Banyak pegawai negeri yang tak pernah puas dengan jatah hari libur yang sudah diberikan oleh pemerintah, sehingga tak sedikit pegawai negeri yang nekat mbolos tidak masuk kerja di tanggal-tanggal yang dinilai sebagai tanggal strategis seperti harpitnas (hari kecepit nasional) atau tanggal-tanggal setelah libur panjang.
Nah, tanggal 2 Januari besok adalah salah satu tanggal strategis yang sangat berpotensi bagi para pegawai negeri untuk mbolos kerja. Potensi tersebut memaksa Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) untuk menegaskan bahwa 2 Januari 2018 bukan tanggal merah sehingga para pegawai negeri harus tetap masuk.
Demi mengawal kedisiplinan para pegawai negeri untuk tetap masuk kerja di tanggal 2 Januari besok, Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno akan melaksanakan sidak.
Kepada media, Sandiaga menginformasikan perihal rencananya untuk inspeksi ke kantor-kantor pemerintahan.
“Tanggal 2 saya akan datang, saya cek saya dateng nanti ke tempat mereka,” kata Sandiaga.
Betapa bahagianya para pegawai negeri di Jakarta karena punya pemimpin seperti Sandiaga Uno, yang bahkan untuk melaksanakan inspeksi, ia sudah lebih dulu menginformasikannya lewat media.
Banyak yang kemudian nyinyir menertawakan Sandiaga atas hal ini.
“Mau inspeksi kok diberitahu dulu.”
“Sidak kok ngomong-ngomong.”
“Mau inspeksi kok banyak yang tahu.”
Dan masih banyak nyinyiran lainnya.
Sungguh mereka tidak tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Sandiaga adalah sesuatu yang visioner.
Ia bilang akan inspeksi dan sengaja memberitahukannya pada media semata untuk digunakan sebagai ancaman kepada para pegawainya yang berencana akan mbolos kerja.
Jadi, nanti pas tanggal 2, jika dia punya urusan dan terpaksa tidak bisa melaksanakan inspeksi, maka para pegawai negeri akan tetap masuk seperti biasa karena mereka sudah kadung tahu lewat media bahwa tanggal tersebut Sandiaga akan inspeksi.
“Kena deh looo…” batin Sandiaga.
Kita boleh menertawakan Sandiaga. Padahal percayalah, kitalah yang mungkin sekarang sedang ditertawakan oleh Sandiaga karena ketidaksampaian otak kita memahami rencana visioner Sandiaga.
Soal berpikir, kita selalu duo, sedangkan Sandiaga selalu Uno.