Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Jokowi Atau Prabowo: Siapa yang Lebih Cerdas Berkampanye?

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
15 November 2018
A A
Skor Seri: Jokowi Salah Sebut Al-Fatihah, Prabowo Salah Sebut Gelar Kanjeng Nabi

Skor Seri: Jokowi Salah Sebut Al-Fatihah, Prabowo Salah Sebut Gelar Kanjeng Nabi

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sudah satu setengah bulan lebih kampanye Pilpres 2019 berjalan. Siapa yang lebih cerdas berkampanye? Jokowi atau Prabowo? Atau nggak ada?

KPU sudah menentukan yang namanya masa kampanye. Sebuah masa di mana masing-masing calon segencar mungkin memviralkan ide dan calon program mereka. Namun, karena batasan kampanye yang sering kabur, dengan berbagai cara, masing-masing pasangan calon, Jokowi dan Prabowo, bisa mendekati kepala calon pemilih. Kapan saja, di mana saja.

Ironisnya, kampanye untuk Pilpres 2019 tidak begitu menarik. Paparan ide hanya seperti tempelan mainan magnet di pintu kulkas. Isi “kulkas” yang ditawarkan adalah serangan-serangan terhadap kekurangan lawan, tanpa disertai unjuk kebolehan menyusun dan memaparkan ide. Menarik saja belum, apalagi cerdas.

Kebetulan, Dimam Abror, Wakil Direktur Media dan Komunikasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo dan Sandiaga, mengkritik pernyataan Ma’ruf Amin yang menyebut Jokowi sebagai santri. Dimam Abror menyebut seharusnya kita berkampanye secara cerdas. Hmm…memang secerdas apa sih kampanye Prabowo?

Supaya berimbang, mari kita lihat aksi dan pernyataan kubu Jokowi dan Prabowo. Kita lihat bersama-sama siapa yang lebih cerdas berkampanye. Sebagai parameter, kita lihat saja kampanye-kampanye keduanya yang membuat dahi mengernyit dan perut mulas. Biar kita bisa menilai siapa yang lebih cerdas berkampanye.

Kampanye “cerdas” kubu Jokowi

Mungkin, saking senangnya diajak masuk ke dalam “tim sukses” Jokowi, Farhat Abbas langsung membuat blunder. Farhat Abbas bilang bahwa mereka yang tidak memilih Jokowi di Pilpres 2019 akan masuk neraka. Sungguh kampanye yang menyentak akal sehat. Untung saja, pihak petahana cepat “memadamkan api” dengan memecat Farhat Abbas.

Kampanye “cerdas” kedua adalah ketika kubu petahana menyinggung berbagai kesalahan pihak Prabowo. Tepatnya, kubu Prabowo sudah tiga kali minta maaf ketika masa kampanye baru berjalan satu setengah bulan. Kesalahan yang disinggung adalah hoaks Ratna Sarumpaet, polemik tampang Boyolali, dan aksi Sandiaga Uno melangkahi makam Kiai Bisri Syansuri.

Mengapa aksi ini patut masuk ke dalam terminologi “kampanye cerdas”? karena Jokowi sendiri sendiri mengingatkan kalau kampanye jangan menimbulkan keresahan, menakut-nakuti rakyat. Lha ini menyindir-nyindir kesalahan lawan sama saja dengan terus mengingatkan bahwa ketakutan itu nyata. Kalau betul-betul “cerdas”, ya jangan dibahas terus-menerus. Biar rakyat yang menilai. Perkuat diskusi soal bidang-bidang strategis. Ya ekonomi, migas, dan lain-lain.

Kampanye “cerdas” ketiga adalah ketika Jokowi membuat istilah “politikus sontoloyo” dan “politik genderuwo”. Maksudnya sih keren. Ingin menunjukkan kalau ada politikus yang buruk dan cara-cara kampanye yang tidak mendidik. Namun, sayangnya, istilah itu bisa dengan mudah dimentalkan kubu Prabowo karena dari kubu petahana pun tak sedikit yang konyol. Sungguh jenius. Bikin istilah, tapi bisa dipantulkan dengan mudah.

