MOJOK.CO – Menurut logika Forum Umat Islam (FUI) Cilacap bahwa Yesus adalah muslim, maka bisa juga bahwa Islam itu adalah Katolik. Hiya hiya hiya…
Beberapa hari yang lalu, sebuah baliho di Cilacap menjadi pusat perdebatan. Baliho yang dipasang oleh Forum Umat Islam (FUI) Cilacap itu berbunyi “I Love Jesus because Jesus is Moslem”. Baliho tersebut mendapat kecaman dari banyak pihak. Dari pihak NU, sampai alumni 212. Dari Katolik sendiri? Sejauh ini nggak ada. Kami adem-adem saja.
Apa alasan FUI Cilacap memasang baliho tersebut? Syamsudin, Ketua FUI Cilacap, mengungkapkan bahwa pemasangan dilakukan utnuk menguatkan umat Islam supaya tidak mengikuti acara non-muslim, seperti Natal dan tahun baru 2019. Syamsudin juga membantah kalau baliho tersebut provokatif. Beliau hanya “maaf sekadar mengingatkan” saudara-saudara muslim.
Kecaman datang dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Rumadi Ahmad. Beliau mengatakan bahwa baliho seperti itu tak mesti dilakukan karena “enggak ada gunanya”.
Direktur NU Online, Savic Ali, mengatakan bahwa baliho Yesus adalah muslim itu menyakiti perasaan umat kristiani.
“Ini kan masalah sosok yang berbeda. Meski di dalam Islam dipandang sebagai nabi, tetapi di Kristiani itu kan dipandang sebagai Putra Allah, Tuhan, seseorang yang disembah dan tidak boleh kita mengklaimnya seperti itu. Tidak boleh diucapkan ke publik,” kata Savic Ali yang juga fans dari sebuah klub besar bernama Arsenal. hehe~
Kritik juga disampaikan oleh Novel Bamukmin, Ketua Media Center Alumni 212. Novel menyatakan bahwa baliho yang dipasang FUI Cilacap sangat provokatif dan mengadu domba masyarakat.
Nah, pertama-tama, izinkan saya, sebagai pemeluk Katolik, mengucapkan terima kasih kepada Rumadi Ahmad, Savic Ali, dan Novel Bamukmin sudah mau membela dan mengingatkan FUI Cilacap. Kedua, mari kita lihat lagi logika di balik alasan pemasangan baliho Yesus adalah muslim karya FUI Cilacap.
Begini. Alasan mengungkapkan bahwa Yesus adalah muslim itu untuk mengingatkan bahwa saudara-saudara muslim lainnya untuk tidak ikut merayakan acara-acara non-muslim seperti Natal dan tahun baru. Natal memang acara Katolik, namun tahun baru, saya rasa itu acara manusia universal. Punya semua umat manusia. Tentu saja yang mau merayakannya saja.
Kedua, menggunakan logika FUI Cilacap, jika Yesus itu orang muslim, mengapa tidak mau merayakan Natal? Kan dengan begitu, Yesus dan Natal masih “golongan kita”. Natal tidak bisa dipisahkan dengan Yesus. Lha wong itu hari ulang tahunnya. Sweet seventeen Yesus ya di hari Natal. Masak mau dipisahkan. Jadi, harusnya saudara-saudara muslim tak perlu “anti” dengan Natal, kan. Kan dengan begitu, Natal itu acaranya “orang muslim” juga. Ingat, Yesus adalah muslim. Hehe~
Masak cuma mau sama liburnya saja, tapi enggak mau merayakan suka cita, kedamaian, dan kebahagiaan Natal. Natal itu enak, lho. Ada angpau, kado silang, kumpul keluarga, dan satu hari enggak usah bekerja. Nikmat Allah mana lagi yang mau engkau dustakan?
