ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kita Cuma Bisa Mengumpat dalam Hati dan Rasanya Nggak Enak Banget

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
12 Maret 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Mari kita bedah satu per satu situasi dan kondisi yang membuat diri kita ingin lepas kendali, meski ujung-ujungnya kita cuma bisa mengumpat dalam hati.

Saya pernah merasa galau setengah mati suatu hari. Alih-alih menyepi di kamar kos, saya memilih menelepon seorang teman dan curhat selama hampir satu jam penuh. Sambil menangis tak tentu arah, saya buang semua unek-unek yang mengganjal di kepala.

Sebagai pihak yang curhat, tentu saya cuma berpikir bahwa “ah-yang-penting-saya-lega”. Apalagi, teman saya toh membalasnya dengan baik dan memberi saran-saran yang masuk akal. Saya rasa tidak ada yang salah, sampai suatu hari teman saya yang lain mengirimi saya curhatan sepanjang 10 halaman A4.

Iya, curhatannya panjaaaaang sekali kayak masalah hidup!!! Saya, yang sebenarnya masih labil secara psikis gara-gara masalah pribadi, harus bersusah payah mengumpulkan konsentrasi demi memahami permasalahan yang diajukan oleh si teman.

Ketidaknyamanan yang saya rasakan lantas membuat saya menyadari sesuatu: meski manusia adalah makhluk sosial, rasa egois dalam diri kita (hah, kita???) kadang bisa saja sangat meluap-luap. Sayangnya, demi memenuhi norma-norma kesopanan dalam bersosialisasi, kita cenderung menahan diri untuk mengumpat dalam hati dan memilih berusaha bersikap sopan agar tidak menyakiti perasaan orang lain.

Padahal, mah, rasanya pengin banget mengeluarkan segala emosi yang terpendam. Iya, kan? IYA, KAN?

Agar lebih related af, mari kita bedah satu per satu situasi dan kondisi yang membuat diri kita ingin lepas kendali, meski—sekali lagi—ujung-ujungnya kita cuma bisa senyum dan mengumpat dalam hati.

Pertama, tentu saja saat seorang teman curhat masalah hidupnya.

Sekali-dua kali, sih, tidak masalah. Tapi, kenapa harus bercerita hal yang sama berkali-kali, setiap saat, lantas menghilang kalau dirinya sendiri sudah bahagia??? Memangnya kita ini apa??? Tempat sampah??? Ya, memang iya juga, sih!!!

Rasa-rasanya, saat disemprot curhatan yang pelik—bahkan lebih pelik daripada masalah yang kita bayangkan sebagai masalah pelik—ingin sekali mengumpat dalam hati,

“Tolong, ya, itu tu urusanmu sendiri, jangan ganggu hidupku dengan kebingunganmu! Please banget! Hidup aja udah bikin bingung, memangnya kamu pikir aku dibayar sama ibumu buat jadi konselor pribadimu apa???!!!”

Tapi, yah, paling-paling, kita cuma bisa jawab, “Kamu yang sabar, ya. Kamu pasti bisa ngelewatin ini. Kalau ada apa-apa, cerita sama aku terus, ya.”

Kedua, saat berantem dengan kekasih yang super-egois dan nggak peka.

Sebagai manusia yang berinteraksi secara romantis dengan lawan jenis, tentu kita menyadari bahwa kerukunan bukanlah hal yang serta-merta datang begitu saja. Terkadang, pertengkaran tak bisa dihindari dan tak jarang kita merasa pasangan bersikap sangat egois, tapi tetap keras kepala bahkan untuk sekadar meminta maaf.

Pernah, kan? PERNAH, KAN, MBAK, MAS? SEBEL, KAN?

Rasa-rasanya, waktu pertengkaran kian memanas—bahkan sampai muncul ancaman untuk putus—kita ingin sekali menggeplak kepala si kekasih sambil berujar sebel, “Kamu tu mbok ya mikir untuk kebaikan bersama, jangan mikirin diri sendiri! Memangnya ini kamu lagi nyanyi lagunya Tangga apa, maunya ‘yang terbaik untukmu’ thok???!!!”

Tapi, demi keberlangsungan kebutuhan emosi dan kasih sayang, kita pun berusaha menenangkan diri dan bicara, “Yuk, Sayang, ngobrol dulu, diskusi yang tenang.”

Ketiga, saat ada satu potong kue tersisa di meja, sedangkan ada banyak orang lain di sekitar meja.

Prinsip ini berhubungan dengan sikap nggak enakan yang mungkin melingkupi hati kita masing-masing, selain perasaan cinta. Kita ingin mengambil si sepotong kue itu karena kita tahu rasanya enak setengah mati, tapi ada perasaan rikuh yang menahannya.

