Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Ada Orang Tua di Rumah Kita Males Disuruh, Mereka Pergi Kita Jadi Rajin

Audian Laili oleh Audian Laili
23 Juni 2019
A A
Ada Orang Tua di Rumah Kita Males Disuruh MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Saat ada orang tua di rumah dan nyuruh-nyuruh kita, sungguh malesnya minta ampun. Tapi, saat mereka pergi, tanpa disuruh pun kita bisa mengerjakan banyak hal dengan begitu tekun.

Kamu pernah nggak, sih? Saat sedang berada di rumah dan ada orang tua di rumah, ngerasa begitu males-malesan? Apalagi kalau udah disuruh-suruh dan dianggap sebagai anak yang nggak bisa ngapa-ngapain. Atau, malah dianggap sebagai anak yang nggak pernah bisa memahami capeknya mereka sebagai orang tua. Dan kata-kata “tambahan” yang terlontar, semakin membuat kita ngerasa males kalau disuruh melakukan sesuatu.

Akan tetapi, hal ini bisa langsung berbeda, saat orang tua keluar rumah. Ntah pergi ke mana dan untuk kepentingan apa. Hingga membuat kita tinggal sendirian di rumah dan langsung ngerasa bebas mau ngapain aja. Nah, kalau kondisinya kayak gini, kita malah betul-betul bisa jadi rajin minta ampun. Apa-apa diberesin. Semua pekerjaan rumah tangga dilakukan tanpa ada seorang pun yang nyuruh-nyuruh kita. Semua dilakukan dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Kita pun bahagia-bahagia aja ngelakuinnya. Dan langsung merasa sebagai anak paling berbakti sedunia.

Namun, sedihnya—yang sering terjadi, usaha keras yang bagi kita adalah sebuah perbuatan yang sungguh subhanallah itu, seolah-olah nggak ada artinya sama sekali bagi orang tua. Jarang ada pujian tersampaikan. Malahan, masih ada aja salah yang dipergunjingkan. Rasanya pengin marah-marah, tapi kok ya mereka orang tua kita sendiri, ya?

Aneh nggak, sih? Kalau kita jadi manusia yang males saat disuruh-suruh. Tapi kalau nggak disuruh, bisa jadi anak yang “terlalu rajin”. Bukankah sebetulnya, yang dilakukan itu ya, sama-sama saja? Lantas, kok bisa dilakukan dengan rasa yang berbeda?

Mungkin begini, ya, pada dasarnya, jiwa egoisme kita ini memang lebih nyaman melakukan sesuatu atas inisiatif diri sendiri. Kalau kita sendiri yang menentukan pengin melakukan apa, ghirah-nya bakal lebih keluar. Sesuatu yang sama akan terasa berbeda, saat hal tersebut diperintah oleh orang lain. Rasanya tidak lagi natural. Lha wong, itu semua perintah.

Bisa jadi, hal ini nggak hanya terjadi di rumah dan kalau berurusan sama orang tua saja. Coba bayangkan saja, kalau ini adalah urusan pekerjaan kantor. Kira-kira, manakah yang lebih meningkatkan harga diri kita? Melakukan sesuatu atas perintah atasan? Atau melakukan sesuatu tanpa disuruh dan atas inisiatif sendiri—meskipun itu bisa jadi jauh lebih berat? Ehm… yang kedua, bukan?

Kok, bisa kayak gitu? Ya, karena ketika kita melakukan sesuatu atas kehendak diri sendiri, kita merasa harga diri tidak berada pada mental “suruhan”. Kita merasa punya wewenang atas sesuatu, tidak sekadar merasa sebagai “orang suruhan” yang nggak punya kendali apa-apa. Bukankah pada dasarnya manusia merupakan jiwa-jiwa yang ingin selalu merasa bebas?

Akan menjadi aneh, kalau kita lebih nyaman dikendalikan orang lain. Ehm, tapi kalau sudah jadi bucin yang terjebak dalam toxic relationship, mungkin beda lagi, ya. Kalau yang ini mah, penginnya terikaaat terus. Dan bakal manut-manut aja kalau disuruh apa-apa.

Pada dasarnya, setiap manusia itu pasti pengin merdeka dan bebas. Baik pikirannya, jiwanya, maupun raganya. Oleh karena itu, sebagai orang tua atau bos, baiknya sih bisa memunculkan potensi tersebut pada anak atau anak buahnya. Ini memang bukan tugas yang mudah. Namun, saat hal ini telah bekerja dan potensi tersebut muncul, pasti kita juga akan bekerja atau berkarya tanpa disuruh-suruh, kok. Meski ya, mengingat lagi, kalau kondisi ini tidak mudah untuk dibentuk.

