Saya rasa tidak berlebihan untuk mengatakan masa depan bangsa ini bergantung pada mahasiswa jurusan pendidikan. Merekalah yang akan menjadi guru bagi anak-anak kita. Anak-anak yang kelak menjadi penerus bangsa.
Bibit-bibit menjadi guru yang kompeten perlu ditanamkan sejak mereka masih menjadi mahasiswa. Namun, yang terjadi saat ini, mahasiswa jurusan pendidikan tidak banyak yang termotivasi menjadi guru. Ironi memang, tapi hal itu dapat dipahami setelah mengetahui beberapa alasannya.
Mahasiswa jurusan pendidikan buangan jurusan lain
Dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan saat saya masih menempuh jenjang sarjana (S1) pernah melakukan survei kecil-kecilan. Survei itu ingin mengetahui berapa banyak mahasiswa jurusan pendidikan yang menjadikan jurusannya sebagai pilihan pertama. Banyak yang mengaku jurusan pendidikan adalah pilihan kedua, bahkan ketiga. Mereka terlempar dari jurusan-jurusan yang lebih favorit seperti Ekonomi Pembangunan, Akuntansi, dan Manajemen.
Konsekuensi menjadi jurusan bukan pilihan pertama ada banyak, salah satunya kualitas mahasiswa yang tidak sebaik jurusan favorit. Kalau begitu ceritanya, jangankan memiliki penerus bangsa yang berkualitas, calon guru berkualitas dan kompeten yang bakal menjadi pendidik saja tidak ada.
Menurut survei kecil-kecilan dosen saya di atas, tidak heran kalau kemudian banyak mahasiswa jurusan pendidikan yang tidak tertarik menjadi guru setelah lulus. Kalaupun ada yang menjadikan jurusan pendidikan sebagai pilihan pertama, mereka hanya mengejar jurusan dengan selektivitas masuk yang tidak ketat. Sejak awal, mereka memang tidak berniat menjadi guru.
Baca halaman selanjutnya: Tidak ingin menjadi guru