Kampanye “cerdas” nomor empat adalah ketika Jokowi dan menteri-menterinya tidak menemui guru honorer yang demo soal batasan usia diangkat PNS yaitu di bawah 35 tahun. Sikap acuh tak acuh ini menyiratkan keengganan pemerintah untuk menangani masalah menahun. Sikap ini adalah kampanye yang buruk karena bisa dihubungkan dengan tajuk “pemerintah tak peduli dengan isu-isu yang kurang bisa mendatangkan elektabilitas”. Maklum, jumlah guru honorer memang tidak banyak. Tidak sebanyak umat beragama. #ehh

Segitu saja contoh kampanye “cerdas” pihak petahana. Kalau banyak-banyak nanti saya dikira Kampret. Padahal, kan….buaya rawa!

Kampanye “cerdas” kubu Prabowo

Bagaimana dengan pihak Prabowo? Apakah kata-kata Dimam Abror itu menemukan kebenarannya dari kampanye-kampanye, yang pada level tertentu, bikin saya tidak bisa menahan tawa?

Kampanye “cerdas” pertama adalah Prabowo yang menggebu-gebu dan nampak susah payah menjelaskan bahwa Indonesia ini sedang krisis. Bahkan, pada tahun 2030 nanti, Indonesia akan bubar jalan. Padahal, sumber data yang beliau gunakan adalah sebuah buku fiksi.

Tapi intinya bukan itu. Suka-suka beliau lah. Tapi, suapan hal-hal pesimis itu tak pernah menarik di mata kami, orang yang punya akal sehat. Bilang krisis sih boleh saja, tapi barengi dengan solusi yang konkret. Kalau terus-menerus menjelekkan pemerintah, simpati rakyat bakal gagal terebut. Kami justru jenuh dengan kalimat-kalimat yang mengancam.

Iklan

Kampanye “cerdas” kedua? Ya ketika Sandiaga Uno bilang Rp100 ribu tuh sekarang cuma bisa buat beli bawang dan cabai. Lha pernyataan itu saja sudah mengundang kegaduhan, sekarang Titik Soeharto menggunakan strategi yang sama, yaitu “Rp50 ribu dapat apa?” Ini kayak Manchester United yang suka main parkir bus, tapi masih kalahan, dan nggak mengubah strategi. Jangan-jangan Jose Mourinho itu pembisik rahasia kubu Prabowo. “The special one”, Sandiaga Uno. “One” dan “Uno” kok kayaknya deket banget. Kedengarannya akrab.

Yuk geser ke kampanye “cerdas” ketiga, ketika Prabowo menyebut saat ini 99 persen rakyat Indonesia itu hidup sangat susah. Mantan Danjen Kopassus itu mengklaim bahwa data yang ia dapat berasal dari Bank Dunia.

Pernyataan “hiperbola” itu langsung disleding Bank Dunia. Bank Dunia menegaskan tidak pernah merilis data seperti itu. Catatan Bank Dunia: 45 persen rakyat Indonesia masuk ke dalam golongan sparing middle class yang tidak miskin dan tidak rentan, 22 persen golongan kelas menengah, dan 9 persen golongan miskin.

Kampanye “cerdas” keempat? Ketika Sandiaga Uno disebut sebagai santri post Islamisme, bahkan ulama. Beberapa bulan kemudian, beliau melangkahi makam kiai besar. Sangat tidak santri, apalagi ulama. Jangan salah, klaim Jokowi adalah santri juga bukan pesan yang menarik. Citra itu penting, tapi mbok ya jangan maksa.

Kampanye “cerdas” apalagi ya? Kayaknya cukup sampai sini saja. Saya sudah nggak sanggup. Perut saya mulas.

Pada intinya, kedua kubu petarung Pilpres 2019 belum menunjukkan apa itu kampanye cerdas. Keduanya sibuk bermain lempar tangkap bola panas. Saling balas hinaan dan cercaan. Rakyat hanya penonton, diposisikan sebagai “konsumen” yang tidak bakal jenuh dan muak dengan tontonan politikus. Menonton kekonyolan.

Terakhir diperbarui pada 15 November 2018 oleh

Tags: jokowikampanyePilpres 2019prabowo
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Hentikan MBG! Tiru Keputusan Sleman Pakai Duit Rakyat (Unsplash)
Pojokan

Saatnya Meniru Sleman: Mengalihkan MBG, Mengembalikan Duit Rakyat kepada Rakyat

19 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.