MOJOK.CO – Menurut BPS, angka kemiskinan menurun. Tapi kok rasa-rasanya beli apa-apa masih susah ya? Sebenarnya kami ini termasuk kaum miskin atau enggak sih?
Ketika seorang manager kantor Mojok mengeluhkan harga bahan pokok naik, tapi terpaksa tidak bisa mengurangi pasokan indomie –karena pasti langsung diprotes—, kemudian tiba-tiba tersiar berita yang menghembuskan kabar bahwa angka kemiskinan kita mencapai titik terendah sepanjang sejarah. Tunggu dulu, tunggu dulu. Ini ada apa ya? Kok bisa?
Lha gimana ya, harga telur naik, harga ayam juga naik, harga daging apalagi. Rupiah terus melemah. Terus ada yang bilang kemiskinan menurun?
Ini menurun bagaimana?!
Jadi, kalau menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan kita per Maret 2018 hanya berada di angka 9,82 %. Ini sebuah pencapaian pertama kali bagi Indonesia. Pasalnya, sejak tahun 2011 tingkat kemiskinan kita masih berada dalam presentase double digit yakni, 12,49% dan setelah 7 tahun berjalan, akhirnya kini hanya menjadi single digit.
Per Maret 2018, jumlah orang miskin di Indonesia ternyata berkurang sebesar 633.000 dari 26,58 juta pada September 2017 menjadi 25,95 juta. Batas garis kemiskinan pun meningkat, dari Rp387.160 menjadi Rp401.220 per kapita per bulan.
Oke, untuk kamu yang sudah berkeluarga punya anak masih satu, dengan gaji di atas Rp1.200.000 per bulan, jangan ngaku-ngaku miskin. Lalu berani-beraninya daftarin anak sekolah lewat jalur SKTM!
Sebelum protes, setidaknya ini adalah sebuah progres yang layak untuk disyukuri.
Penurunan angka kemiskinan di Indonesia tersebut dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, bantuan sosial (bansos) yang diberikan oleh pemerintah, adanya peningkatan penyaluran program beras sejahtera (rastra) dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT).
Namun, walau angka kemiskinan mengalami penurunan. Pemerintah masih memiliki banyak PR yang juga harus segera diselesaikan.
Pertama, angka kesenjangan kemiskinan antara kota dan desa masih sangat tinggi. Angka kemiskinan di desa sebesar 13,20% atau hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kota yang sebesar 7,02%.
Kedua, pembangunan infrastruktur belum merata. Pemerintah masih punya PR karena daerah seperti Maluku-Papua masih sebesar 21,20%. Dengan pembangunan infrastruktur yang merata, diharapkan dapat membantu menekan angka kemiskinan di Indonesia Timur.
Ketiga, ada beberapa komoditas makanan yang memberikan sumbangsih besar terhadap garis kemiskinan di Indonesia. Pertama yakni beras yang menyumbangkan angka kemiskinan di perkotaan sebesar 20,95% sedangkan di perdesaan sebesar 26,79%. Kedua adalah rokok kretek filter dengan sumbangan di perkotaan sebesar 11,07% dan di perdesaan sebesar 10,21%. Adapula komoditas bukan makanan, yakni perumahan dengan sumbangan di perkotaan sebesar 8,30% dan di perdesaan sebesar 6,91%.
Menurut BPS, peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Sumbangan makanan terhadap garis kemiskinan pada Maret 2018 sendiri mencapai 73,48%.
Keempat, meningkatkan program-program agar tepat sasaran sehingga dapat menurunkan kemiskinan dengan lebih cepat. Pasalnya, beberapa tahun belakangan penurunan yang terjadi masih sangat lambat. Jadi perlu dipercepat, agar pemerataan segera terasa.
Btw, ada yang mau nambahin PR ke Pemerintah?
Iya sih, kalau dilihat dari angka-angkanya, kemiskinan kita menurun. Tapi, Pak. Anu, ini bukan tentang angka, tapi tentang rasa. Rasanya kok masih sulit hidup foya-foya ya~ (A/L)