MOJOK.CO – UPN Veteran Jakarta memberi kesempatan bagi yang punya subscriber Youtube 10.000, bisa masuk lewat jalur prestasi. Lantas, manfaatnya Youtube buat pembangunan negara, apa sih?
Ternyata, ada seleksi penerimaan mahasiswa baru sebuah perguruan tinggi, yang cukup bikin ndlongop. Pasalnya, salah satu dari persyaratan untuk masuk ke universitas tersebut, cukup berbeda dari biasanya. Dalam seleksi jalur mandiri UPN Veteran Jakarta, pada jalur masuk melalui prestasi, selain memberikan kesempatan bagi yang pernah menjadi peringkat 1-3 bidang Olimpiade Sains, Olahraga, dan Seni—baik di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, Nasional, dan Internasional dalam 3 tahun terakhir. Lalu membuka peluang untuk para hafiz Alquran minimal 5 juz, pernah menjabat sebagai Ketua OSIS sekurangnya selama satu periode. Yang terakhir dan bikin ramai plus jadi sorotan adalah, memberi kesempatan bagi para Youtube Content Creator dengan minimal 10.000 subscriber.
Gimana? Nggak percaya? Yaudah, coba aja cek langsung ke websitenya di sini.
Jelas, ini menjadi sebuah manuver baru yang sungguh sangat cocok untuk mewadahi generasi muda dengan passion-nya di era digital semacam ini. Yang namanya aturan baru, tentu saja bikin banyak orang geleng-geleng, alias nggumun.
Selain memiliki prestasi tersebut, penerimaan melalui jalur prestasi ini, juga tetap menggunakan gabungan nilai UTBK. Sebagai sebuah “legitimasi” kalau meski kamu sudah punya prestasi yang masyaAllah, yang namanya penguasaan akademik harus tetap jadi perhitungan.
Saya yakin betul, keputusan dari UPN Veteran Jakarta ini pasti dengan sebuah petimbangan yang nggak main-main—semisal cuma pengin viral. Masak sih, sekelas UPN Veteran Jakarta butuh viral, buat apa, coba? Apa faedahnya bagi mereka? Lagian, ini kelasnya universitas, je. Ya kali, keputusan yang diambil asal-asalan?
Kalau menilik sejarahnya UPN alias Universitas Pembangunan Negara Veteran Jakarta, dia hadir setelah Indonesia merdeka untuk melakukan revolusi fisik ke pembangunan mengisi kemerdekaan. Yang kemudian mempunyai salah satu visi, menjadi perguruan tinggi berdaya saing yang beridentitas bela negara pada tahun 2025. Memahami bahwa mereka ingin dapat bersaing dengan baik, maka berusaha memberi wadah pada bidang digital, tentu jadi salah satu hal yang mereka pertimbangkan matang-matang.
Pemilihan platform Youtube bukannya Instagram, tentu karena mereka sudah mengamat-amati. Pasalnya, dibanding mencapai follower Instagram yang jutaan, jauh lebih sulit mendapatkan subscriber Youtube 10.000-an. Selain soal konten yang jauh lebih ribet, ini juga berhubungan dengan bagaimana analityc Youtube bekerja.
Maka, mereka-mereka yang berhasil mendulang subscriber 10.000-an, pasti bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang yang tekun dan fokus dalam memfasilitasi passion-nya tersebut. Ya, mereka influencer yang bukan kaleng-kaleng. Kredibilitasnya tidak perlu dipertanyakan lagi.
Lantas, yang menjadi pertanyaan selanjutnya, memangnya apa sih, hubungan subscriber Youtube dengan pembangunan negara? Sejauh mana si Youtube ini bermanfaat untuk kemajuan negara? Mengingat universitas ini memang dibangun untuk pembangunan mengisi kemerdekaan.
Begini, yang jelas, keberadaan Youtube dapat meningkatkan devisa negara. Ya, para youtuber itu bisa memperoleh pendapatan dari Youtube dilihat dari subscriber dan viewer-nya, kan? Belum lagi kalau ada iklan. Yang mana kalau ditotal, jumlahnya juga nggak bisa dikatakan biasa-biasa aja. Jelas, ini bakal berpengaruh pada pemasukan pajak yang kemudian diterima oleh negara.
Belum lagi, biasanya nih, para youtuber dengan jam kerja tinggi, mereka bakal “minta bantuan” orang lain—minimal teman atau saudara sendiri, untuk bikin konten. Misalnya, sekadar minta tolong di-shoot, ngeditin videonya, bahkan membentuk tim kreatif sendiri untuk urun mikir konten selanjutnya bakal diisi apa. Nah, kalau ada orang-orang yang turut serta membantu, tentu saja, ini bisa membuka lapangan kerja baru, bukan? Itu artinya, apa? Ya, masak gitu aja harus dijelasin, sih? Males amat buat mikir.
Lagian, kalau para influencer dikasih kesempatan kayak gini, pasti mereka jadi lebih bersemangat buat bikin konten. Kalau capek karena kehabisan ide, nggak bakal mudah patah semangat, terus langsung cari cara aman dan gampang untuk keberlangsungan hidup hingga masa tua dengan jadi PNS. Eh, sori, lupa, jadi PNS juga nggak gampang, ding. Begitu banyak saingan juga untuk mendapatkan posisi tertentu. Apalagi, kalau sebetulnya saingan sama kursi-kursi yang udah jadi jatah orang lain. Eh.
Jadi, mohon maaf, nih. Ini tuh bukan aturan yang absurd, tauk! Ini bukan juga sekadar pansos seperti yang kalian-kalian kira. Ini adalah keputusan yang sungguh visioner, jauuuuhhh ke depan. Yang mana, nggak semua orang sanggup buat kepikiran, kan? Iya, lah jelas. Soalnya, kalian-kalian ini memang masih terkungkung dengan kekakuan dalam berpikir. Mikirnya nggak ada open minded-nya blas.
Tapi, gimana kalau kontennya ternyata kebanyakan negatif? Kayak nge-prank-in orang muluk?
Oh tenang saja, kata Ibu Rektor UPN Veteran Jakarta, mereka-mereka ini nggak asal-asalan, kok. Tim internalnya, bakal mempertimbangkan soal kontennya juga. Nggak bakal ada konten yang abal-abal. Jadi konten yang terpilih, tentu saja, konten-konten edukatif dan berguna bagi masyarakat.
Lagian ya, kalau memang youtuber dengan konten yang nggak ada faedahnya bagi pembangunan bangsa, terus diterima sebagai salah satu mahasiswa di sana. Jangan sampai semudah itu dikatakan sebagai kemungkinan adanya jual-beli kursi. Lagi-lagi, ini pasti ada pertimbangan tertentu. Misalnya, karena si youtuber ini jadi bahan pembicaraannya—dengan kontennya yang nggak pantas itu. Siapa tahu kemudian dia jadi insyaf dan akhirnya kembali menjadi generasi muda yang penuh positive vibes.
Lantaran dia adalah seorang influencer, nggak akan sulit baginya mengajak para subscriber Youtube nya yang punya kecenderungan yang sama untuk bareng-bereng bertobat. Bukankah ini adalah pemikiran yang sungguh visioner? Nggeh, nopo, mboten?
Ta, tapi, kalau dia ternyata memutuskan mendaftar ke UPN Veteran Jakarta cuma buat nge-prank kampusnya doang? Gimana?
Nggak apa-apa, yang terpenting mereka-mereka sudah mau berusaha naik tingkat. Bukan hanya menjadi bagian dari orang-orang yang mengonsumsi informasi saja. Akan tetapi, sudah berani menjadi sang kreator! Salam super!