MOJOK.CO – Taksiran defisit BPJS hingga akhir tahun ini mencapai Rp32,8 triliun. Tapi, benarkah kenaikan iuran BPJS jadi satu-satunya cara yang bisa “menyelamatkan” BPJS”?
“Kenapa, sih, iuran BPJS mau naik dan orang-orang heboh?”
Seseorang pernah bertanya pada saya. Menurutnya, kenaikan 100 persen iuran yang tengah diwacanakan adalah sesuatu yang wajar. Baginya pula, di mana lagi ada asuransi semurah BPJS?
Di sisi lain, ada orang yang merasa kenaikan iuran BPJS cukup memberatkan. Meskipun dibilang “terlalu murah”, pertanyaan berikutnya pun muncul: kenapa dulu direncanakan dengan besaran sekian, kalau hanya untuk dibilang terlalu murah dan wajar dinaikkan kemudian?
Dikutip dari BBC Indonesia, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris menyebutkan bahwa kenaikan premi iuran BPJS adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Soalnya, ternyata, waktu program BPJS Kesehatan ini dimulai, besaran iuran tidak sesuai dengan hitungan aktuaria. Defisit jadi membengkak karena pengelolaan risiko keuangan yang dilakukan.
“Tidak ada jalan lain bahwa untuk menyelamatkan program ini, untuk menyelamatkan hidup teman-teman kita yang sakit seperti tadi, itu adalah dengan menyesuaikan iuran,” ujar Fahmi, Senin (7/10).
Konon, taksiran defisit BPJS hingga akhir tahun ini mencapai Rp32,8 triliun. Tanpa penyesuaian tarif iuran (baca: kenaikan iuran), bisa-bisa si BPJS malah bangkrut gara-gara angka defisit yang kian membesar.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyatakan bahwa Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU)—peserta iuran mandiri—sesungguhnya adalah dalang defisit BPJS Kesehatan yang sebenarnya. Jumlahnya? Sampai 32 juta orang.
Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, dari 32 juta orang ini, tingkat kepatuhan pembayarannya hanya 54%.
Sembari sama-sama introspeksi bagi kamu-kamu yang belum bayar BPJS bulan ini, rasa-rasanya kita perlu juga mempertanyakan logika ini. Kalau dengan iuran semula yang katanya “terlalu murah” saja orang-orang suka nunggak bayar, apa jadinya kalau tarifnya dinaikkan? Apakah ada jaminan orang-orangnya bakal lebih rajin membayar dan nggak nunggak? Malah, masih menurut Timboel, tunggakan iuran ini diperkirakan akan meningkat hingga 75%.
Lagi pula, apa kabar orang-orang yang selama ini tertib bayar iuran setiap bulannya dan malah harus ikutan menanggung kenaikan iuran?
Dari HarianTerbit, seorang pemerhati sosial masyarakat, Frans Imanuel Saragih, menilai bahwa kenaikan iuran BPJS mengundang keluhan warga karena kurangnya pelayanan maksimal yang diberikan. Coba kalau pengelolaan BPJS sudah baik dan menggembirakan masyarakat, kenaikan tarif pasti dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Nyatanya, meski tak sedikit yang merasa tak bermasalah dengan layanan BPJS, masih banyak di luar sana warga yang kecewa dengan layanan kesehatan yang satu ini.
Tapi, benarkah BPJS hanya bisa diselamatkan oleh kenaikan iuran?
Sebuah temuan lain tak kalah mengejutkan. Detik pernah menuliskan bahwa salah satu penyebab defisit BPJS Kesehatan adalah adanya ribuan perusahaan yang memanipulasi data gaji untuk menjadi peserta.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengelola Keuangan (BPK), sebanyak 24,77 juta peserta BPJS Kesehatan dinilai bermasalah, yaitu 17,7 juta jiwa di antaranya mengalami masalah NIK, 10 juta jiwa memiliki NIK ganda, kosongnya kolom faskes pada 21.000 peserta, hingga sisanya yang ternyata sudah meninggal.
Dari hasil yang sama, ditemukan pula sebanyak 528.120 pekerja belum didaftarkan dari 8.314 perusahaan, sementara—seperti yang sudah disebutkan—ada 2.348 badan usaha yang tidak melaporkan gaji sesuai keadaan sebenarnya.
Dari belibet-nya masalah “hidup” si BPJS Kesehatan ini, kayaknya sebelum sampai pada keputusan menaikkan tarif iuran, perlu diadakan diskusi lebih lanjut, termasuk mengenai penyelesaian data bermasalah, deh. Atau, bisa saja, yang jadi masalah selama ini adalah…
…pengelolaan BPJS Kesehatan itu sendiri. Nah loh.
Tapi, tentu saja, pihak BPJS Kesehatan tetap bergerak dari sekarang. Dikutip dari CNBC, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris bahkan sudah merencanakan sanksi bagi kita-kita (hah, kita???) yang hobinya nunggak iuran.
Bersama dengan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), pihaknya kini tengah menyusun inpres (Instruksi Presiden) mengenai sanksi pelayanan publik dan media sosial. Kalau sampai kamu nggak bayar iuran BPJS terus-terusan, siap-siap saja mengalami kendala mengurus SIM, paspor, hingga kredit bank.
Yah, ancamannya mengerikan juga, sih. Udah mah telat bayar diancam denda, eh kita terancam juga kena tilangan polisi lalu lintas gara-gara nggak bisa perpanjang SIM. Kapok.
BACA JUGA Iuran BPJS Kesehatan Fiks Naik Dua Kali Lipat per 1 September 2019 atau artikel Aprilia Kumala lainnya.