MOJOK.CO – Kenapa laki-laki boleh misuh sementara perempuan nggak?
Baru-baru ini saya melihat sebuah postingan sayembara misuh di Instagram. Iya, lomba jago-jagoan misuh! Yang menang adalah yang paling fasih dan kreatif menggunakan kata “janc*k” dan pisuhan-pisuhan lainnya. Misuh itu artinya ngumpat btw, kalau kamu nggak tahu.
Buat yang nggak pernah tinggal di daerah Jawa mungkin akan sedikit aneh dengan sayembara ini, lha wong orang Jawa kan terkenal dengan kesopanannya. Ya itu juga benar sih, tapi kayaknya cuman di Solo aja yang sopan, yang lainnya nggak hahaha. Bercanda.
Sebenarnya ya bukan di Jawa aja sih, saya pikir misuh ini sudah jadi budaya orang Indonesia. Buktinya semua daerah punya gaya dan bahasa misuhnya masing-masing. Di Sunda misalnya, kata any*ng, gobl*g, keh*d dan beleg*g juga kerap bercampur dengan bahasa sehari-hari. Tapi tentu saja konteksnya dalam pergaulan dengan teman sebaya atau orang-orang terdekat, bukan ujug-ujug misuh ke orang yang nggak dikenal. Kalau itu sih bahaya, bisa-bisa digebukin warga.
Nggak bisa dimungkiri kalau misuh-misuh itu memang nikmat, selain bisa mengekspresikan rasa antusiasme, misuh juga bisa digunakan untuk mengekspresikan rasa kekecewaan dan kekesalan, dalam hal ini misuh punya efek seperti pereda rasa nyeri.
Jadi ya pantes aja pisuhan “j*ngkriik” “b*jigur” dan “guobl*k kowe cuuuk” sering saya dengar ketika orang-orang di kantor Mojok menderita kekalahan saat main pubji.
Selain sebagai stress release, saya baca ada banyak manfaat lain dari misuh-misuh, misalnya terlihat lebih atraktif, mudah untuk mendapatkan perhatian, simpati dan pada kasus tertentu bisa membuat seseorang mendapatkan penghormatan dari orang lain.
Dalam sebuah penelitian, orang yang suka misuh juga diketahui sebagai tanda kejujuran dan intelejensi yang tinggi. Artinya, semakin sering seseorang misuh berarti semakin jujur dan tinggi intelejensinya. Mantapp.
Tapi…
Manfaat misuh memisuhi ini hanya berlaku jika yang misuh adalah laki-laki…
Kalau perempuan yang misuh?
Jangan harap bisa dilihat keren, atraktif atau punya intelejensi yang tinggi. Perempuan yang misuh malah akan dicap sebagai perempuan kelas bawah yang ofensif dan “nggak perempuan banget” pokoknya, pisuhan ini bisa menurunkan derajat mereka sebagai perempuan.
Mau bukti kalau perempuan itu nggak boleh misuh?
Coba intip saja perbincangan di sebuah forum online yang namanya jorok itu—sebut aja kakus—di sana ada seseorang yang bertanya apa yang kalian lakukan kalau punya pacar yang suka misuh.
Thread itu kemudian ramai oleh para lelaki yang mengatakan kalau perempuan yang suka misuh bikin ilfeel dan harus di black list. Pokoknya mereka sepakat “secantik apapun ceweknya kalau ngomong misuh ya bakal berkurang kecantikannya.”
Lah masih mending cuman dibilang berkurang kecantikannya, ini ada mas-mas yang udah mah bilang nggak cantik, nggak berakhlak, salah didikan orang tua, dia juga bilang kalau perempuan yang bicara kasar adalah perempuan yang memberikan kode minta diperlakukan kasar. “Gampar saja, itu kan bikin malu laki-laki, kok bisa pacaran sama cewek gitu, itu cewek dari kelas bawah, don’t waste your time.”
Seketika saya langsung kesal baca itu, Waste your time ndasmu! Sok-sok-an ngomong keminggris tapi komentarnya kok asem tenan. Ya gimana cewek nggak misuh kalo mereka ngomong kasar sedikit aja langsung dikata-katain dan dicap nggak bernilai di mata laki-laki.
