MOJOK.CO – Lantaran hukum di Indonesia itu sangat jernih dan tegas, saya yakin, setelah Mustofa Nahra, menyusul kemudian Ulin Yusron. Mari dirayakan sewajarnya.
Ahad, 26 Mei 2019, Mustofa Nahra, pemilik akun Twitter @AkunTofa dan @TofaLemonTofa resmi menjadi tersangka hoaks aksi 22 Mei yang lalu. Dedi Prasetyo, Karo Penmas Divisi Humas Polri mengungkapkan status tersangka itu kepada wartawan. Untuk ke sekian kali, polisi bekerja cepat untuk mengamankan penyebar hoaks.
Penangkapan Mustofa Nahra ini patut dirayakan. Hoaks, mau apapun bentuknya, mau siapa saja yang menyebarkan punya dampak menyakiti yang masif. Orang yang sebetulnya tidak bersalah, bisa kena masalah. Yang paling berbahaya tentu ketika hoaks itu berpotensi melahirkan konflik horizontal. Elite yang bikin masalah, rakyat yang terhasut, dan terluka.
Penangkapan Mustofa Nahra ini patut dirayakan. Mengapa? Karena saya yakin polisi juga akan bekerja cepat untuk menangkap Ulin Yusron yang menyebarkan identitas pribadi dan menuduh orang tanpa bukti. Kasus ini sudah agak lama, tapi saya yakin ini cuma strategi polisi saja. Hukum kan berlaku untuk semua kampret dan cebong, kan Pak Polisi? Ulin Yusron segera dicokok, kan Pak? Sama rasa, sama rata.
Penangkapan Mustofa Nahra ini patut dirayakan. Cuitan politisi PAN itu memang berbahaya. Meski beliau membela diri, tapi tetap saja sungguh berbahaya karena bisa membakar amarah akar rumput. Ya mau bagaimana lagi, pendukung Pak Mus di Twitter itu tetap banyak. Meski saya nggak tahu itu akun pendukung asli atau robot. Titik beratnya di soal “banyak”. Soal bener ya nanti dulu. Seperti biasanya.
Mustofa Nahra memaklumi persekusi?
Jumat, 25 Mei 2019 yang lalu, Tirto mengangkat sebuah tulisan yang patut dibaca semua orang, tanpa terkecuali. Tirto menggunakan judul: “Potensi SARA dan Persekusi di Balik Twit Mustofa Nahrawardaya”.
Anggota BPN Prabowo-Sandiaga itu memposting video seorang anak yang meminta tagar #tangkapAmienRais, #bubarkanFPI dan #tangkapPrabowo diviralkan di media sosial. Video yang diunggah pada Kamis, 23 Mei 2019 makin ramai setelah Mustofa Nahra memposting ulang gambar si anak serta menyinggung logo salib yang terlihat di seragam si anak.
“Logo di anak ini kok kayak ada tanda salib. Semoga saya salah lihat. Ada yang tahu SMA mana ini?” twit @akuntofa dalam postingan tersebut. Sejumlah pengguna Twitter, yang tak setuju dengan postingan itu tak hanya menghawatirkan kondisi si anak yang terancam mengalami perundungan dan persekusi, melainkan juga memantik konflik berbasis SARA.
Bagaimana pembelaan Pak Mus? “Jangan khawatir jadi korban perundungan jika lingkungannya care dan perhatian dan saling mengingatkan. Sayang, di medsos tidak mungkin mengingatkan orang, jika tidak tahu identitasnya. Maka saya tanya, itu siapa.” Luar biasa. Perundungan dianggap hal yang biasa dan tidak dikhawatirkan. Murid Ki Amien Rais memang punya ilmu sundul langit.
Sikap ini sungguh berbahaya. Hoaks dan persekusi, seiring menggelindingnya tahun politik berkembang menjadi “senjata” yang menyakiti. Persebarannya menjadi sangat cepat, terima kasih kepada media sosial dan manusia-manusia dengan lingkar otak dua sentimeter.
Kamu tahu, beberapa pengikut @akuntofa melakukan doxing dan menyebarkan tudingan miring soal logo sekolah di seragam si anak. Diduga, logo tersebut merupakan logo sekolah katolik Ricci II di Bintaro, Tangerang Selatan. Akibatnya, Ricci II menghentikan aktivitas belajar-mengajar selama dua hari, yakni pada 24-25 Mei 2019.
