Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kita Memang Harusnya Marah-marah Setelah Nonton Film Sexy Killers

Nia Lavinia oleh Nia Lavinia
17 April 2019
A A
film sexy killers
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Bagaimana sih seharusnya kita bereaksi setelah menonton film sexy killers? Nyalahin videonya? Tambangnya? Pemerintahnya? Harus ikut jadi SJW dan pecinta lingkungan dadakan nggak?

11,6 juta views, 643 ribu likes dan lebih dari 66 ribu komentar yang isinya mencak-mencak alias marah-marah adalah gambaran betapa ramainya film Sexy Killers yang dirilis oleh Watchdoc 13 April kemarin.

Kalau kalian bukan bagian dari 11,6 juta orang yang sudah nonton, sini sinisaya ceritain film ini tuh tentang apa.

Meskipun judulnya sexy killers, film ini bukan tentang perempuan cantik psikopat yaa. Tapi bahas tentang kebutuhan listrik di Indonesia yang berkaitan dengan relasi tambang, kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM dan para elit di balik bisnis tambang—yang meskipun terlihat bersebrangan dalam politik, ternyata saling memiliki konsensus dalam ekonomi.

Bukan cuman ramai di komentar Youtubenya aja, film ini juga berhasil menuai banyak respon di media dan sosial media. Dan seperti yang saya bilang di awal tadi. Isinya kebanyakan respon mencak-mencak alias marah-marah.

Ada yang merasa begitu marah dan membenci tambang—orang-orang yang marah kayak gini kemudian ramai-ramai dicap jadi aktivis lingkungan dan sjw dadakan.

Ada juga yang mencak-mencak karena film ini tidak sesuai dengan realitas yang mereka rasakan sebagai orang yang hidup di daerah tambang. “Hidup di tambang tidak seburuk itu,” kata mereka. “Malah kita dapat banyak manfaat dengan keberadaan tambang.”

Sisanya marah-marah karena merasa film ini terlalu kental agenda politiknya. Mempertanyakan kenapa harus dirilis persis sebelum coblosan. Hmm?? Sengaja, yhaa??? Biar pada golput, yha???

Saya sendiri juga marah. Saking marahnya, saya sampai nangis sesenggukan setelah menonton film ini.

Bagi saya, Sexy killers ini film yang seram. Bukan seram gara-gara ada hantunya, tapi seram dalam artian surem. Iya, surem karena film ini terang-terangan menunjukan dampak negatif sosial dan lingkungan dari pertambangan.

Nggak surem gimana coba, sepanjang film kita disuguhkan tangisan ibu-ibu yang kehilangan anak mereka karena lubang tambang, petani yang kehilangan lahan pertanian, orang-orang di sekitar tambang yang sakit karena debu dan asap yang muncul dari aktivitas tambang, kriminalisasi masyarakat yang protes dengan keberadaan tambang, sampai terumbu karang yang rusak akibat jangkar kapal, dan nelayan yang kehilangan ikan sebagai sumber mata pencaharian mereka.

Bagi saya, kesedihan, penderitaan, kemalangan dan kekecewaan yang ditunjukan oleh orang-orang di film ini bukan sebuah kepura-puraan. Dan ekspresi kejujuran yang seperti ini, saya sangat yakin nggak akan bisa kita lihat tanpa adanya film Sexy Killers ini.

Kalau kamu protes karena film ini nggak cover both sides dan cuman nunjukin dampak buruk sosial dan lingkungan dari tambang aja—-ketika ada banyak dampak positif lain dari keberadaan tambang itu, saya pikir kamu yang salah.

Lha ya iya lah, Dul, sejak kapan film dokumenter yang dibikin Watchdoc atau organisasi lingkungan kayak Greenpeace cover both sides???

Iklan

Sejak kapan Greenpeace misalnya, bahas bahaya sampah plastic terhadap lautan, terus di narasinya dia bilang “Ya nggak apa-apa ada sampah plastic. Produksi sampah ini kan bagus buat ekonomi. Karena ada sampah plastic jadinya banyak orang bisa bekerja dan ekonomi negara bisa terus berjalan.” HASHHHH YA JELAS RAMASHOOK.

Kalau kamu mau lihat sisi baik dari tambang, ya carinya di video profil perusahaan atau iklan advertorial mereka. Dari sini aja, dengan logika yang sama, kita tahu kalau perusahaan juga nggak pernah cover both sides dan ngaku kalau mereka berpartisipasi dalam pencemaran lingkungan ha ha ha ha.

Kalau kamu bagian dari yang protes karena film ini dirilis ketika mendekati masa pencoblosan dan khawatir bikin orang berubah pikiran, saya malah mikir kalau itu sebenarnya hal bagus.

Ya karena di saat-saat seperti inilah semua orang benar-benar mencurahkan perhatian mereka pada ranah politik yang sehari-hari seringnya diabaikan.

Gara-gara Sexy killers ini, kita (((akhirnya))) membahas sesuatu yang penting! Ya, diskusi publik isinya jadi bahas bagaimana negara seharusnya bekerja dalam memenuhi kebutuhan warga negara tanpa harus mengorbankan lingkungan dan mencederai HAM. Diskusi yang nyaris tidak pernah kita dengar bahkan selama lima kali debat yang dilakukan KPU.

Lha iya tho? Selama debat 5 kali itu, alih-alih ngomongin program atau solusi atas masalah-masalah yang ada, yang banyak kita omongin cuman… MEME dari hasil debatnya HAHAHA.

Lagipula, berkat film sexy killers ini, kita jadi mengetahui beberapa hal yang saya pikir sangat sangat sangat penting. Dan ini bukan cuman soal pilpres dan ajakan soal golput melulu lho ya.

