dan pengajian, mendadak menjadi kolektor rok ketika kuliah di FKIP. Mulai dari rok span yang sempit sampai rok yang lebar yang harus dilindungi ketika naik motor. Ketika ada teman dari fakultas lain yang ingin hijrah dan mengatakan, “aku mau mengganti celana-celanaku dengan rok mulai sekarang, aku mau hijrah menjadi perempuan yang lebih baik.” Sebagai mahasiswi FKIP, saya tidak perlu menunggu hijrah untuk memakai rok.

Dengan semua ‘keidentikan’ kami sebagai mahasiswa FKIP dan perjuangan kami untuk bisa mendapatkan ijazah sarjana pendidikan, kami selalu mengelus dada ketika lulusan non keguruan mengambil lapangan kerja kami. Di universitas saya, FKIP menjadi fakultas dengan mahasiswa paling banyak dan tentu saja memiliki lulusan paling banyak pula. Tidak hanya harus bersaing dengan lulusan FKIP dari sesama universitas, sarjana pendidikan juga banyak tersebar di berbagai daerah, baik dari PTN maupun PTS. Baik dari kota maupun kabupaten. Bayangkan dong kami harus bersaing dengan mereka semua plus sarjana non keguruan yang ingin menjadi guru.

Makanya jangan heran ketika ada sarjana pendidikan yang setelah lulus memilih untuk langsung menikah dengan alasan, “aku mau menjadi guru dari anak-anakmu saja, Mas. Jadi guru anak orang lain berat.”

BACA JUGA Kuliah Susah, Bayarnya Mahal, Pas Lulus Jadi Tukang Pijat atau tulisan Desi Murniati lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 April 2020 oleh

Tags: guruMahasiswasarjanasarjana pendidikan
Desi Murniati

Desi Murniati

Manusia biasa yang mencintai drama korea.

ArtikelTerkait

Salah Kaprah Soal Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB): Dituduh Klenik Sampai Diplesetin Jadi Fakultas Ilmu Berpesta

Salah Kaprah Soal Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB): Dituduh Klenik Sampai Diplesetin Jadi Fakultas Ilmu Berpesta

1 Mei 2024
Bikin Plang, Proker KKN Primitif yang Paling Nggak Guna

Bikin Plang, Proker KKN Primitif yang Paling Nggak Guna

23 September 2022
Kuliah di UIN (Unsplash.com)

Anak UIN Juga Manusia, Bisa Salah, Bisa Khilaf

12 Maret 2023
7 Tipe Mahasiswa Pas Ngerjain Tugas Kelompok

7 Tipe Mahasiswa Pas Ngerjain Tugas Kelompok

24 April 2020
Asal Kalian Tahu, ya, Kuliah di UPI Itu Bukan Berarti Mau Jadi Guru!

Asal Kalian Tahu, ya, Kuliah di UPI Itu Bukan Berarti Mau Jadi Guru!

24 Juli 2024
Jurusan Sejarah Kerap Dipandang Sebelah Mata, padahal Berjasa Menyelamatkan Ingatan Banyak Orang Mojok.co

Jurusan Sejarah Kerap Dipandang Sebelah Mata, padahal Berjasa Menyelamatkan Ingatan Banyak Orang

14 Mei 2024
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
tiktok

Pemerintah Nerima Sumbangan Dana dari TikTok Padahal Dulu Sudah Ngeblok, Eh

mahasiswa uns

Mencoba Tabah Menjadi Mahasiswa UNS yang Berulang Kali “Diblenjani” Bapaknya Sendiri

pertanyaan dari pembeli

Pertanyaan-pertanyaan dari Pembeli Saat Jualan Online

Terpopuler Sepekan

4 Cara yang Bisa Dilakukan Pemkab agar Jalan Turi Sleman Lebih Nyaman Dilalui Pengendara

4 Cara yang Bisa Dilakukan Pemkab agar Jalan Turi Sleman Lebih Nyaman Dilalui Pengendara

8 Mei 2025
Makin Mahal Hingga Kurang Aman, Inilah Alasan Mengapa Kos-kosan di Dinoyo dan Kerto Malang Makin Sepi meskipun Dekat Banyak Kampus   kos dekat kampus

4 Risiko Kos Dekat Kampus, Salah Satunya Harga Sewa Ugal-ugalan, tapi Fasilitas Ampas!

10 Mei 2025
4 Alasan Gunungkidul Nggak Perlu Bangun Mal, Salah Satunya Merugikan Warga Bumi Handayani!

4 Alasan Gunungkidul Nggak Perlu Bangun Mal, Salah Satunya Merugikan Warga Bumi Handayani!

12 Mei 2025
Arema, Persik, dan Kota Malang yang Tak Pernah Belajar Apa-apa dari Tragedi Kanjuruhan

Arema, Persik, dan Kota Malang yang Tak Pernah Belajar Apa-apa dari Tragedi Kanjuruhan

12 Mei 2025
Alasan Pantun Jarjit dalam Serial Upin Ipin Sering Diawali dengan Kata-kata “Dua Tiga” Mojok.co

Alasan Pantun Jarjit dalam Serial Upin Ipin Sering Diawali dengan Kata-kata “Dua Tiga”

13 Mei 2025
Es Teh Jumbo Tidak Bakal Laku di Solo, kalah Melawan Teh Lokal (Unsplash)

Bisnis Es Teh Jumbo Belum Mati dan Justru Akan Segera Bangkit Lagi Gara-gara Cuaca yang Makin Tidak Masuk Akal

10 Mei 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=_ns1MCy_8lA

DARI MOJOK

  • Cuti Bersama Melahirkan Kesenjangan di Dunia Kerja: Tidak Bisa Dinikmati oleh Semua Pekerja dan Ada Saja Perusahaan yang Semaunya
  • Xpander vs Nissan Livina: Anak Kembar Beda Nasib karena Xpander Disayang dan Lebih Nyaman, Nissan Livina Hidup Merana
  • Cerita Jemu Memboyong Ibu Usia 102 Tahun untuk Dapat Layanan Pengobatan Gratis di Candi Borobudur
  • Persiapan Waisak 2025 di Candi Borobudur Sudah 80 Persen, Panitia Sediakan Layanan Kesehatan Gratis
  • Calon Orang Sukses di Jogja Biasanya Pernah Belajar di Sekolah Favorit
  • Program Barak Militer bagi Siswa Nakal: Penghinaan Akal Sehat dan Pengingkaran terhadap Esensi Pendidikan

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.