Selain melahirkan kecemasan atas persekusi dengan latar agama, Pak Mustofa Nahra juga menyebarkan hoaks yang menyudutkan pihak keamanan. Video penganiayaan seorang remaja yang diduga dilakukan polisi di dekat kompleks Masjid Al Huda, menjadi viral dan dibagikan melalui aplikasi pesan WhatsApp pada Jumat, 24 Mei 2019.
Akun Pak Mustofa mencuit bahwa nama remaja yang dipukuli itu adalah Harun, warga Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. “Innalillahi-wainnailaihi-raajiuun. Sy dikabari, anak bernama Harun (15) warga Duri Kepa, Kebon Jeruk Jakarta Barat yg disiksa oknum di Komplek Masjid Al Huda ini, Syahid hari ini. Semoga Almarhum ditempatkan di tempat yg terbaik disisi Allah SWT, Amiiiin YRA.”
Polisi merilis identitas remaja yang digebukin. Ia adalah Andri Bibir, pemasok batu yang digunakan peserta aksi 22 Mei untuk melempari polisi, bukan bernama Harun seperti yang diviralkan oleh Pak Mus, yang kemudian ditangkap untuk diperiksa karena diduga keras telah melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA dan/atau pemberitaan bohong melalui Twitter.
Ulin Yusron (seharusnya) menyusul?
Sampai sini, kita semua memaklumi penangkapan penyebar hoaks. Tapi kok, perlakuannya berbeda ketika Ulin Yusron yang menyebarkan identitas pribadi dan menuduh orang yang salah? Sekali lagi, nggak mungkin dong polisi nggak tahu soal kasus Ulin Yusron? Pasti ini bukan perkara siapa mendukung siapa. Hukum kan tajam ke semua sisi. Bukan begitu, Burhan?
Zudan Arif Fakrulloh, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, mengungkapkan bahwa orang yang menyebarluaskan data kependudukan akan terkena sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp25 juta. Pernyataan tersebut untuk merespons tindakan Ulin Yusron yang menyebarkan identitas pribadi orang yang dituduh mengancam akan memenggal Jokowi.
Zudan menegaskan bahwa pihaknya tidak memberi akses kepada Ulin Yusron terkait data terduga pelaku pengancam Jokowi. Menurut dia, Ulin Yusron memperoleh data tersebut dari lembaga yang bekerja sama dengan kementeriannya. “Kami dari Kemendagri tidak menyebarluaskan data itu. Semua data penduduk ada di Kemendagri, perorangan tidak bisa akses.”
Bukankah menyebarkan berita palsu, antara Pak Mustofa Nahra dan Ulin Yusron itu setara beratnya? Apa berbeda karena masalah junjungan masing-masing?
Ini bukan sentimen Mojok sama Bung Pemburu Senja, Pencuri Malam, Penculik Fajar, Pengempas Terik, Pencari Pelangi, Pawang Hujan, Terima Gali Sumur, Pengelem Benang Teh Celup, Pembesar Penis, Sedia Badut Pesta, Kursus Jahit, dan Terima Rosok. Nggak jelas betul beliau ini apa.
Yang jelas, Ulin Yusron ini multitasking, semua-semuanya bisa. Termasuk bikin video pendek untuk kampanye menyerang Prabowo secara personal. Sayangnya, meski semua-semuanya bisa, video yang Ulin Yusron bikin ini jelek saja belum. Sudah brengsek betul, masih ditambah mengambil konten Mojok tanpa izin lalu memasukkannya ke dalam video kampanye. Itu bikin seakan-akan Mojok mendukung kampanye brengsek bikinan beliau. Jiangkrik!
Itulah, saya sih merayakan saja kalau penyebar hoaks seperti Mustofa Nahra diciduk. Karena dalam waktu dekat, saya yakin betul, Ulin Yusron akan menyusul. Hukum di Indonesia kan jernih, tegas, tidak memandang siapa yang melanggar. Memangnya ini negara lain entah di mana yang banyak aktivis diculik dan sampai sekarang belum kembali.
Cincai lah…