MOJOK.CO – Mampu beli mobil tapi tak mampu mencopot plastik sun visor mobil. Apakah ini sebuah ironi? Atau ada filosofi di baliknya, yang tak bisa dinalar orang biasa?
Pertama-tama, saya ingin mengucapkan beribu-ribu maaf kepada semua pemilik mobil yang pernah saya tumpangi. Khususnya sopir dengan sun visor mobil yang plastiknya belum dicopot. Kepada hadirin dan hadirat, saya minta ampun atas dosa saya yang selama ini sudah suuzon dan bergibah dalam hati karena selalu menganggap Anda-anda semua meski sudah mampu beli mobil, sesungguhnya masih bermental pemilik sepeda Phoenix.
Prasangka itu selalu muncul utamanya tiap saya naik taksi online. Kronologinya selalu seperti ini.
Mula-mula saya membuka pintu mobil dan mengucapkan salam, “Permisi….”
Begitu saya duduk, tak pelak pandangan saya akan tertuju ke depan karena saya bukan bayi yang duduk di baby car seat.
Entah di berapa ribu kali kesempatan, di sanalah saya melihatnya: sun visor di hadapan kursi depan tampak masih terbungkus plastik.
Pemandangan itu membuat saya selalu gagal menahan diri untuk bertanya.
“Mobilnya masih baru ya?” (“Hehehe,” tapi dalam hati.)
Memang itulah pikiran pertama saya tiap melihat “tempat ngaca penumpang” tersebut masih terbalut polimer jenis polipropilena dengan rumus kimia (C3H6)x bertitik leleh sekitar 160 derajat Celsius atau biasa kita sebut plastik pembungkus itu.
Kenapa dugaan itu yang muncul? Kenapa bukan tuduhan positif seperti, “Woh, wong e resikan ki!” atau sebangsanya?
Menurut pakar militer Centurion Caius Bonus, persepsi manusia dibentuk oleh pengalaman-pengalaman masa lalunya. Mazhab empirisisme Inggris abad ke-18 memperkuatnya dengan menambahkan, bahkan imajinasi kita yang paling liar masih bisa dicari jejaknya pada pengalaman riil. Oleh karena itu, asumsi saya bahwa semua barang yang belum dikletek bungkusnya pasti baru dibeli, kemungkinan besar berasal dari observasi tak sengaja pada behaviour bapak saya, bertahun-tahun silam.
Bapak saya adalah tipe orang yang selalu sayang melepas plastik dari barang baru dibeli. Contoh ekstrem: ia bahkan tidak melepas plastik dari gagang spion motor baru. Contoh biasa: ia tidak tega melepas plastik remot, bezel TV, hingga pegangan koper.
Kadang saya memakluminya, kadang juga tidak. Di antara yang paling tidak bisa saya pahami apalagi toleransi, ialah keputusan bapak saya tidak melepas plastik pembungkus spring bed. Demi Tuhan, saya tak tahu apa yang ia pikirkan sampai tega membuat semua orang tak tidur nyenyak karena setiap geser sedikit, terdengar bunyi kresek-kresek. Belum lagi rasa gerah yang makin tak tertahankan di malam-malam musim pancaroba.
Bapak saya memang selalu punya alasan yang seolah bisa diterima. Selain ia tipe orang yang sayang melepas plastik, ia juga orang yang hemat dan selalu tak mau rugi. Tak mau rugi dalam arti, jika ia mau membeli satu barang baru, wajib hukumnya barang lama harus dijual.
Sifat itulah yang menjadi tonggak pancang bagi alasannya berikut. Ia menganggap, plastik melindungi si barang baru dari debu. Jika tidak terkena debu, barang itu akan selalu tampak baru. Jika barang itu selalu tampak baru, ketika dijual nanti harganya tidak drop meski barang itu bekas. Masuk akal bukan? Ya, nggak. Memangnya siapa yang mau beli remot TV seken. Oh, ada? Berarti orang itu sama tak masuk akalnya.
Dan lagi, untuk melawan debu bukankah kita sudah mengenal teknologi bernama kain gombal?
***
Tidak melepas plastik barang baru secara tidak sadar telah membuat orang-orang di sekitar barang itu menimbun dosa.
Dosa 1: Tidak bersyukur
Penjelasan: Orang-orang seperti saya yang nggak habis pikir dan jadi menggibah maupun mendongkol dalam hati. Orang yang suka mengeluh biasanya jadi lupa bersyukur. Tidak berterima kasih karena sudah punya spring bed baru, remot baru, TV baru, koper baru, maupun mobil baru. Padahal dalam sebuah hadis Qudsi disebut, orang yang tidak bersyukur atas nikmat Tuhan dipersilakan mencari tuhan selain Dia. Apa masih kurang seram?
Dosa 2: Syirik kecil
Pemilik barang baru yang enggan melepas plastik dari pabrik bisa dianggap pamer. Ia seperti sedang mengabarkan ke seluruh dunia bahwa dia baru beli TV baru, remot baru, spring bed baru, atau mobil baru. Dalam suasana Ramadan ini hendaklah kita mengingat, pamer ity sama dengan riya, Saudara-saudara. Dan riya itu adalah syirik kecil. Masya Allah, Brother.
Di luar dua dosa itu, khusus untuk plastik sun visor mobil yang tak dilepas, kiranya ada persoalan mental yang perlu kita soroti. Bahwa sebenarnya tak masuk akal ketika orang mampu punya mobil, tapi mentalitasnya seperti orang yang mampunya beli vespa gembel. Bahkan malah kebalik mentalnya, wong orang yang punya vespa gembel bisa dengan santai dan selo mendandani motornya dengan plastik bekas, kresek bekas, botol bekas, dan segala bekas-bekasan lainnya.
Ibaratnya, pemilik mobil baru tadi daya belinya segini [letakkan tangan di atas kepala], tapi mentalitas orang kayanya segini [letakkan tangan di depan dengkul].
Dan persoalan mentalitas ini akan makin gawat jika terbawa sampai ke jalan raya. Seperti orang-orang yang bawa mobil di lampu merah Monjali pas jam macet, nggak sabaran, terus masuk jalur motor bahkan sampai roda mobilnya keluar aspal.
Sungguh geser kiri yang sangat nanggung. Mbok le geser ngiwo tekan Jakal sisan.
BACA JUGA Yang Kadang Menyedihkan dari Punya Mobil dan esai lainnya di POJOKAN.