MOJOK.CO – Motor saya, Shogun 125, pernah jadi korban kasus motor ketuker. Sebuah kasus yang sebenarnya nggak jarang-jarang amat terjadi di sekitar kita.
“Jangan pernah pinjamkan motor ke teman yang goblok.”
Menjadi salah satu kredo yang saya percaya begitu saya menjadi mahasiswa tingkat akhir di Univeritas Negeri Yogyakarta (UNY).
Sebuah kredo yang saya ingat betul karena gara-gara teman model begini, saya harus berurusan dengan polisi sekaligus—hampir—bermasalah dengan preman jalanan di Jalan Gejayan, Jogja.
Semua bermula dari seorang teman yang meminjam motor Shogun 125 saya untuk kuliah. Sebut saja namanya Eddward S. Kennedy atau biasa dipanggil “Panjul”. Seorang teman sejak kami mahasiswa dan kini sudah menjabat sebagai salah satu pimpinan di salah satu media terkemuka Indonesia.
Kebetulan kami sama-sama kuliah di UNY tapi beda fakultas. Saya di Fakultas Bahasa, sedangkan Panjul di Fakultas Pendidikan (mungkin cerita yang mau saya sampaikan ini juga jadi jawaban kenapa si Panjul ini butuh pendidikan).
Ceritanya, karena jadwal kuliah saya lebih dulu, saya diantar ke Fakultas Bahasa dan motor Shogun 125 saya dipinjam Panjul untuk kuliah. Tidak ada yang aneh di sini, semua berjalan normal seperti biasa. Sampai kemudian hal absurd terjadi ketika kami selesai kuliah dan Panjul menjemput saya kembali.
Awalnya, saya tak merasa ada yang aneh. Sampai ketika saya membonceng, saya merasakan setelan motor Shogun 125 saya itu agak berbeda dari biasanya. Lebih anehnya lagi, spion motor saya—yang tadinya cuma ada satu—mendadak jadi ada dua.
Dalam hati saya, “Masak iya si Panjul ini baik hati banget beliin saya spion baru?”
Saya curiga lalu menepuk pundak Panjul.
“Eh, bentar coba berhenti dulu,” kata saya agak memaksa.
“Kenapa emang?” tanya Panjul, sambil menepi ke pinggir jalan.
Saya langsung melompat turun, memerhatikan Shogun 125 yang saya tumpangi. Tak butuh 5 detik untuk mengenali bahwa Shogun 125 yang dibawa Panjul ini bukan motor saya, tapi motor orang lain.
“Lho? Kok plat nomornya jadi B?” saya kaget karena plat motor Shogun 125 saya adalah AB.
“Hah? Serius Lu?” Panjul lebih kaget.
“Kamu ke mana aja, Bijik Setaaan!” saya geretan.
Panjul cuma cengar-cengir bingung.
“Ini motor ketuker ini, Fix!” kata saya.
“Oh, berarti di parkiran kampus. Ayo cari motormu ke sana,” kata Panjul.
Ada rasa campur aduk antara geli dan khawatir. Geli karena, kok bisa-bisanya Panjul bawa motor orang lain pakai kunci motor saya? Khawatir karena, kalau orang yang punya Shogun 125 yang kami bawa ini sadar motornya hilang, kami berdua bisa dituduh sebagai maling.
Betapa absurdnya kalau esok harinya di harian Kedaulatan Rakyat ada berita, “DUA MAHASISWA GOBLOK TAK SENGAJA MENCURI MOTOR ORANG DAN JADI BULAN-BULANAN MASSA.”
Demi menghindari risiko kemunculan berita tolol seperti itu, maka sepanjang hari itu, kami muter-muter di kampus UNY. Dari Fakultas Pendidikan ke Fakultas Bahasa. Bertanya dari satu satpam ke satpam lain. Sayang, tak ada satu pun laporan mahasiswa yang merasa kehilangan motor Shogun 125.
Jam demi jam sudah berlalu, saya dan Panjul semakin panik. Kami khawatir kalau waktu semakin lama, urusan ini bisa berujung pada laporan kepolisian dan kami harus berurusan dengan hukum. Duh, duh, betapa merepotkan sekali.
Lebih paniknya lagi, ketika saya perhatikan lagi motor Shogun 125 itu, saya mendapati ada stiker Fakultas Ekonomi UGM di sana. Artinya, ini motor milik mahasiswa UGM.
