MOJOK.CO – Modifikasi motor, nggak melulu soal tren. Ada pula modifikasi yang memang diperlukan, seperti merombak Honda Astrea Prima untuk difabel.
Menjadi penyandang difabel tidak seharusnya membuat seseorang berhenti berkarya. Setidaknya, itulah yang terjadi pada orang yang saya kenal. Dia kehilangan tangan kanan saat mengalami kecelakaan lalu lintas. Hal itu membuatnya menjadi penyandang difabel. Dengan keadaannya, ia tetap bisa bekerja pada bidang yang ia minati.
Namun, bukan berarti ia tak mendapat hambatan saat berkarya. Keterbatasan alat dan sarana sering menjadi hambatan utama sehingga karya yang dia hasilkan tidak dapat optimal. Salah satunya, adalah ketika ia memerlukan sebuah kendaraan yang “ramah” sebagai alat transportasinya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk memodifikasi kendaraan agar bisa digunakan dengan nyaman dan aman.
Pilihan motor yang dimodifikasi jatuh pada Honda Astrea Prima tahun 1989. Meski sudah berumur, motor ini memang terkenal tangguh dan bandel. Tak kalah pamor dengan motor jenis baru yang kini menjamur di pasaran.
Suku cadang yang mudah ditemukan menjadi salah satu alasan motor jenis ini tetap berjaya. Pada motor Honda Astrea Prima yang kami coba modifikasi, bahkan ada bagian yang menggunakan suku cadang motor Tiger keluaran tahun 2000.
Padahal, dibalik alasan suku cadang yang mudah ditemukan, alasan sesungguhnya adalah memang hanya motor Honda Astrea Prima ini saja yang siap dipermak. Dengan harganya yang tidak mahal alias murah (tapi ndak murahan), jadi nggak begitu sayang kalaupun setelah diotak-atik ternyata gagal. Hehehe.
Kebanyakan motor di Indonesia, menempatkan tuas gas di sebelah kanan. Dan bagi orang yang tidak memiliki tangan kanan, tentu akan kesulitan saat menggunakan moda transportasi jenis ini. Maka, hal pertama yang dilakukan (tentu setelah berdoa kepada Sang Pencipta) adalah memindahkan tuas gas dari kanan ke kiri. Sekaligus tuas rem depan juga ikut dipindah. Ternyata, banyaknya jumlah orang kidal di dunia ini, toh tidak membuat piranti pendukung seperti ini mudah didapatkan.
Untuk mendapatkan tuas gas kidal, kita harus pesan sebelumnya atau istilah kerennya indent. Tidak semua bengkel menyediakan stok barang tersebut. Bisa jadi karena permintaan yang langka. Bahkan orang kidal di lingkungan saya pun, tidak semua berpikir untuk melakukan modifikasi semacam ini.
Setelah tuas gas dan rem dipindah, saatnya melakukan test drive. Dan hasilnya di luar dugaan. Ternyata tidak cukup memindah tuas gas saja supaya motor Honda Astrea Prima ini dapat beroperasi dengan optimal.
Kidal dan tidak punya tangan kanan, ternyata memiliki perbedaan besar. Terutama selama masa uji coba. Untuk menguji tingkat kesulitan, saya juga akhirnya mencoba “mengendalikan” motor hanya menggunakan tangan kiri.
Menggunakan satu tangan untuk mengendarai motor, memiliki masalah serius dalam hal keseimbangan saat berkendara. Hal ini membuat kendaraan tidak stabil saat melaju, terutama pada kecepatan rendah. Untuk mengatasinya, dipasanglah tambahan pada stang sebelah kanan untuk mempermudah handling atau bahasa yang lebih keren nyetangi. Dengan demikian, motor menjadi lebih stabil saat dikendarai.
