MOJOK.CO – Baju perlente, tongkrongan oke punya, tapi kok nunggak iuran BPJS Kesehatan? Lihat, dong, dampaknya: mau dinaikkin, tuh, sama Sri Mulyani!
Berita soal Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ngomel-ngomel karena BPJS Kesehatan defisit tempo hari membuat saya tertampar. Ya gimana, bulan Januari lalu, saya pernah bangun pagi dan mulai asyik ngulet, sebelum tiba-tiba hape saya bunyi.
Setelah sempat kaget sebentar, saya pun mengangkat telepon tadi yang ternyata dari…
…BPJS Kesehatan.
Melalui telepon singkat itu, saya diingatkan belum membayar iuran BPJS Kesehatan beberapa bulan dan ditanyai kapan sekiranya saya akan membayar seluruhnya. Saya ngekek dalam hati, soalnya ini sepenuhnya salah saya yang sukanya procrastinate setiap sampai di depan ATM. Lah wong transfer buat beli baju di toko online aja bisa, kok giliran bayar iuran BPJS malah eman-eman.
Huh. Dasar aku.
Selepas telepon pagi itu, saya langsung membayar tunggakan siang harinya. Lega juga setelah membayar. Kalau dipikir-pikir, selama ini, kan, BPJS Kesehatan sudah membantu saya berobat gratis karena belakangan ini badan saya gampang remuk, masa balasan saya malah dengan ogah-ogahan bayar iuran???
Tapi ternyata, tipe peserta BPJS Kesehatan yang payah dan hobi nunggak bukan hanya saya saja. Jangankan mengambil data dari survei manapun, coba deh saya tanya ke kamu sekarang: Kapan terakhir kali kamu bayar iuran BPJS Kesehatan? Hmm??? Kapan???
BPJS Kesehatan ini, tercatat, memiliki total peserta kurang lebih 223 juta orang. Dari banyak sekali manusia ini, kok ya bisa-bisanya mengakibatkan berita-berita berisi informasi bahwa BPJS mengalami defisit hingga seorang menteri tak bisa menutupi kegeramannya?
“Lemahnya” pihak BPJS disebut sebagai salah satu penyebab defisit ini. Soalnya, mereka dinilai tidak tegas mengingatkan peserta dan malah lebih memilih mengadu pada Bu Menteri kala terjadi defisit. Tapi, telepon pagi hari yang saya dapatkan beberapa bulan lalu sebenarnya merupakan angin segar dalam dunia per-telat-an membayar iuran BPJS Kesehatan. Hanya saja, pertanyaannya cuma satu: apakah semua peserta yang telat mendapatkan telepon yang sama?
Penyebab lainnya, tentu saja penyakit kita semua: malas dan lupa. Iuran BPJS Kesehatan paling rendah adalah iuran kelas 3 (Rp25.500,00) yang saya yakin lebih murah dari segelas es kopi di beberapa tempat nongkrong kekinian. Giliran ditagih dan ditanya soal kewajiban bayar BPJS, iuran yang “nggak seberapa” itu malah jadi terasa berat.
Belum habis kepusingan kita (hah, kita???) dalam mengingat-ingat berapa bulan iuran BPJS Kesehatan yang masih nunggak, Menteri Keuangan Sri Mulyani kini punya kejutan baru. Dilansir dari CNN Indonesia, pihak Kemenkeu mengusulkan…
…iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan per 1 Januari 2020, dengan rincian sebagai berikut:
– Kelas 3: dari Rp25.500 menjadi Rp42.000
– Kelas 2: dari Rp59.000 menjadi Rp110.000
– Kelas 1: dari Rp80.000 menjadi Rp160.000
Mamam, kelas 1 bakal naik 100 persen, guys~
Pertimbangan Sri Mulyani terhadap kenaikan ini adalah kinerja keuangan BPJS Kesehatan yang diyakini bakal semakin sehat. Bahkan, kondisi BPJS Kesehatan yang defisit malah bisa berbalik menjadi surplus Rp17,2 triliun.
Kenaikan ini, lanjut Sri Mulyani, juga bakal sesuai dengan penambahan beban BPJS Kesehatan dalam keperluan rawat inap. Surplus yang tadi disebutkan pun diperhitungkan bakal berkurang pada tahun 2021 hingga 2023.
“Surplus pada 2021 diperkirakan Rp11,59 triliun, kemudian 2022 sebesar Rp8 triliun, dan 2023 hanya Rp4,1 triliun. Ini karena jumlah utilisasi meningkat,” terang Bu Menteri.
Tentu saja usulan Sri Mulyani soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini menimbulkan pro dan kontra. Mendadak banyak sekali orang yang protes dan mengeluhkan tingginya biaya asuransi BPJS hingga tak lagi bisa terjangkau. Saya nggak tahu juga apakah hingga hari ini mereka belum tahu bahwa BPJS Kesehatan kelas 3 iurannya jauh lebih murah daripada beli sepotong kaos kaki di Miniso.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan adalah buntut panjang dari defisit. Dan defisit, perlu kita akui, adalah hasil dari malas dan lupa kita sebagai peserta yang membayar dengan tertib dan tepat waktu, apa pun alasannya.
Rasa-rasanya, sekarang yang bisa kita lakukan hanyalah menebak-nebak kapan Perpres soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini keluar dan seberapa tingginya kenaikan yang ditetapkan. Bukan apa-apa, tapi sebagai anak gaul milenial yang harus minum es kopi dan boba setiap hari, kita kan perlu anggaran yang pasti.
Pokoknya, jangan sampai iuran BPJS menganggu dana untuk hangout bersama teman, lah!
BACA JUGA Brilian! Solusi Defisit BPJS ialah dengan Mengajak Pesertanya Patungan Bayar