MOJOK.CO – Udah tau salah, tapi kok nggak mau ngaku salah? Situ yang punya Planet Bumi, ya? Hmm???
Dalam ulangan harian semasa sekolah, Ibu Guru menandai jawaban saya yang benar dengan sebuah centang dan jawaban yang salah dengan sebuah silang. Penanda salah dan benar ini rasanya sangat mutlak dan saya nggak punya celah untuk mempertahankan jawaban saya karena, tentu saja, sudah dianggap salah oleh beliau.
Tapi, semakin dewasa, nyatanya ada banyak kesalahan yang terjadi dan dilakukan orang-orang, bahkan lebih besar daripada sekadar salah ngejawab dalam ulangan harian. Lucunya, kesalahan-kesalahan ini tidak lantas diterima dan diakui, melainkan malah dibalas dengan ngotot, alias…
…udah salah kok nggak mau ngaku salah, sih, Bu, Pak, Mbak, Mas???
Dengan asam garam kehidupan yang belum seberapa ini, Mojok telah menyusun 5 momen kesalahan yang tak diikuti dengan kelapangan hati si pelaku untuk minta maaf. Atau, dengan kata lain, berikut adalah momen di mana para pelaku nggak mau ngaku salah meskipun rasa-rasanya mereka patut diberi tanda silang yang banyak sekali.
1. Nyerobot Antrian di Kasir
Salah satu hal yang paling membosankan dalam hidup bisa dengan mudah ditemui di minimarket ataupun supermarket, lebih tepatnya saat antrian untuk membayar di kasir telah dimulai. Namun, yang paling mengesalkan, pada momen-momen seperti, selalu ada saja orang yang datang dengan satu barang, lalu maju memotong antrian, lantas berkata, “Mbak, saya dulu, ya. Saya cuma beli ini.”
Beberapa dari mereka mungkin mengerti setelah ditegur, tapi tak sedikit juga yang nggak mau ngaku salah dan tetap kekeuh bahwa dirinya harus diutamakan karena “cuma” membeli satu barang saja.
Hadeeeh, dikiranya yang antri dari tadi ini cuma tiang lampu yang listriknya mati apa gimana, dah???
2. Duduk Nggak Sesuai Nomor Tiket
Saya kadang heran, apa sih fungsinya nomor di kursi kereta atau bus kalau orang-orang masih saja suka duduk sembarangan dan ogah mengikuti nomor di tiketnya sendiri? Saya—dan mungkin juga kamu—tentu pernah membeli tiket dengan nomor tertentu karena mengincar kursi yang nyaman, eh pas naik malah sudah diduduki orang lain.
Sialnya, ada saja beberapa orang yang nggak mau ngaku salah. Mereka bahkan mungkin hanya tersenyum (sok) manis, lalu berkata, “Ah, kan sama saja toh, sama-sama duduk.”
Ya kalau sama aja, kenapa nggak Anda aja yang geser, Malih???
3. Barang Ketinggalan
Pernah nggak mengalami penyesalan begitu besar saat menyadari bahwa kita tanpa sengaja meninggalkan suatu barang penting yang seharusnya dibawa dalam perjalanan? Barang ini bisa apa saja: kunci, baju, buku, perasaan, atau bahkan makanan.
Nyatanya, mau disesali kayak apa pun, kalau jarak ketinggalannya sudah jauh, kita nggak bisa apa-apa lagi selain pasrah. Solusinya pun terbatas: mencari barang pengganti, membeli yang baru, atau minta tolong seseorang untuk menjaga barang ketinggalan tadi. Tapi, yang lucu, saat ketinggalan barang, kita pun cenderung nggak mau ngaku salah dan berlindung dengan alasan “namanya juga lupa!”.
Pikun emang. Ckck.
4. Selingkuh/Berkhianat
Dibohongi adalah hal yang nggak bakal disukai semua orang. Dalam sebuah hubungan asmara, jika hal ini terjadi, pihak yang merasa dirugikan jelas merasa teraskiti dan menyalahkan pihak satunya—yang sayangnya, kadang-kadang nggak merasa bersalah-bersalah banget.
Nyatanya, saat seseorang kepergok berselingkuh atau berbohong, ia akan punya cara untuk nggak mau ngaku salah, bahkan mempertahankan perilakunya dengan melemparkan argumen. Bisa saja, ia merasa, perselingkuhan ini terjadi di luar kuasanya atau malah disebabkan oleh kesalahan pasangannya sendiri.
Hadeh, blaming aja terus, Kak.
5. Body Shaming yang Kelewatan
Saya pernah marah gara-gara dibercandai terus-terusan setelah disebut “Bantal Empuk” oleh kawan-kawan KKN. Mereka merespons sambil tertawa, tanpa menyadari air muka saya yang berubah bete dan jadi ingin menangis. Saya langsung pergi, dan saat itu juga teman-teman menyadari saya sudah marah.
Beberapa dari mereka meminta maaf, tapi tak sedikit yang bergeming dan nggak mau ngaku salah. Mereka malah heran kenapa saya marah karena—ya ampun, kata mereka—semua ejekan tadi, kan, “cuma bercanda”.
Sayangnya, Saudara-saudara, “cuma bercanda”-mu tak melulu sama dengan “cuma bercanda”-nya orang lain, jadi tolong, ya—mind your language.
BACA JUGA Lima Jenis Orang Goblok yang Bisa Anda Temui saat Antre di SPBU