Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Jokowi Ajak Pengusaha Hijrah? Inilah Bukti “Hijrah” Bukan Milik Islam Saja

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
4 November 2018
A A
Jokowi dan Hijrah MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – kata “hijrah” identik dengan Islam atau muslim. Padahal, seperti yang tersirat dari kata Jokowi, hijrah juga bisa bermakna universal, bukan soal agama saja.

Saya pernah berada pada sebuah fase yang genting. Satu langkah lagi, saya menjadi orang yang bakal kesulitan mengendalikan emosi. Kecurigaan, kecemasan, dan perasaan ingin marah itu bercampur baur. Tak bisa hilang bahkan setelah merapal berbagai macam doa dan pengharapan kepada Tuhan.

Hingga sebuah peristiwa yang mengubah diri saya terjadi. Saya menyakit orang yang saya sayangi. Saya sadar bahwa sudah menyakiti hatinya. Dan kesadaran itu semakin membesar ketika saya “hampir” kehilangan dia untuk selamanya. Pada titik itu, saya perlu mencari bantuan. Saya harus bertemu dengan seseorang yang bisa menampar hati dan logika saya.

Pencarian itu diberkahi Tuhan ketika saya bertemu dengan seorang suster. Ia berasal dari Ende, Nusa Tenggara Timur. Saya menceritakan masalah dan semua beban itu kepada beliau. Orang tua dan keluarga saya bahkan tidak tahu. Semuanya menumpuk di dada dan membuatnya sesak. Dan di sinilah, perubahan itu saya rasakan.

Ia bernama Suster Paulina. Usianya mungkin menjelang 40 tahun. Parasnya nampak selalu teduh, tidak ada gelombang masalah di sana. Suster Paulina mendengarkan keluh kesah saya dengan sabar. Di tengah sesi pertemuan kami yang singkat, Suster Paulina justru tak sekali pun menyuruh saya berdoa untuk mencari jalan keluar dari masalah.

Ada satu kata Suster Paulina yang sampai saat ini selalu saya ingat. Sebuah kata yang menjadi sangat keramat bagi saya. Kata itu adalah “hijrah”. Suster Paulina menegaskan bahwa doa tak bisa membantumu mengubah dirimu sendiri. Doa adalah perantara, semacam penguatan, sedangkan “wadah” itu yang perlu diperbaiki. Gunakan logika, gunakan pikiranmu.

Sebuah perumpamaan beliau gunakan: “Apa rasanya hatimu disakiti? Sakit. Apa rasanya hatimu dijaga dan dibahagiakan? Tentu senang.” Sudah. Itu saja. Tak ada doa-doa ala Katolik yang bisa sangat panjang. Tak ada renungan-renungan Kitab Suci yang bahkan tak kamu pahami maknanya. Tak ada nasihat-nasihat agama yang jelimet. Patokannya satu kata saja: hijrah.

Yang membuat saya tersentak saat itu adalah kata “hijrah” identik dengan Islam dan muslim. Bahkan menurut KBBI, arti nomor satu dari kata “hijrah” adalah “Perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Mekah ke Medinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraish Mekah.”

Sementara itu, arti kedua menurut KBBI adalah “Berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya)”. Jadi, arti pertama dan kedua ini masih berkaitan dengan perpindahan manusia secara fisik.

Tunggu dulu. Hijrah masih punya satu arti lagi. Dan arti nomor tiga ini begitu mengusik hati saya kala itu. Bunyinya: “Perubahan (sikap, tingkah laku, dan sebagainya) ke arah yang lebih baik.” Begitu sederhana, namun sangat kuat menggoncang logika. Saking sederhananya, saya mengambil kesimpulan awal: “Ternyata berubah menjadi orang yang lebih baik itu mudah. Meski butuh waktu.”

Perhatikan. Tidak ada unsur agama di sana. Tidak ada identifikasi suatu kata terhadap agama dan kaum tertentu. Hijrah adalah universal, milik semua manusia. Tentu saja, manusia yang ingin berubah ke arah yang lebih baik.

