MOJOK.CO – Setelah Twitter dan Instagram, WhatsApp dark mode sudah ancang-ancang bakal diresmikan. Tren gelap-gelapan ini makin dicintai meski klaimnya bikin mata lebih sehat agak keliru.
Sejak sebelum ponsel dan budaya netizen terbentuk, gelap-gelapan memang sudah jadi hobi. Bayangkan, restoran yang pakai konsep candle light dinner, bioskop yang lampunya dimatikan, sampai tema-tema gotik (bukan goyang itik) sudah ada dari dulu. Warna gelap muncul sebagai antitesis terhadap keterangbenderangan dan segala pewarnaan yang menjemukan.
Tapi mohon maaf, sebaiknya konsep warung yang gelap alias remang-remang memang jangan dilanggengkan.
Saya kenal konsep dark mode dari Twitter, setelah itu Tirto.id juga pakai. Bahkan tema gelap Instagram sempat jadi bahan takabur para pengguna iPhone karena di awal perilisan, cuma pengguna sistem operasi iOS yang bisa pakai. Kini WhatsApp sedang mengujicobakan dark mode yang belum semua orang bisa pakai. Namanya juga masih jajalan.
Mode gelap dengan latar belakang hitam ini diklaim bisa bikin mata kita nggak cepat lelah, bahkan katanya lebih baik buat kesehatan mata karena mengurangi pancaran sinar berlebihan dari layar. Observer juga menulis bahwa dark mode sedikit banyak meredam emosi netizen saat bersosial media. Sehingga pecinta tubir bisa diredam kemarahannya dengan mode ini.
Selain alasan kesehatan mata, mode gelap juga berhubungan erat dengan kesehatan baterai ponsel. Makin sedikit pixel yang dipakai, makin awet penggunaan baterai. Artinya layar LED ponsel nggak bekerja ekstra kalau kita pakai mode gelap di hampir semua aplikasi.
Tentu saja kita semua terbeli dengan embel-embel itu. Sebagai manusia yang hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk menatap layar, menjaga mata agar less damage itu tindakan yang wajar. Tapi di balik itu, dark mode juga sebuah tren yang memang sedang gencar-gencarnya dijual.
Adalah keliru jika mengatakan sepenuhnya mode gelap lebih ramah di mata. Teks putih dengan latar belakang gelap memang mudah dibaca, tapi kalau menatapnya saat kondisi ruangan terang benderang ya sama saja, bikin mata lebih lelah. Sebaliknya, mode gelap ini justru bagus dipakai saat kondisi ruangan cukup gelap. Gelap for gelap.
Dalam kondisi ruang terang benderang, light mode akan lebih memudahkan mata kita bekerja dan membuat produktivitas meningkat. How to Geek menyimpulkan kalau dark mode baiknya dipakai malam hari aja sementara light mode dipakai di siang hari. Andai alasan penggunaannya demi mata ya memang seyogyanya begitu.
Saya sendiri punya alasan pakai dark mode karena tren aja sih. Lagian bosen kan lihat background putih melulu. Nyatanya kalau suka sama mode gelap dan malah nggak peduli soal sains di balik penggunaannya mah gas aja.
Sebagian orang juga menderita photophobia, di mana light mode bikin kepala mereka migrain. Dark mode bakal menolong orang-orang ini dari kepeningan akibat chat sama gebetan seharian. Mungkin pacar kalian yang ghosting dan tiba-tiba nggak pernah balas chat juga karena dia photophobia. Setelah WhatsApp dark mode resmi, maka nggak ada alasan.
Intinya jangan berkekspektasi apa-apa dari tren mode gelap ini. Gelap-gelapan sejatinya memang kita sukai. ‘Suka’ adalah motivasi terkuat di balik segala tindakan nonwajar.
BACA JUGA Plus Minus Chattingan Pakai WhatsApp vs Telegram. Mana yang Lebih Bagus? atau artikel lainnya di POJOKAN.