Oya, mumpung kita lagi membahas Yesus adalah muslim, kalian juga perlu tahu bahwa Islam itu juga Katolik. Hehe~
Kata “katolik” itu berasal dari Bahasa Yunani yang berarti ‘universal’. Kata “katolik” memang lekat dengan sebuah agama dan gereja sebagai tempat ibadahnya. Namun, tahukah kamu makna “katolik” di tengah masyarakat yang majemuk?
Makna “katolik” di tengah masyarakat majemuk dirangkum ke dalam 7 tugas gereja untuk masyarakat. Saya cuplikkan tiga saja yang paling cocok dengan hidup di tengah masyarakat heterogen.
Pertama, pelayanan. Contoh tindak nyatanya, misalnya, membantu korban bencana alam hingga membantu semua umat manusia yang miskin, cacat, dan butuh kasih sayang–para jomblo nggak usah senyam-senyum sendiri gitu. Tugas pelayanan gereja harus dilandasi rasa empati, peduli, dan paling utama: iklas.
Kedua, persekutuan. Sebagai rang Katolik, kamu harus mau terlibat dalam kehidupan sosial di sekitarmu. Menjaga tali persaudaraan, bukan hanya dengan saudara seiman, wajib dilakukan. Misalnya dengan ikut arisan RT/RW, berangkat kerja bakti, melayat tetangga dan lain sebagainya. Jangan sampai tetanggamu ada yang sakit, tapi kamu tidak tahu.
Ketiga, pengungkapan iman. Pengungkapan iman bisa dilakukan dalam bentuk yang khusus, misalnya pelayanan dan perayaan ibadah ekaristi di gereja. Nah, kalau di tengah masyarakat, sebagai umat beriman, iman diungkapkan dengan cara-cara yang nyata, namun tidak kentara alias unjuk diri bahwa kamu itu orang yang punya “iman”.
Gampangnya begini. Kalau kamu berbuat baik kepada sesama, dari semua golongan, semua agama, dan ras, maka kamu sudah menunjukkan secara tidak langsung bahwa imanmu sehat. Iman, tanpa tindakan nyata, seperti tubuh tanpa roh; mati. Karena ada tertulis di Alkitab:
“…iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna…Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman…Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati (Yakobus 2:22,24,26).
Sekarang saya tanya, tiga dari tujuh peran gereja (Katolik) di tengah masyarakat tersebut juga kalian amalkan sebagai umat Islam, bukan?
Karena yang saya tahu, dengan melihat secara langsung teman-teman saya yang beragama Islam, juga mempraktikkan pelayanan, persekutuan, dan pengungkapan iman.
Teman-teman muslim di lingkungan kantor saya mengumpulkan dana dan buku untuk disumbangkan untuk korban bencana alam di Palu, Donggala, dan Sigli. Bahkan mengirim mantan Ketua Komunitas KBEA untuk menjadi “relawan” di Palu, Sigli, dan Donggala. Mantan Ketua Komunitas kami beragama Islam, FYI saja.
Mereka juga terlibat di lingkungan tempat kantor berada. Misalnya dengan ikut menyumbang hewan kurban di beberapa masjid. Teman-teman beragama Islam juga sigap membantu teman sekantor yang membutuhkan pertolongan, bahkan kepada mereka yang berbeda agama dan ras.
Lho, kenapa saya berani menulis seperti ini? Lho, kan saya cuma mengikuti logika dari FUI Cilacap. Dengan mempraktikkan tiga dari tujuh peran gereja, bukankah mereka yang Islam juga Katolik, karena “katolik” sendiri adalah universal. Kata “katolik” itu, sadar atau tidak, ada di dalam dirimu masing-masing. Dirimu, baik yang Islam, Hindu, Buddha, dan lain sebagainya.
Maka, kalau Yesus adalah muslim–yang mana kami umat Katolik biasa saja dengan “klaim” tersebut–maka Islam juga mengandung sari pati Katolik itu sendiri, yaitu cinta kasih.
Cieee…kita ternyata samaan, ya. Terima kasih FUI Cilacap sudah mengingatkan.