Setelah cukup stabil, ternyata keluhan lain muncul. Saat dibawa ke “lapak” yang berada di sawah atau lapangan, masalah kestabilan masih menggangu. Ini sebenarnya orang lagi motoran apa mau jadi crosser sih? Motor kok pake dibawa ke sawah??!! Saya mau kasih saran ganti motornya sama traktor, tapi kok ya dia bukan petani, bingung kan jadinya nanti. Lantaran saran saya itu memang tidak memberikan solusi positif, akhirnya tidak jadi saya sampaikan.
Ide lain muncul setelah saya melihat “Batmobile” beraksi di film Batman (yang entah apa judulnya). Ternyata kendaraan yang ceper memiliki keseimbangan yang baik. Dengan demikian, menurunkan jarak body motor Honda Astrea Prima ke aspal bisa menjadi solusi yang layak dicoba.
Untuk memperpendek jarak antara bodi dengan aspal bisa dilakukan melalui 2 cara. Yaitu dengan menurunkan suspensi (shockbreaker), atau dengan mengecilkan ukuran roda.
Cara yang pertama pernah saya lakukan, dan sepertinya tidak cocok untuk jenis modifikasi ini. Hal ini dikarenakan medan pertempuran yang dilalui adalah area sekitar persawahan yang terjal dan tidak rata, sehingga membutuhkan suspensi dengan kemampuan maksimal. Karena itu, saya memutuskan untuk mengganti velg motor dengan ukuran yang lebih kecil. Mengganti velg ukuran standar (ring 17) dengan velg ukuran 14 (velg motor Mio) saya lakukan untuk membuat motor lebih ceper dan mudah dikendalikan.
Cara yang paling mudah, tinggal tukar tambah aja di tukang onderdil bekas, maka kita tidak akan repot hanya buat ngurusin velg (tapi, belum tentu juga dia mau urus). Hal itu bisa dilakukan dengan catatan: tromol juga harus ditukar dengan jenis yang sama.
Jadi, untuk jual-beli atau tukar-tambah di toko sparepart second, sebelumnya harus ada perjanjian kalau nggak pas bisa ditukar atau dikembalikan. Dengan perjanjian sebelumnya, maka kedua pihak bisa sama-sama enak dalam bertransaksi.
Kalau pengin repot sih, bisa aja beli velg baru di toko sparepart, sekalian jeruji buat velg-nya. Tapi kadang nggak ada ruji yang pas karena tromol dan velg udah beda jenis. Untuk masalah itu, Anda tidak perlu khawatir. Pasalnya, ruji juga bisa dipotong terus dibuat ulir (drat) baru. Beres deh masalah.
Tapi untuk urusan gituan sih, mending tuker-tambah aja. Daripada menyimpan barang yang tidak dipakai dan akhirnya malah akan rusak karena berkarat. Jadi, mendingan ditukar, siapa tahu bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkan.
Modifikasi yang dilakukan, dari pindah tuas gas hingga ganti ukuran roda mampu membuat Honda Astrea Prima 1989 bisa merumput ke lapangan dan main ke sawah dengan lebih mantap. Membuat urusan “lapak” jadi sedikit lebih lancar.
Bagi penyandang difabel yang mau berkarya terkadang memang memerlukan usaha yang lebih berat. Selain itu, juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk memodifikasi perlengkapan dan sarana yang dibutuhkan.
Belum lagi untuk urusan legalitas modifikasi yang perlu dilakukan verifikasi dengan prosedur yang tidak semua orang tahu. Selain itu, prosedur mendapatkan SIM khusus difabel juga akan menjadi masalah tersendiri. Menyadari hal itu, tampaknya keamanan dan kenyamanan berkendara bagi difabel masih harus menempuh perjalanan yang cukup panjaaaaaaaaaaaaaaaaaang.
Nggak perlu jauh-jauh ngomongin negara apakah bakal memberikan akses bagi mereka atau nggak. Bahkan untuk mereka yang sudah menerima keadaan dan berusaha memandirikan diri sendiri saja, masih harus mengalami kesulitan di sana-sini. Hadeeeh~