“Emang tadi kamu ke UGM, Njul?” tanya saya. Maklum, kampus UNY dan UGM emang tetanggaan.
“Hah? Nggak tuh. Aku dari tadi cuma muter-muter sekitaran UNY doang ya,” kata Panjul.
“Lah kok ini ada stiker UGM? Jangan-jangan ini motor ketuker di parkiran UGM,” tanya saya bingung.
Panjul memerhatikan stiker di motor tersebut.
“Eh, iya juga ya?” Panjul jadi bingung sendiri.
“Inget-inget lagi, Kampret. Ini urusannya bisa kriminal lho!” kata saya.
Hari sudah sore dan kami sudah hampir putus asa. Rasanya tidak mungkin kalau kami harus ke UGM sore begitu. Meski jaraknya dekat, tenaga kami sudah cukup habis seharian mencari motor Shogun 125 punya saya.
Kami pun pergi ke ruko milik salah satu teman yang berpengalaman soal kejadian goblok seperti ini. Rusli Hariyanto namanya, seorang sopir rental yang sudah tentu sangat kenyang soal urusan otomotif begini.
Saran Rusli waktu itu, “Udah, kalian ke kantor polisi aja. Bikin laporan kalau motor kalian ketuker.”
Saya hampir tertawa mendengar usulan itu. Berangkat ke kantor polisi dengan pengakuan seperti itu dalam bayangan saya seperti menyerahkan diri dengan suka rela kalau kedua tangan saya boleh diborgol.
“Serius ini. Daripada kalian dikira maling sama yang punya ini motor, mending kita yang langsung ke sana. Nanti aku temenin,” kata Rusli.
Setelah dipikir dengan masak-masak, akhirnya kami sepakat akan melaporkan kejadian absurd ini ke kantor polisi terdekat: Polsek Bulaksumur, dekat UGM.
Karena Rusli harus menutup ruko usahanya dulu, saya dan Panjul pun janjian menunggunya di parkiran UNY. Dari sana rencananya kami bertiga akan bikin laporan ke Polsek Bulaksumur.
Sial, sungguh sial, ketika kami balik sampai ke parkiran UNY sore itu. Di sana sudah ada serombongan polisi sedang melakukan olah TKP. Dari gestur polisi-polisi itu, terlihat memang sedang ada kejadian pencurian motor. Mampus!
“Anjrit, itu polisi, Daf!” kata Panjul panik.
Kepala saya seperti kena hantam kepalan tangan Mike Tyson. Puyeng.
“Halah, sudah kepalang basah ini. Ya udah sih disamperin aja, Njul,” kata saya.
Saya pun langsung turun dari motor dan menuju ke salah satu polisi.
“Pak, ada apa ya?” tanya saya.
“Ada motor dicuri, Mas,” kata si polisi.
Modyar! Saya sudah membayangkan bakal diciduk polisi saat itu juga.
“Shogun 125 ya, Pak? Motornya yang hilang?” saya mengaku begitu saja, daripada ditanya-tanya dan saya malah panik ya kan?
Polisi itu sempat heran mendengar pertanyaan saya.
“Motor Smash kok, Mas, yang hilang,” kata si Polisi.
Lah? Kok Smash? Gimana sih ini? Saya makin bingung.
Panjul yang emang sudah goblok dari sejak awal cerita ini bermula tentu lebih bingung lagi. Ternyata di saat yang bersamaan, ada orang yang kehilangan motor Smash di tempat Panjul merasa mengambil motor Shogun 125 punya saya.
“Jadi gini, Pak. Saya ada masalah. Motor saya ini ketuker,” kata saya.
Polisi di hadapan saya kaget dan bingung.
“Ketuker? Ketuker gimana, Mas, maksudnya?” tanyanya.
Saya jelaskan kronologi peristiwa tolol ini, si polisi tersenyum menahan geli.
“Laporkan saja ke Polsek Bulaksumur, Mas. Daripada nanti jadi masalah. Jadi kalau nanti ada orang yang laporan kehilangan motor Shogun 125 bisa segera kami respons. Tenang aja, Mas,” kata Pak Polisi santai.
Saya pun tenang. Tak berselang lama Rusli datang menyusul kami dengan mimik muka tegang.
“Gimana, Daf?” tanya Rusli.