Pertama, kita jadi tahu kalau listrik itu mahal. Ya ini nggak usah dijelaskan lah ya.

Kedua, kita jadi tahu ada banyak tambang batu bara untuk memasok kebutuhan listrik kita itu. Juga alasan kenapa harus pakai batu bara, nggak pakai batu baterai apalagi batu akik atau batunya ponari—karena batu bara adalah sumber daya paling murah, dan banyak ditemukan di Indonesia. Juga karena kita belum punya banyak riset dan kemampuan untuk pakai sumber daya terbarukan.

Ketiga, ini yang menurut saya bagian penting, kita jadi tahu kalau tambang batu bara bahaya bagi lingkungan dan menumbalkan orang-orang di sekitar tambang.

Yhaa, tambang itu memakan korban. Dan bagi saya, nyawa itu bukan sebatas statistik. Satu nyawa hilang, artinya ada pelanggaran yang perlu diselesaikan. Sebagai manusia yang diberikan jaminan HAM khususnya hak untuk hidup, hal ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Keempat, ini juga bagian yang lebih penting dari penting (?) kita jadi tahu kalau perlawanan dari masyarakat ternyata masih ada.

Terakhir, hal yang paling penting dari penting, kita jadi tahu bagaimana para elit (orang-orang yang berkuasa dalam tambang di Indonesia) ternyata meskipun terlihat bertentangan secara politik, masih punya konsensus-konsensus dalam ekonomi.

Melalui film ini juga kita jadi tahu kalau pemimpin yang terlihat baik, bisa jadi jahat secara structural. YHAAAA. Tapi tentu saja memang tidak ada pemimpin yang sempurna, alias tahu apa saya soal hhe hhe.

Jadi gimana dong seharusnya kita bereaksi terhadap film sexy killers ini setelah mengetahui lima hal penting tadi?

Ya sudah betul itu, kita harus marah—seperti yang sedang/sudah kita lakukan saat ini.

Tapi jangan marah ke filmnya… Iya iya, saya tahu film ini bikin banyak orang merasa tidak nyaman karena merasa kenyataan yang mereka rasakan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan.

Kalau ini sih, daripada marah, baiknya kita menerima saja fakta yang mereka tunjukan. Lalu mengingat bahwa kenyataan itu cuman sekumpulan persepsi dari apa yang kita lihat dan rasakan sehari-hari. Belum tentu apa yang kita lihat dan rasakan sehari-hari itu, mencakup keseluruhan realitas yang ada.

Terus harus marah ke siapa dong? Ke tambang batu bara?

Mmm… Ini agak rumit sih. Kenyataannya, selama kita masih butuh listrik, kita nggak bisa lepas dari keberadaan tambang batu bara.

Dalam beberapa kasus, tambang juga bisa membuat orang dapat kehidupan yang lebih baik. Kalau kata teman saya yang merasakan langsung efek tambang, tambang juga bikin daerah dia lebih berkembang. Buat dia, yang salah itu sebenarnya bukan orang-orang yang bekerja di sektor tambang. Tapi, kegagalan negara dalam mengelola pendapatan dan perizinan tambang.

Selain bikin banyak tambang illegal, kegagalan ini juga bikin banyak proyek tambang dengan AMDAL yang tidak layak tetap bisa dioperasikan.

Terus harus marah ke siapa, dong?

Kalau mau marah, yuk marah ke elit aja… Karena mereka lah yang punya power dan berkuasa. Kita harus protes karena gara-gara mereka pengin mengeruk untung yang sebesar-besarnya, mereka menumbalkan aspek penting kayak HAM dan lingkungan.

Marahlah dengan menekan mereka untuk pakai duit yang mereka punya buat cari alternatif selain batu bara. Jangan malah mengglorifikasi, memonopoli, dan memperbanyak jumlah tambang.

Lagian elit ini banyak-banyak uang buat apaan, dah?? Buat beli nasi padang sewarung-warungnya? Kemaruk amat kayak yang bisa ngabisin aja…

Ohiya, terakhir, jangan lupa marah sama diri sendiri juga. Jangan sampai udah marah-marah sama elit, bikin thread panjang di twitter tentang ketidakadilan tambang, tapi kita lupa kalau lampu dan AC selalu dalam keadaan menyala hahaha.

Terakhir diperbarui pada 17 April 2019 oleh

Tags: film dokumenter sexy killerssexy killerstambangwatchdoc
Nia Lavinia

Nia Lavinia

Mahasiswa S2 Kajian Terorisme, Universitas Indonesia.

Artikel Terkait

Soal Tanah dan Benih Pengetahuan di Tubuh NU MOJOK.CO
Esai

Soal Tanah dan Benih Pengetahuan di Tubuh NU: Masih Relevankah Isu-isu Moderasi Beragama?

7 Agustus 2024
Muhammadiyah Putuskan Ambil Izin Tambang seperti PBNU dengan Beberapa Jaminan MOJOK.CO
Aktual

Muhammadiyah Sebenarnya Tak Butuh Tambang seperti PBNU, tapi Tetap Ambil karena Beda Cara Mengelola

28 Juli 2024
Alih-alih dengar Suara dari Bawah, Muhammadiyahb malah Pilih Susul PBNU Urus Tambang MOJOK.CO
Aktual

Suara-suara dari Bawah yang Tak Terdengar oleh Petinggi Muhammadiyah, Tolak Tambang malah Dicap Radikal

25 Juli 2024
Sinyal Muhammadiyah Ambil Konsesi Tambang seperti PBNU MOJOK.CO
Aktual

Sinyal Muhammadiyah Susul PBNU Urus Tambang, Bedanya Bukan karena Lagi Butuh

16 Juni 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.