Harusnya ya laki-laki nggak segampang itu nilai perempuan buruk cuman karena dia misuh. Apalagi sampai menyimpulkan bahwa perempuan harus dikasari ketika dia berkata kasar. Yang lebih penting untuk dibahas di thread ini tuh harusnya tanya dulu itu cewek diapain sampe misuhi pacarnya gitu?
Sebenernya kenapa sih misuh itu dianggap buruk buat perempuan? Apa karena misuh itu dianggap kata-kata yang kotor dan melanggar norma social? Ya kalau begitu bukan hanya tugas perempuan untuk berkata baik dan santun, harusnya laki-laki juga dituntut hal yang sama. Tapi kenyatannya kebanyakan hanya perempuan yang memiliki keharusan untuk berkata yang santun. Lagipula, misuh itu kan ya kosakata yang universal, harusnya penggunaanya nggak dimonopoli laki-laki.
Saya nggak pengin jadi SJW yang mencak-mencak pengin mempromosikan perempuan harus misuh kayak laki-laki karena saya sendiri pun lebih suka berkomunikasi dengan Bahasa yang normal dan santun.
Bahkan dalam pergaulan sehari-hari, banyak teman-teman saya yang suka misuh (laki-laki) nggak suka jika saya mencontoh mereka bilang “cuk” sebagai panggilan meskipun maksud saya adalah untuk menunjukan kedekatan saya terhadap mereka. Yang bikin saya kesal adalah, ketika ditanya kenapa nggak boleh, biasanya mereka akan menjawab seperti ini:
“Perempuan itu ya ngomong yang santun, suaranya nggak boleh tinggi, nggak pantes galak-galak, nanti kalau galak nggak ada laki-laki yang mau.“
Di saat mendengar jawaban ini, kalau saya jadi Roy Kiyoshi, saya pasti akan bilang “hmm, Robby, saya mencium bau-bau standar ganda”
Emangnya kenapa sih perempuan pengin misuh juga?
Mohon maaf nih ya, sebagai sama-sama manusia yang dianugerahi perasaan kesal, perempuan juga perlu mengekspresikan kekesalannya. Jadi, kalau perempuan misuh, itu artinya perempuan juga merasakan emosi kesal yang sama kayak laki-laki. Nah, fungsi misuh di sini ya sebagai Pereda rasa sakit dan stress release tadi.
Emanganya cuman laki-laki aja yang emosinya harus didengar? Ya perempuan juga perlu dong. Sayangnya, dunia ini nggak terbiasa dengan perempuan yang mengekspresikan kemarahannya dengan cara vulgar karena tuntutan norma kesopanan tadi, nggak seperti laki-laki. Makanya yang muncul ketika ada anomali seperti ini adalah pertanyaan kenapa perempuan kok bisa misuh tapi nggak pernah mempertanyakan kenapa laki-laki juga misuh.
Sebagai seorang perempuan, saya juga meyakini bahwa kita boleh dan harus bisa mengekspresikan kekesalan kita dengan misuh-misuh sama seperti laki-laki (tentu saja pada tempatnya) apalagi jika baca komentar yang kayak gini:
“Wanita yang suka berkata kotor, banyak didekati laki-laki untuk dipacari, tapi bukan untuk dimiliki. Mungkin salah satu alasan wanita yang suka berkata kotor adalah bisa mempunyai banyak teman laki-laki. Tapi apakah mereka tahu alasan laki-laki itu mau dekat dengan dia?
Secara mayoritas pasti laki-laki berpikiran kalau wanita yang suka berkata kotor itu (maaf) gampang dinikmati. Para laki-laki hidung belang pasti akan berlomba untuk memacari wanita itu. Tapi ketika wanita itu meminta keseriusan dari pihak laki-laki, pasti laki-laki itu akan mencari alasan untuk menjauhi wanita itu. Karena bagaimanapun juga, se bejat-bejatnya laki-laki tetap menginginkan pendamping wanita yang baik-baik.”
Laki-laki adalah pantulan dari sifat wanita. Laki-laki akan berperilaku baik di depan wanita yang baik. Dan Wajar jika laki-laki bertindak tidak sopan kepada wanita yang berkata tidak sopan.
Eh…
Gimana, gimana?
Perempuan yang “nggak baik” nggak boleh dapat lelaki baik? Sementara lelaki bejat tetap boleh dan harus mencari perempuan baik? Di saat seperti ini mari sama-sama kita ucapkan Jancuk koen!