Saya begitu tertarik ketika dalam sebuah pidatonya, Jokowi mengajak pengusaha muda untuk “hijrah”; dari perilaku konsumtif menuju produktif. Merespons ajakan Jokowi, Sekjen PPP, Arsul Sani berkata bahwa Jokowi sedang mengukuti teladan Rasulullah. Di bagian ini, nuansa Islam sangat terasa. Dan ini tentu saja sangat baik.

Nah, yang menarik selanjutnya adalah komentar Arsul Sani secara utuh: “Ketika Jokowi menggunakan kata “hijrah” untuk para pengusaha muda tersebut, ia sedang mengajak para pengusaha untuk mengambil teladan Rasulullah.” Bagian ini menegaskan nuansa islami.

“Ketika menghadapai kesulitan, yakni bukan terus mengeluhkan, meratapi atau bahkan menyalah-nyalahkan keadaan, tetapi berpindah baik fisik maupun pikirannya untuk menanggulangi kesulitan tersebut.” menurut saya, bagian ini sangat dahsyat.

Iklan

Tanpa memedulikan kisruh copras-capres, kita semua tahu kalau rupiah masih bergulat dengan sengit melawan dolar. Beberapa harga bahan pangan naik dan tidak terjangkau masyarakat. Kekeringan terjadi di banyak tempat ketika hujan tak kunjung datang. Kesenjangan miskin dan kaya terus bertambah. Intoleransi di mana-mana.

Memang, perlu diakui di sini. Politik sangat berpengaruh terhadap kesulitan-kesulitan tersebut. namun, pada akhirnya, “hanya politik” saja tak akan mengubah keadaan. Pada akhirnya, nasib baik atau buruk ada di tangan dan kaki kamu sendiri. Ini menembus semua batas. Ya agama, ya suku, ras, dan batasan-batasan lain yang justru diciptakan oleh panasnya hawa politik.

Hijrah menuju manusia yang lebih baik adalah jalan satu-satunya untuk memperbaiki hidupmu sendiri. Bukan siapa yang menjadi presiden dan wakil presiden.

Nelson Mandela pernah berkata, “No one is born hating another person because of the color of his skin, or his background, or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love, for love comes more naturally to the human heart than its opposite.”

Manusia belajar akan segala sesuatu, termasuk kebencian. Oleh sebab itu, manusia juga bisa diajarkan untuk “hijrah” menjadi manusia yang lebih baik. Ya soal pekerjaan, ya soal sesama. Pada dasarnya, hanya ada kasih seiring kelahiran manusia. Mari “hijrah” menjadi manusia yang lebih manusiawi.

Terakhir diperbarui pada 4 November 2018 oleh

Tags: hijrahjokowiPilpres 2019
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Ustaz Salman Al-Jugjawy: Saat Rasa Takut Kematian Merubah Jalan Kehiupan
Video

Ustaz Salman Al-Jugjawy: Saat Rasa Takut Kematian Merubah Jalan Kehidupan

3 September 2025
Dakwoh membuktikan bahwa hijrah nggak harus ninggalin dunia lama. Simak perjalanan hidupnya yang penuh tantangan dan inspirasi
Video

Motivasi Hidup Ala Dabwok: Hijrah Nggak Harus Ninggalin Musik

17 Mei 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Sarjana nganggur digosipin saudara. MOJOK.CO

Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

22 Desember 2025
Nonton Olahraga Panahan. MOJOK.CO

Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

25 Desember 2025
Olahraga panahan di MLARC Kudus. MOJOK.CO

Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan

23 Desember 2025
Era transaksi non-tunai/pembayaran digital seperti QRIS: uang tunai ditolak, bisa ciptakan kesenjangan sosial, hingga sanksi pidana ke pelaku usaha MOJOK.CO

Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha

26 Desember 2025
Jogja Macet Dosa Pemerintah, tapi Mari Salahkan Wisatawan Saja MOJOK.CO

Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah

23 Desember 2025
elang jawa.MOJOK.CO

Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel

23 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.