MOJOK.CO – Ibu saya melakukan perlawanan akan status negatif kaleng Khong Guan. Salah satunya dianggap bagian dari “penipuan rengginan yang terencana”.
Kaleng Khong Guan sudah terlalu sering dikaitkan dengan “hal-hal negatif”. Pertama, dikaitkan dengan “penipuan rengginan” yang terencana. Kedua, menjadi substitusi untuk mobil dengan kualitas keamanan kurang baik. Misalnya, karena body gampang penyok, maka disebut sebagai mobil bekas kaleng Khong Guan. Betapa merana kaleng biskuit legendaris ini.
Namun, di mata ibu saya, kaleng Khong Guan punya arti penting dalam kehidupan berumah tangga. Tidak hanya itu, kaleng Khong Guan adalah wujud nyata kepedulian seseorang akan kehidupan planet bumi dengan melakukan daur ulang. Well, ibu saya mungkin nggak kepikiran sampai ke sana. Bagi beliau, kaleng legendaris itu terlalu sayang untuk diledek dan digunakan untuk substitusi hal-hal negatif.
Ibu, saya yakin juga banyak ibu-ibu di luar sana juga melakukan hal ini, dengan sangat telaten mencuci kaleng Khong Guan setelah biskuit di dalamnya tandas. Bagian dalamnya disikat sedemikian rupa sampai benar-benar bersih. Sementara itu, di bagian luar, dua kali dibilas supaya debu yang menempel rontok semua.
Untuk apa? Tentu untuk digunakan kembali. Bukan rengginan, ibu saya mengisinya dengan penganan favoritnya: keripik ubi. Atau, di lain waktu ketika punya banyak waktu luang, ibu saya akan meracik dan memasak penganan kacang telur dengan tepung yang melimpah. Hebatnya, tepung itu tidak menjadikan kacang telur bikinan ibu menjadi keras, tapi tetap gurih, manis, dan nyaman digigit.
Begitulah ibu saya, yang sebetulnya sudah berkontribusi menyelamatkan bumi dengan mendaur ulang kaleng Khong Guan. Tidak hanya kaleng legendaris itu, ibu saya begitu gemar menggunakan kembali wadah penganan. Bisanya terbuat dari plastik atau melamin. Cekatan, beliau akan mengumpulkan wadah itu ke satu plastik kresek besar untuk dicuci secara borongan.
Kayaknya ibu tidak tahu wadah plastik bekas penganan, misalnya bekas salad buah atau rujak bangkok, sebaiknya tidak digunakan lagi. Wadah plastik yang pada waktu tertentu sulit dicuci sampai kesat itu memang berbahaya jika digunakan lagi sebagai wadah makanan jadi. Misalnya jadi wadah makan sup atau soto yang masih panas.
Namun, entah kenapa, mungkin insting seorang ibu bekerja di sini. Ibu tidak memosisikan wadah plastik itu seperti kaleng Khong Guan, sebagai wadah penganan. Wadah plastik bekas rujak bangkok dijadikan tempat sabun cuci piring beserta sabutnya. Kreatif, bukan? Namun, ibu saya melakukannya bukan sebagai wujud kreativitas memanfaatkan barang bekas.
Kenyataannya, ibu saya dan mungkin banyak ibu di luar sana yang cuma merasa “eman-eman” atau sayang jika membuang barang begitu saja. Misalnya botol bekas air mineral, beliau potong menjadi dua bagian. Bagian bawah digunakan untuk meletakkan stok sikat dan pasta gigi yang masih baru.
“Kok nggak beli tempat saja, to, Bu,” suatu kali saya memberi saran.
“Ah, eman-eman. Ini bisa dipakai dan awet,” dipolomatis betul ibu saya menjawab.
Soal kaleng Khong Guan, ibu justru protes keras ketika saya bilang mengisi kaleng itu dengan makanan lain sebagai bentuk penipuan. Beliau bilang begini:
“Ya orang-orang itu yang sukanya mikir ketinggian, suka curigaan, sama maunya muluk-muluk,” hmmm…agak nggak nyambung, tapi izinkan saya menerjemahkannya untuk kamu. Mungkin, ibu saya ingin bilang, kalau banyak orang terlalu tinggi ketika berekspektasi. Maunya makan biskuit, eh isinya rengginan, kacang telur, atau krupuk rambak.
Mereka tertipu oleh harapannya sendiri, bukan karena kreativitas menggunakan kaleng bekas sebagai wadah penganan.
Bagaimana dengan anggapan body mobil yang gampang penyok sebagai “bekas kaleng Khong Guan”?
“Ya kalau nyetirnya hati-hati, setidaknya nggak tabrakan. Kalau nggak tabrakan, enggak penyok. Kalau nggak mau gampang penyok, beli tank saja sekalian,” hardik ibu ketika saya menjelaskan kaleng Khong Guan sebagai substitusi mobil dengan body jelek. Hmm…oke, yang ini agak masuk akal.
Terkadang, banyak ibu nggak kepikiran mau menyelamatkan bumi dengan mempraktiikan anjuran: reduce, reuse, recycle. Ibu saya memanfaatkan lagi kaleng legendaris itu dan wadah plastik bekas penganan karena mau ngirit saja. Duitnya bisa dikumpulkan untuk beli beras dan ayam potong yang mulai merangkak naik akhir-akhir ini.
Sebuah sikap kepahlawanan yang tidak disadari. Mulai sekarang, kalau ada yang sedang mencuci kaleng Khong Guan dan menggunakannya sebagai wadah kacang telur, jangan diledek dan dituduh macam-macam, tetapi dipuji karena mengajarkan kita buat agak pelit, eh, maksud saya, agak kreatif memanfaatkan barang bekas.
BACA JUGA Sampah Plastik di Indonesia Terbanyak Kedua di Dunia, Kita Harus Bagaimana? atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.