Rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai caleg ternyata menuai banyak rintangan. Sejumlah pihak disebut tidak menyetujui usaha KPU tersebut, di antaranya adalah DPR, Bawaslu, sampai Kemendagri.
Seperti diketahui, KPU mengusulkan agar mantan terpidana kasus korupsi dilarang untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg). Usulan tersebut termuat dalam rancangan peraturan KPU (PKPU) tentang kampanye Pasal 8 Ayat (1) huruf j.
Sayang sekali, dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan KPU yang digelar Selasa 22 Mei beberapa waktu yang lalu, Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sepakat menolak usulan KPU tersebut.
Rancangan peraturan KPU itu dinilai melanggar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 4 tahun 2014 dan nomor 51 tahun 2016 yang menyatakan bahwa narapidana korupsi yang telah selesai menerima hukumannya, haknya untuk dipilih bisa kembali apabila mengakui kesalahannya di hadapan publik.
Anggota bawaslu Fritz Edward Siregar bahkan menyebut KPU telah melakukan pelanggaran HAM karena melarang mantan koruptor untuk mendaftar sebagai caleg.
“Bagi kami itu tidak sekadar melanggar undang-undang, tapi melanggar HAM berat. Kenapa? Karena hak orang untuk dipilih telah dihilangkan oleh peraturan KPU,” ujar Fritz.
Namun begitu, walau mendapat banyak tentangan dari banyak pihak, KPU tetap kukuh untuk melarang mantan napi kasus korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif.
“Soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya tetap, untuk tidak memperbolehkan,” kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menegaskan bahwa larangan bagi mantan napi korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif tidak melanggar HAM. Arief juga mengungkapkan rencana larangan tersebut dibuat dengan dasar dan pertimbangan yang matang.
“KPU kan membuat ini juga tidak tanpa dasar,” kata Arief.
Entah apa yang dipikirkan oleh orang-orang yang tetap memaksa bahwa mantan koruptor diperbolehkan jadi caleg ini. Mungkin memang benar apa kata Pengamat politik Universitas Padjajaran Idil Akbar bahwa para pendukung eks koruptor nyaleg sejatinya ingin melindungi kolega mereka.
Yah, namanya juga Indonesia, orang-orangnya punya jiwa saling tolong-menolong yang tinggi.