Apalagi, kondisi pendidikan kita hari ini yang juga masih serupa. Di ruang-ruang kelas, kita seringnya dicekoki. Itu kan nggak ada bedanya sama disuruh-suruh. Tapi karena kita ini butuh disekolahkan, dengan biaya yang mahal untuk tetap dapat menjaga gengsi, akhirnya kita jadi terbiasa dengan doktrin-doktrin yang (((memaksa))) kita buat nurut. Nggak usah jauh-jauh supaya jadi anak teladan. Setidaknya, supaya orang tuanya nggak dipanggil guru BK. Kondisi yang hampir sama seperti saat kita berada di tempat kerja.

Nah, saat berada di rumah, kita seolah pengin melampiaskan ketidakbebasan kita saat berada di sistem sosial yang lain tersebut. Kita terlalu capek disuruh-suruh, dan penginnya pas sampai rumah nggak disuruh-suruh lagi. Bukankah katanya hanya berada di rumah, kita bakal bisa diterima seada-adanya? Jadi, bisa bebas buat nolak, dong? Akan tetapi, itu hanya sebatas keinginan kita. Ternyata, orang tua di rumah sering kali nyuruh-nyuruh kita beberapa hal, meski itu memang sederhana.

Misalnya, pekerjaan cuci piring yang sungguh ringan itu, jadi begitu berat. Hanya karena kita diperintah orang tua untuk melakukan sesuatu yang sebetulnya sudah teramat sangat kita pahami. Saat pekerjaan tersebut menjadi “suruhan”, kitanya jadi males. Ego kita memberontak, geram, dan berkata, “Iya, ya. Tahu kalau habis makan itu piring langsung dicuci. Bentar toh, ini gebetan lagi bales chat kita 4 hari yang lalu. Kalau nggak langsung dibales, ilang lagi nanti.” Akhirnya, situasi berantem tipis-tipis pun sulit untuk dielakkan.

Sebetulnya, meski kita nggak suka saat disuruh-suruh orang tua. Nggak seharusnya kita langsung merasa nggak cocok dengan mereka dan pengin memusuhinya. Rasa tidak suka saat disuruh ini, terjadi karena banyak faktor. Bukan sekadar kepribadian di antara kita dan orang tua saja yang nggak cocok. Nyatanya, kalau hal ini dirunut-runutin, kitanya juga yang sudah capek disuruh-suruh di luar. Jadi penginnya, bisa manja-manjaan di rumah—yang ternyata nggak bisa.

Iklan

Jadi, kita lebih rajin saat nggak ada orang tua di rumah, soalnya kita pengin jadi manusia yang merdeka, yang punya inisiatif sendiri. Bukannya jadi manusia yang bisa disuruh-suruh kayak robot, yang dengan seenaknya dipencet bisa bergerak sesuai perintah.

Terakhir diperbarui pada 23 Juni 2019 oleh

Tags: diperintahinisiatifmerdekaorang tua
Audian Laili

Audian Laili

Redaktur Terminal Mojok.

Artikel Terkait

Hasto Wardoyo batasi penjualan miras di Yogyakarta karena kasus penusukan santri krapyak. MOJOK.CO
Kilas

Gerombolan Pemuda Mabuk Tusuk Santri Krapyak, Hasto Minta Penjualan Miras Dibatasi

26 Oktober 2024
Benarkah Jogja Cocok Ditinggali Oleh Para Pensiunan yang Ingin Menghabiskan Masa Hidupnya?
Video

Benarkah Jogja Cocok Ditinggali Oleh Para Pensiunan yang Ingin Menghabiskan Masa Hidupnya?

17 Juni 2024
Keluh Kesah Menjadi Anak Kesayangan Orang Tua. MOJOK.CO
Kilas

Keluh Kesah Menjadi Anak Kesayangan Orang Tua

21 Mei 2023
Cerita Mustakim dan Tosan, Pak Tua di Jember yang Bertahan karena Cinta yang Absurd. MOJOK.CO
Sosok

Cerita Mustakim dan Tosan, Pak Tua di Jember yang Bertahan karena Cinta yang Absurd

20 Maret 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.