MOJOK.CO – Membicarakan ganja memang nggak bakal ada selesainya. Di negara ini, ganja dilarang karena termasuk narkotika, negara-negara lain juga melakukan hal yang sama. Tapi ada negara yang melegalkan ganja. Lho kok beda-beda?
Gara-gara Jefri Nichol kakean polah dengan membuat twit tentang privilege wajah ganteng, orang kembali mengungkit kasus yang menerpa dirinya. Ganja sempat menjadi topik yang hangat di lini masa media sosial. Tentu bahasan ganja tidak melulu tentang artis yang tertangkap karena barang tersebut, namun tentang fakta-fakta lain.
Di Indonesia, ganja dilarang karena ganja termasuk narkotika. Ganja dilarang karena mengandung unsur psikotropika, yaitu tetrahidrokanabinol (THC), yang menyebabkan perubahan perubahan pada aktivitas dan mental seseorang. Meski belum ditemui orang yang melakukan kejahatan macam merampok bank atau membacok orang di jalanan karena efek giting, tapi tetap saja ganja dilarang karena alasan di atas. Karena tergolong narkoba, mengonsumsi atau mengedarkan ganja bisa mengantarkanmu ke kos-kosan yang dibiayai negara (baca: penjara).
Meski begitu, ada daerah di Indonesia yang terkenal sebagai daerah penghasil ganja, yaitu Aceh. Ini sudah jadi rahasia umum yang bisa kalian temukan dengan mencari di Google. Aceh terkenal menggunakan ganja sebagai bumbu masakan, bukan sebagai alat giting bersama. Tetap saja di Aceh ganja termasuk ilegal, dan aktivitas penanamannya pun sembunyi-sembunyi. Jadi buang pikiran kalian kalau orang-orang di Aceh sering ditemukan kewer di halaman rumah.
Padahal sebenarnya ganja punya fungsi lain selain membuat orang kewer. Dalam dunia medis, ganja dikenal punya banyak manfaat. Ganja bahkan disebut tumbuhan ajaib karena efek positif yang ditimbulkan begitu banyak. Tapi penelitian tentang efek positif ganja belum bisa maksimal karena pelarangan membuat proses ngurus izinnya jadi ribet.
Karena efek positif yang didapat dari ganja, banyak negara yang mencabut larangan ganja. Mereka melegalkan ganja dengan syarat yang ketat dan tidak bisa digunakan sembarangan. Dengan begitu, peredaran ganja ilegal bisa ditekan. Manfaat medis yang didapat dari ganja adalah untuk mencegah kejang otot untuk pengidap epilepsi, mengurangi nyeri, menghambat perkembangan Alzheimer, dan mengatasi depresi.
Soal manfaat ganja sebagai obat, ini pengetahuan lama sebenarnya. Beberapa tahun lalu Indonesia sempat gempar ketika ada PNS di Kalimantan Barat mengobati istrinya yang sakit pakai ganja. Menurut penuturan sang suami, si istri yang punya kista di sumsum tulang belakang kondisinya membaik sejak mengonsumsi daun ganja yang dicampur dengan makanan. Walau jelas-jelas tujuannya untuk pengobatan dan bukan untuk mabuk hura-hura, si PNS tetap ditangkap karena ganja adalah golongan I. Ini golongan narkotika yang paling berat ancaman pidananya, berkisar dari 4 sampai 20 tahun. Seminggu setelah sang suami ditangkap polisi, si istri meninggal dunia. RIP.
Di negara atau wilayah yang melegalkan ganja, keputusan ini didasarkan pada fakta, meski ganja menyebabkan kecanduan (secara fisiologis dan psikologis), namun efeknya tidak seakut dan separah opium. Selain itu ada pertimbangan seperti, peredaran ganja secara bawah tanah justru membuat harganya mahal dan menjadi lahan bisnis geng kriminal. Soal ini, kamu bisa nonton Narcos: Mexico di Netflix. Dengan melegalkan ganja, penggunaannya jadi lebih terkontrol serta perdagangannya menggerakkan ekonomi.
Sejumlah negara tercatat melegalkan ganja, meski konvensi PBB tentang narkotika masih melarangnya. Di Belanda, Kanada, Afrika Selatan, dan Uruguay, orang bahkan sudah boleh make ganja untuk senang-senang. Ada lebih banyak negara yang masih melarang ganja untuk pengganti rokok, namun membolehkannya sebagai obat–Thailand adalah contoh terbaru dan terdekat.
Meski penggunaan ganja untuk kepentingan medis mulai lumrah untuk dunia, tetap saja di Indonesia dilarang. Resistensi dari masyarakat yang masih mengenal ganja lewat stigma negatif menyumbangkan banyak penolakan terhadap usaha melegalkan ganja demi kepentingan medis. Tapi sudah ada penelitian tentang menjadikan ganja sebagai obat diabetes yang disetujui Kemenkes pada 2015.
Tapi tidak bisa dimungkiri meski khasiatnya banyak, ganja tetaplah memiliki efek samping. Selain sering disalahgunakan untuk kegiatan mabuk, ganja juga punya efek samping yaitu menyebabkan glaukoma jika dikonsumsi berlebihan. Apa-apa kalau berlebihan memang nggak bagus, mulai dari makan nasi sampai mencintai dia. Karena itu meski legal di beberapa negara, penggunaannya benar-benar diatur ketat oleh negara.
Beberapa informasi di atas bisa memberikan sedikit gambaran tentang seluk beluk ganja yang masih kabur bagi beberapa orang. Yang jelas informasi di atas tidak membuatmu dengan pede bertanya kepada teman-temanmu yang berasal dari Aceh dengan pertanyaan macam “Bro, abis makan gulai kambing dikasih biji ganja kamu giting nggak?”
BACA JUGA Banyak Bualan di Jalan Kaliurang dan artikel menarik lainnya di POJOKAN.