MOJOK.CO – 16 Besar Euro 2020 | Belanda vs Ceko | Stabilitas Londo akan diuji kekuatan salah satu kuda hitam. Memang stabil, tapi apakah tidak rapuh?
Isidorus Rio: “Stabilitas Belanda bukan isapan jempol!”
Melihat Italia ngos-ngosan melawan Austria, yang bahkan dengan mudah dijinakkan Belanda di fase grup, membuat Londo selayaknya jadi kekuatan yang layak dipantau.
Saya punya alasan kenapa Belanda layak jadi kandidat juara, sekaligus membuktikan bahwa saya salah memprediksi kekuatan awal negara ini dalam penentuan pemain yang dibawa ke Euro 2020.
Pertama, Frank de Boer (FdB) agaknya sudah punya racikan yang pas untuk mengoptimalkan formasi 5-3-2 andalannya itu. Meski didesak banyak publik di Belanda untuk beralih ke 4-3-3, FdB ngotot dengan formasi awalnya itu dan terbukti moncer di babak grup.
Kedua, pilihan pemain yang dibawa FdB sepertinya memang sudah didesain untuk mengakomodasi kebutuhan strategi di atas lapangan. Kita mengernyitkan dahi melihat nama Patrick van Aanholt dan Daley Blind di tim utama, namun siapa sangka, keduanya jadi kepingan tak tergantikan di starting eleven.
Ketiga, Belanda punya 10 nama yang sudah paten dengan skema main FdB dan sang pelatih hanya perlu sedikit bongkar pasang menyesuaikan dengan strategi masing-masing lawan. Sebagai contoh, Wout Weghorst dan Donyell Malen bisa dipakai bergantian untuk diduetkan dengan Memphis Depay, tergantung kondisi lawan.
Weghorst tampil oke di laga lawan Ukraina, sebelum kemudian Malen meledak di laga lawan Makedonia Utara. Depay? Tentu saja siapa pun tandemnya, penyerang anyar Barcelona ini tinggal menyesuaikan saja dan terbukti moncer.
Di sisi lain, Republik Ceko memang bukan lawan sembarangan. Namun, buat negara yang sama Inggris saja kalah dan gagal mencetak gol, agaknya Belanda bisa disebut lebih unggul di atas kertas. Satu-satunya ancaman adalah kehadiran Patrik Schick yang bisa jadi kartu AS.
Namun jangan lupa, dengan kembalinya Matthijs de Ligt selepas cedera, lini belakang Belanda tak tersentuh gol sama sekali di laga lawan Austria dan Makedonia Utara!
Belanda bisa begitu memastikan dari berbagai sisi. Di kanan, Denzel Dumfries yang begitu agresif dan menjadi salah satu pemain terbaik turnamen sejauh ini, tampil stabil sejak laga pertama.
Di kiri, Daley Blind menjelma jadi bek tengah yang begitu piawai membangun serangan sekaligus menjadi ball carrier yang oke dari lini belakang hingga ke tengah atau depan.
Di lini tengah, superioritas Belanda begitu kentara karena trio Frenkie de Jong, Gini Wijnaldum, dan Marten de Roon terasa sangat pas. Wijnaldum menawarkan daya dobrak dari lini kedua, Frenkie dengan kemampuannya menjaga verticality di lini tengah, hingga de Roon yang tangguh dalam bertahan sebagai DMF.
Semua makin lengkap karena lini serang Belanda diisi striker-striker dengan kemampuan bermain free role dan tidak diam menunggu bola di kotak penalti.
Malen, di laga lawan Makedonia Utara, punya heat map di sisi flank yang begitu banyak dan membuat lawan susah mematikan gerakannya. Sementara Depay, dengan kemampuan teknik dan kecepatannya, nyaris bisa menjadi ancaman terlepas dengan siapa dia akan ditandemkan di lini depan.
Saya tahu, netizen Indonesia banyak yang sayang dengan Italia dan segala romantismenya terkait Serie A, tapi hati-hati, Belanda bisa merusak semua prediksi bandar dan itu dimulai dari menggila Ceko nanti malam.
Haris Firmansyah: “Surat dari Praha untuk Negeri van Oranje”
Republik Ceko dan Belanda bertemu di perdelapan final Euro 2020. Ceko yang sudah pernah mencicipi menang-seri-kalah di fase grup, dipaksa berhadapan dengan Belanda yang tak terkalahkan.
Bagi sineas Indonesia, dua negara di atas cukup seksi untuk dijadikan latar sebuah film. Sebutlah Negeri van Oranje yang bercerita tentang cinta segi lima mahasiswa asal Indonesia di Belanda. Atau Surat dari Praha, tentang kisah Mahasiswa Ikatan Dinas (MAHID) asal Indonesia yang terjebak di ibu kota Ceko itu sebagai eksil akibat peristiwa 1965.
Negeri van Oranje diangkat dari novel berjudul sama. Sementara Surat dari Praha terinspirasi dari kisah nyata para mahasiswa Indonesia di luar negeri yang kehilangan kewarganegaraan karena menolak mengakui rezim Orde Baru. Lantas tidak bisa pulang ke Tanah Air setelah dicap komunis, padahal nasionalis.
Palang Merah Internasional di Cekoslowakia menjadi tempat bernaung bagi para korban peristiwa 1965 itu selama bertahun-tahun. Barulah ketika rezim di Ceko berganti menjadi demokrasi, mereka mendaftarkan diri menjadi warga negara Republik Ceko. Ketika rezim digulingkan mahasiswa, mereka baru bisa pulang ke Indonesia. Namun, mereka sudah menjadi orang Ceko.
Sewaktu Euro pun pastinya mereka mendukung timnas Ceko, bukan Indonesia (karena nggak mungkin ikutan). Bisa jadi salah satu dari mereka menulis Surat dari Praha untuk para mahasiswa Indonesia yang kuliah di Negeri van Oranje. Mungkin isi suratnya bakalan begini:
Teruntuk Para Mahasiswa Indonesia di Negeri Van Oranje,
Dibandingkan Republik Ceko yang mendarat di peringkat tiga klasemen grup, Belanda memang lebih berprestasi dengan memenangi setiap laga dan sukses jadi juara grup.
Namun, Ceko pasti waspada dengan Belanda. Tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti Indonesia dulu, yang berakibat sampai 350 tahun ke depan.
Menantang Belanda sudah pasti bakalan terasa berat. Mengingat performa timnas Ceko makin kesini makin kendor. Lawan Skotlandia, Schick cetak dua gol. Lawan Kroasia, Schick cetak satu gol (itu pun dapat dari penalti). Eh, lawan Inggris, Schick puasa gol.
Kemungkinan, pertandingan melawan Belanda nanti berakhir seri. Lalu adu penalti. Schick cetak gol. Alhasil Ceko keluar sebagai pemenangnya.
NB: Ngapain Belanda ngotot jadi pemenang di setiap pertandingan? Padahal kalau jadi juara, Belanda cuma dapat trofi, bukan rempah-rempah.
BACA JUGA Italia vs Austria: Anjing menggonggong, Azzurri melaju dan ulasan Euro 2020 lainnya.