Densus 88 Antiteror dan Polda Riau menangkap tiga orang yang diduga teroris di kampus Universitas Riau (UNRI), Sabtu 2 Juni 2018 kemarin. Dalam penangkapan tersebut, tim Densus dan Kepolisian mengamankan beberapa barang bukti berupa empat bom rakitan yang siap diledakkan, beberapa bubuk mesiu peledak, busur serta anak panah.
Tiga terduga teroris ini masing-masing berinisial Y, D, dan K. ketiganya adalah alumni angkatan lama.
Penangkapan ketiga terduga teroris ini berlangsung di Sekretariat Mahasiswa Pecinta Alam, ketiganya sudah beberapa hari menginap di sana sambil merakit bom.
Setelah ditangkap, Polisi kemudian memberikan keterangan terkait target operasi teror yang rencananya akan dilakukan oleh ketiga terduga teroris ini, dan cukup mengagetkan, sebab target operasi aksi teror mereka ternyata bukanlah tempat ibadah atau kantor polisi seperti aksi-aksi teror yang terjadi belakangan ini, melainkan gedung DPR dan DPRD.
“Diduga menyerukan amaliyah atau penyerangan terhadap kantor-kantor DPR RI dan DPRD,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto.
Banyak spekulasi yang beredar tentang target gedung DPR dan DPRD ini, salah satunya terkait revisi Undang-Undang Terorisme yang memang baru saja disahkan oleh DPR.
Berita soal para terduga teroris yang berencana akan meledakkan gedung DPR ini tentu saja bikin gayeng lini masa media sosial. Maklum saja, selama ini, orang-orang memang dengan jelas membenci terorisme, namun di sisi yang lain, orang-orang juga punya sentimen yang buruk terhadap anggota DPR. Sehingga ketika diketahui bahwa gedung DPR diproyeksikan menjadi target terorisme, hal tersebut menjadi cukup membingungkan, utamanya dalam menyikapinya.
Lha gimana, banyak anggota DPR yang memang pemalas. Saking malasnya, mereka bahkan sering bolos sidang. Di sidang paripurna DPR 2017/2018 lalu, hanya 237 dari 560 angota yang hadir.
Selain itu, berdasarkan survei Global Corruption Barometer (GCB) yang dirilis Transparency International Indonesia (TII), yang dirilis tahun lalu menempatkan DPR sebagai lembaga paling korup. Selain itu, menurut data dari KPK, jumlah anggota DPR dan DPRD yang trekerat kasus korupsi dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya juga terus bertambah.
Maka, tak heran jika kemudian di kolom-kolom komentar situs yang menayangkan berita tentang gedung DPR dan DPRD yang menjadi target aksi teror ini, tak sedikit komentar yang menunjukkan dukungan pada para teroris.
Rasanya, anekdot klasik soal penculikan anggota DPR itu memang relevan adanya:
Di tengah kemacetan yang disertai terik panas yang menyengat, seseorang tiba-tiba berlari dan mengetuk pintu mobil seseorang.
“Ada apa, Pak?” Kata si empunya mobil.
“Gawat, Pak. Di dalam gedung DPR sana, ada kelompok penculik yang sedang beraksi, mereka menculik seluruh enggota DPR, dan mereka meminta tebusan sebesar tiga ratus miliar. Ini kami sedang berusaha mencari sumbangan”
“Terus? Kalau mereka tidak mendapatkan uangnya, gimana?”
“Mereka mengancam akan menyiram seluruh anggota DPR dengan bensin dan membakarnya.”
“Wah, gawat kalau begitu. Ya sudah, saya ikut menyumbang. Oh ya, sejauh ini, berapa orang-orang biasanya menyumbang?”
“Rata-rata menyumbang satu liter, Pak!”