Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Saya dan Pram Memang Suka Membakar Sampah, Tapi Tetangga Saya Tidak

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
6 Juli 2020
A A
membakar sampah
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Setelah menikah dan tinggal di rumah kontrakan, saya jadi sering bakar-bakar sampah di sore hari di halaman rumah. Saya menduga, ini semacam balas dendam masa lalu saya. Maklum, sebelum menikah dan tinggal di rumah sendiri (walau masih ngontrak), saya tidak pernah bisa bakar-bakaran di halaman karena rumah saya di Magelang sempitnya setengah mampus, atau bahkan nggak punya halaman sebab depan rumah saya langsung gang.

Di rumah kontrakan saya, yang alhamdulillah lumayan luas halamannya, saya terbiasa menyapu halaman untuk mengumpulkan daun-daun kering yang berguguran dari dua pohon rambutan yang tumbuh di depan rumah untuk kemudian membakarnya.

Ada sensasi yang menyenangkan tiap kali membakar sampah tersebut. Butuh daya dan upaya untuk menjaga agar api tetap menyala. Menikmati proses ketika api masih kecil dan hanya menyambar selembar dua lembar daun sampai kemudian membesar dan mampu membakar seluruh tumpukan daun yang ada adalah hal yang begitu menyenangkan.

Kebiasaan ini membuat saya sering berharap agar tiap sore, jumlah daun yang berguguran banyak dan melimpah.

Belakangan, saya semakin menyukai hobi bakar-bakar sampah ini setelah tahu bahwa ternyata sastrawan besar kita, Pramoedya Ananta Toer ternyata juga punya kegemaran serupa. Pram, menurut pengakuan anaknya, sangat suka menghabiskan waktu di sore hari dengan membakar sampah.

Saya seperti mendapatkan legitimasi. Kalau ada yang nanya kenapa saya suka bakar sampah, setidaknya saya bisa menjawab “Biar kayak Pram,” walau entah kenapa, sampai sekarang belum ada yang bertanya demikian.

Yah, siapa tahu, dengan mengikuti jejak tirakat Pram dalam perkara bakar-bakar sampah, saya bisa ikut sedikit ketularan kepiawaian beliau dalam menulis. Siapa tahu.

Kelak, aktivitas bakar-bakaran ini ternyata tak semulus yang saya bayangkan.

Dalam beberapa minggu terakhir ini, intensitas bakar-bakaran saya berkurang drastis. Alasannya begitu konyol: saya “dilabrak” secara halus oleh tetangga sebelah rumah saya.

Saya memang begitu suka bakar-bakaran, menyukai menjaga apinya, menyukai bau asapnya. Namun ternyata tidak demikian dengan tetangga saya.

Tetangga saya tak suka mencium bau asap yang mau tak mau memang sesekali mampir lewat ke beranda rumahnya. Maklum, kendati saya yang membakar sampahnya, namun saya bukanlah Avatar yang bisa mengendalikan arah asap.

Yah, asap hasil bakar-bakaran kita memang kerap seperti kentut. Kita enjoy saja menciumnya, namun orang lain eneg setengah mampus.

Kini, saya kalau mau bakar-bakar sampah, biasanya hanya saya lakukan di atas pukul sembilan malam ketika tetangga kiri-kanan sudah tidur. Itupun dengan api yang tak lagi besar dan sejahtera seperti sebelum-sebelumnya. Dan itu juga nggak setiap hari.

Hal tersebut tentu saja karena saya takut nanti tetangga saya nggak nyaman. Saya takut dia bakal lapor Pak RT, trus Pak RT laporan sama yang punya rumah yang saya kontrak, trus tahun depan saya nggak boleh lagi ngontrak di situ. Kan berabe.

Iklan

Sejak saat itu, saya jadi merasa ada yang aneh dan kurang dalam hidup saya. Ada semacam sesal ketika melihat tumpukan daun-daun yang begitu banyak, namun tak bisa saya bakar semuanya sebab saya harus sadar diri dan sadar kondisi.

Sesekali, saya curhat tentang kegelisahan ini kepada istri saya. Namun tentu saja dengan curhatan yang biasa saja tanpa memperlihatkan rasa sesal saya. Hal ini karena istri saya orang yang unik. Saya yakin, kalau saya curhat dengan menumpahkan segenap rasa sesal saya karena saya nggak bisa lagi bakar-bakaran dan menikmati aktivitas menjaga api tetap menyala itu, maka istri saya, yang unik itu, pasti memberikan saran yang justru membikin sesal saya semakin besar.

“Ya sudah, kalau nggak bisa bakar-bakaran, nyalain kompor di dapur saja sana, trus lihat apinya sepuasnya. Simpel.”

Itu namanya berhenti membakar sampah dan memulai membakar emosi.

Terakhir diperbarui pada 6 Juli 2020 oleh

Tags: pramPramoedya Ananta Toursampah
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

3 catatan Pramoedya Ananta Toer tentang Jogja MOJOK.CO
Ragam

3 Catatan Tentang Jogja dari Pramoedya Ananta Toer, Pram Menyangkal Keaslian Sosok Nyi Roro Kidul

7 Februari 2025
Pramoedya Ananta Toer Menggugat Perjanjian Giyanti MOJOK.CO
Esai

Menggugat Perjanjian Giyanti dengan Metode Pramoedya Ananta Toer

7 Februari 2025
Pramoedya Ananta Toer dan Harto: Di Bawah Kokangan Senjata MOJOK.CO
Esai

Pramoedya Ananta Toer dan Soeharto: Blora yang Berjarak 115 Kilometer dari Astana Giribangun

6 Februari 2025
pramoedya ananta toer.MOJOK.CO
Ragam

Ini yang Terjadi Seandainya Pramoedya Ananta Toer Menjadi Guru Sastra Indonesia

3 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.