“Langsung ke Polsek, Rus. Ini olah TKP beda urusan. Ada orang kemalingan Smash,” kata saya. Rusli langsung mengiyakan dan kami bertiga meluncur ke Polsek Bulaksumur.
Karena kami harus menunggu orang yang kemalingan Smash itu selesai bikin laporan, kami pun ngobrol-ngobrol di luar kantor Polsek Bulaksumur. Beberapa teman kampus pun datang menghampiri karena ada gosip saya dan Panjul diciduk polisi.
Suasana tidak lagi setegang tadi, meski saya masih penasaran, ini terus motor Shogun 125 saya ada di mana ya?
Di tengah-tengah obrolan itu, tiba-tiba salah satu teman kami nyeletuk ke Panjul, “Jangan-jangan kamu tadi mampir ke warnet, Njul?”
Seperti kepingan ingatan Jason Bourne yang kembali, Panjul tiba-tiba terhenyak kaget luar biasa.
“OH IYA, AKU TADI MAMPIR KE WARNET DI JALAN GEJAYAN, DING!” kata Panjul teriak.
“Howalah, gobloook. Ya udah kamu ke sana sekarang!” kata saya.
Panjul segera mengajak Rusli, karena biar saya yang menyelesaikan urusan dengan Polisi.
Sekitar 30 menit kemudian, Panjul dan Rusli datang balik lagi ke polsek. Kali ini bersamaan dengan mobil polisi dan rombongan orang-orang naik sepeda motor di belakangnya.
“Panjul ini goblok tenan og, sumpah,” Rusli baru datang sudah memaki-maki tiada henti.
Saya lega karena di antara rombongan itu, ada salah satu orang yang bawa motor Shogun 125 saya.
Belum juga turun dari motor, Rusli sudah ngomyang.
“Panjul ini tadi udah mau digebukin massa di Jalan Gejayan. Preman-preman Gejayan udah turun semua tadi, soalnya mikir si Panjul ini malingnya,” semua orang yang mendengar cerita itu tertawa semua—termasuk juga polisi yang ada di luar kantor polsek.
“Terus gimana, Rus?” tanya saya.
“Untung aku kenal sama salah satu premannya, terus aku jelasin kronologinya kalau ini urusan motor ketuker,” kata Rusli.
Kami semua yang ada di polsek kembali tertawa, termasuk polisi-polisi yang ikut mendengar cerita Rusli.
Tiba-tiba ada seorang mas-mas pakai jaket almamater UGM menghampiri Panjul. Dan dengan refleks karena merasa bersalah, Panjul pun segera meminta maaf.
“Maaf, Mas, tadi beneran nggak tahu. Lah motornya beneran mirip jeh,” kata Panjul.
“Nggak apa-apa, Mas, nggak apa-apa. Alhamdulillah, yang penting motor saya ketemu,” kata pemilik motor Shogun 125 yang dari tadi siang kami pakai muter-muter itu.
“Tapi tadi beneran bisa, Mas. Padahal ini bukan kuncinya lho,” kata Panjul sambil mempraktikkan bagaimana kunci motor saya, bisa dipakai untuk membuka kunci motor Shogun 125 milik mas-mas UGM itu.
Gobloknya, ketika Panjul mencoba kunci tersebut di motor yang sama, tiba-tiba kuncinya jadi nggak bisa. Diputer-puter sekuat tenaga oleh Panjul, motor itu tetap nggak nyala—bahkan tidak klik sama sekali.
“Lho, tadi perasaan bisa. Kok jadi susah gini?” Panjul makin panik. Maksud hati ingin menunjukkan kewajaran kesalahannya, tapi malah menggali kuburnya sendiri.
“Udah, Mas. Nggak usah, jangan dipaksa, jangan dipaksa,” kata si mas-mas UGM ini.
Saya beserta polisi yang mengerubungi kejadian itu pun makin tertawa melihat usaha Panjul mencoba membersihkan nama baiknya itu.
Meski dalam hati saya mbatin, “Hayaaa pantes Panjul ini ambil jurusan di Fakultas Pendidikan. Ternyata emang ini orang butuh banget pendidikan. Jadi goblok kok ya nggak ketulungan. Motor orang kok ya diembat. Ngaku di depan banyak polisi lagi.”
BACA JUGA Pengalaman Motor Hilang karena Tidur Menjelang Magrib dan tulisan soal Otomotif lainnya.