Saat akhirnya memberanikan diri bermaksud mengambilnya, seorang teman yang lain juga melakukan hal yang sama. Kalian pun berpandangan awkward, selagi tangan sedang berusaha menjangkau kenikmatan dunia yang duduk manis di atas piring tersebut.

Rasanya, kita otomatis mengumpat dalam hati, “AKU DULU, WOY, AKU DULU!!!” tapi apa daya, yang terjadi malah sebuah senyuman besar nan manis, diikuti sebuah suara hangat yang keluar dari mulut kita, “Dimakan aja, Mas/Mbak. Silakan.”

Keempat, saat ada orang yang menyerobot antrean di kasir, sambil berkata, “Maaf, Mbak, saya cuma beli sabun ini aja, kok.”

Wah, wah, wah, ini jelas menyebalkan. Apa, sih, yang membuat seseorang yang berbelanja sabun lantas merasa ia patut didahulukan daripada kita yang belanja bulanan dan nggotong-nggotong keranjang belanja yang kepenuhan??? Di mana letak simpati dan empati masyarakat di zaman kiwari ini sebenarnya, hah???

“Bu, tolong, ya, Anda nggak lihat ini tangan saya udah kondean karena antre sambil megangin keranjang belanja yang isinya abot banget ini, Bu??? Situ siapa, pakai nyelip-nyelip segala??? Valentino Rossi???” begitu teriakmu dalam hati dengan penuh kekesalan. Tapi, memang dasar manusia adalah makhluk sosial, kamu cuma bisa senyum-senyum—apalagi kalau si ibu bawa anak kecil—lantas bilang,

“Silakan, Bu.” Hadeeeh!

Kelima, saat ada orang yang berkata dengan entengnya, “Eh, kamu kok gendut banget sekarang?” atau “Eh, kamu kok kurus banget, sih!”.

Maksud saya—di mana, sih, letak kerennya mengomentari fisik seseorang??? Sambil mengatur emosi, ingin rasanya kita berdiri dan menatap mata si penutur tadi, lantas berkata,

“Memangnya kamu pikir, tanpa kamu bilang, saya nggak akan tahu kalau saya gendut atau kurus??? Memangnya kenapa kalau badan saya lebih gendut atau lebih kurus dari kamu??? Memangnya keadaan badan saya memengaruhi stabilitas nasional dan militansi cebong dan kampret??? Ngggak, kan??? NGGAK, KAN???”

Tapi, yah, mana berani? Ujung-ujungnya, kita cuma bisa jawab, “Hehe,” sambil gondok setengah mati dan berniat buka Google untuk mencari tahu cara cepat menguruskan badan/menggemukkan badan dalam semalam, meski kita tahu itu impossible.

Ah, sialan memang!

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: curhat sama temanmengumpat dalam hatinggak enakanpura-pura baik
Iklan
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Pojokan

Nggak Enaknya Jadi Orang Nggak Enakan

11 Januari 2019
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya

Ingat, Kamu Belum Pasti Bisa Ikut Pijat Refleksi yang Penuh Relaksasi!

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pengalaman traumatis di KA Sri Tanjung dan Stasiun Lempuyangan Jogja MOJOK.CO

Naik KA Sri Tanjung ke Stasiun Lempuyangan bikin Orang Surabaya Trauma ke Jogja

9 Mei 2025
Penipuan love scam: ngaku-ngaku jadi pilot di luar negeri, berhasil pikat perempuan Lampung hingga poroti puluhan juta MOJOK.CO

Penyesalan Perempuan Lampung, “Tergila-gila” Lelaki yang Ngaku Jadi Pilot di Luar Negeri Berujung Kehilangan Uang Puluhan Juta

7 Mei 2025
Kehidupan mahasiswa Unair di Gang Jojoran, Gubeng, Surabaya: makan dengan suguhan bau comberan hingga mandi air kuning MOJOK.CO

Cerita Mahasiswa Unair Tinggal di Gang Sempit di Tengah Kemewahan Surabaya, Makan dengan Bau Comberan hingga Mandi Air Kuning

8 Mei 2025
Stasiun Lempuyangan Jogja. MOJOK.CO

Stasiun Lempuyangan, Tempat Pertama yang Bikin Perantau Jakarta “Kasihan” dengan Orang Jogja

8 Mei 2025
Jalan-jalan di Candi Borobudur, Magelang. MOJOK.CO

Pengalaman Pertama ke Borobudur Sendirian terasa Aneh, tapi Berkat “Orang Baru” Perjalanan Saya Jadi Berkesan

14 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.