MOJOK – Dikritik habis-habisan karena dianggap memboroskan uang negara, Mahfud MD akhirnya buka-bukaan dan mengklarifikasi beberapa tudingan miring soal jabatan dan hak keuangannya di BPIP.
Polemik mengenai pendapatan para pejabat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mencapai angka 100-an juta per bulan belakangan ini memang banyak menemui kritikan. Banyak tokoh-tokoh yang berseberangan dengan Pemerintah menyayangkan jumlah fantastis pendapatan yang diterima oleh para pejabat BPIP.
Seperti yang diketahui sebelumnya, pada 23 Mei silam, Presiden Jokowi menetapkan peraturan presiden mengenai gaji dan fasilitas para pejabat BPIP. Angka yang mencapai 100-an juta dianggap sebagai pemborosan. Hal ini semakin panas digoreng karena terdapat nama Megawati Soekarnoputri, yang menjabat sebagai Dewan Pengarah BPIP, mendapatkan take home pay 112 juta per bulan.
Beberapa lawan politik pun ramai-ramai mengritik ini sebagai bagian dari pemborosan anggaran negara. Tak ketinggalan Lord Amien Rais yang bahkan sampai menyebut, “hanya tukar pikiran wah (digaji) 100 juta lebih.” Bahkan kalau mau mengutip lebih lengkap kalimat dari bellio, Pak Amien Rais sampai menyebut kata; “ongkang-ongkang”.
Gerah karena diserang oleh lawan-lawan politik, Mahfud MD muncul menjawab serangan-serangan yang juga mengarah kepadanya. Sebagai salah satu pejabat BPIP, Mahfud MD coba menjelaskan satu-satu.
Pangkal persoalan yang utama adalah soal beda antara pendapatan dengan gaji. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan bahwa jajarannya sebenarnya hanya menerima gaji pokok Rp5 juta per bulan. Lalu ada tunjangan operasional dan lain-lain yang jika dijumlahkan hasilnya sampai ke angka 100-an tadi.
Beberapa pola pikir yang menyebut bahwa pendapatan pejabat BPIP besar seharusnya juga perlu dibandingkan dengan melihat juga sebesar apa anggota DPR “digaji” oleh negara. Mahfud MD menyebut, gajinya waktu menjabat anggota DPR pada 2004 saja lebih tinggi daripada “rencana gaji” yang akan diterima pejabat anggota BPIP pada tahun 2018.
Pada praktiknya, pada 14 tahun silam seorang anggota DPR bisa saja menerima take home pay di luar gaji pokok sampai menembus angka 150 juta. Padahal itu angka yang masih di bawah rencana gaji seorang Ketua Dewan BPIP. Jika seorang anggota DPR saja menerima sebesar itu, bisa dibayangkan berapa yang diterima oleh seorang Wakil Ketua atau Ketua DPR RI selama sebulan?
Hal ini tentu sangat mengherankan ketika sosok seperti Fadli Zon, Wakil Ketua DPR, sampai Mardani Sera, anggota DPR dari Fraksi PKS, menolak habis-habisan rencana ini karena dianggap sebagai pemborosan negara. Jika berkaca pada gaji anggota DPR pada 2004 saja angkanya masih di atas pejabat BPIP yang sekarang, kira-kira berada di kisaran berapa pendapatan mereka berdua setiap bulannya pada era sekarang?
Tidak hanya persoalan gaji, baru-baru ini saling balas tweet antara Mohamad Guntur Romli dengan Mahfud MD menunjukkan bahwa honor rapat seorang anggota DPR pun tak kalah fantastis angkanya. Dalam kicauannya, Romli menyebut, “Saat di DPR, Mahfud MD pernah balikin honor rapat Rp160 juta.”
Tak berselang lama, Mahfud MD merevisi pernyataan tersebut. Bukan pada nominal uang yang diterima, melainkan pada jabatan dan proses “pengembalian” honor yang dimaksud:
Mas Guntur, https://t.co/rqtKmtMlYG sedikit keliru. Yg 160 jt sy hibahka ke negara sbg Penerimaan Negara Bkn Pajak (PNBP) itu saat sy jd Ket. MK (2011). Saat di DPR sy hibahkan PNBP kpd negara jika sy dpt honor double (dari Pemerintah & DPR) yg meski sah tapi tak pantas. https://t.co/8h9YmpJ5SZ
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) May 31, 2018
Dari keterangan tweet Mahfud MD, uang 160 juta sebagai honor rapat itu tidak dikembalikan (karena memang tidak ada mekanisme pengembalian itu), tapi dihibahkan kepada negara saat masih menjadi Ketua MK tahun 2011. Sedangkan saat jadi DPR, honornya juga dikembalikan karena merasa tidak pantas nerima meskipun sah secara aturan.
Tapi jika dipikir-pikir kembali, seorang anggota DPR mendapatkan gaji dan take home pay sangat besar ya itu memang pantas saja. Sebab DPR telah melaksanakan tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat.
Rakyat pengen dihormati dan dihargai sudah mereka wakili, rakyat pengen hidup mewah sudah mereka wakili, rakyat pengen digaji tinggi mereka sudah wakili, bahkan sampai rakyat kesal karena gaji BPIP mau mendekati gaji mereka, kekesalan itu juga mereka wakili secara luar biasa.