Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Hidung Rina Nose dan Tubuh Perempuan Lainnya Bukan Urusan Kalian

Arman Dhani oleh Arman Dhani
21 November 2017
A A
Hidung_pesek_mojok_co

Hidung_pesek_mojok_co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Tubuh perempuan adalah hak laki-laki; perempuan cuma properti.”

Ustadz Abdul Somad menyebut hidung Rina Nose pesek.

Menurutnya, yang pesek-pesek tadi jelek. Apa yang salah dari pernyataan ini? Menurut saya, tidak ada. Sebagai laki-laki yang juga pesek, beliau mungkin sedang mengajarkan bahwa apa yang tampak di luar itu tak mesti dipikirkan, yang penting adalah akhlak kita.

Tolong, kalau Anda bukan ustadz lulusan luar negeri yang punya gelar Lc., jangan sok komentar buruk. Saya kira Ustadz Somad berniat baik. Tak ada niat dia untuk memaki apalagi mengolok-olok bentuk fisik seseorang. Emang dia Habib Rizieq yang bilang Gus Dur itu buta mata dan buta hati?

Soal bentuk hidung yang pesek sebenarnya jadi masalah ketika ia jadi standar kecantikan atau kegantengan. Buat saya yang punya hidung pesek, gembrot, dan muka biasa saja, punya hidung yang secara estetis nggak ada bagus-bagusnya memang merepotkan. Seumur hidup kalau nggak diejek jelek, ya diejek pesek. Karena lelah diejek dan disebut jelek, pernah saya nekat menempelkan penjepit baju ke hidung biar mancung.

Saya percaya kata-kata punya kekuatan. Ahok sudah membuktikannya kan? Apalagi bila kata-kata itu dikeluarkan oleh orang yang punya ilmu. Ustadz Somad jelas bukan orang sembarangan. Apa yang ia ucapkan merupakan produk pendidikan yang pernah ia dapat sebelumnya. Soal menyebut fisik orang ini, tentu bukan ejekan. Ada ilmunya.

Saya sih belum tahu di mana Ustad Somad belajar mengejek bentuk tubuh orang, tapi kalau sekadar nilai-menilai tubuh perempuan, bukan cuma Ustadz Somad yang bisa. Felix Siauw itu sudah berapa jilid kultwit soal tubuh perempuan?

Beberapa dari kita demikian terobsesi dengan tubuh perempuan. Ketik aja kata kunci “ustadz+perempuan”. Kalian akan menemukan informasi bahwa suara perempuan itu aurat, rambut perempuan itu aurat, lekuk tubuh perempuan itu aurat, wajah ber-makeup itu aurat, dan seterusnya.

Dalam konteks ini, niat buat mengendalikan syahwat paling banyak diletakkan kepada perempuan. Tugas menghentikan kejahatan dan dosa adalah tugas perempuan, laki-laki ngikut saja.

Sebenarnya tidak perlu terkejut-terkejut amat ketika komentar soal hidung itu lahir. Sasaran tembaknya adalah jilbab. Rina Nose dihina fisik bukan karena ia jelek, tapi karena ia melawan norma dengan melepas jilbab.

Beberapa dari kita ini terobsesi dengan kesalehan dan cara orang lain beragama ketimbang mengurus iman sendiri. Alih-alih berpikir kenapa perempuan-perempuan melepas jilbab, lebih gampang mengatai mereka merendahkan ajaran agama. Seolah kepatuhan dan kesalehan itu paket lengkap yang didapat saat syahadat.

Maksudnya gini lho. Saat lahir jebrot itu kita kan belum beribadah. Praktik beragama diajarkan oleh orang tua, guru, dan orang-orang yang kita anggap saleh. Kemudian, secara bertahap kita belajar memahami apa itu agama, apa itu Tuhan, apa itu ritus ibadah, dan seterusnya.

Keimanan bertahap. Seseorang yang belajar pasti mengalami naik turun. Sama kayak kamu yang dulu belajar bahwa Bumi itu bulat, belakangan belajar lagi bahwa Bumi itu datar. Kamu tak bisa menghajar orang karena tak kuat menjalani hidup, sama dengan kamu tak bisa menghina keimanan orang karena ia tak melakukan ritus yang kamu anggap benar.

Kesalehan sosial adalah produk kebudayaan, sedangkan keimanan adalah produk pencarian mandiri seorang hamba.

Saya nggak pernah bisa paham dengan orang-orang yang mengaku beragama tapi membutuhkan justifikasi dari orang lain. Seolah-olah kebenaran, kesucian, dan mutu agamanya itu diukur dari seberapa banyak orang yang menjalankan agama sesuai seleranya.

Iklan

Jika ada orang lain lepas jilbab, apa ya agamanya jadi jelek dan salah? Kalau orang lain memakai jilbab, apa ya ideologi yang ia anut jadi runtuh? Mengukur kualitas hidup sendiri kok pakai cara orang lain menjalani hidupnya.

Banyak dari kita berpikir bahwa kesalehan sosial didapat dari ritus ibadah. Ini mungkin benar. Tapi, perlu diingat, orang-orang yang ditangkap KPK, yang dipenjara karena korupsi, banyak yang salatnya rajin, ngajinya jago, bahkan hafal hadis.

Masalahnya, kesalehan sosial bukan jaminan seseorang jadi baik sebagai manusia. Kadang kala penjahat yang paling keji adalah ahli ibadah. Ibnu Muljam, misalnya. Rajin salat, pintar mengaji, tapi membunuh menantu Nabi.

Kita ini sebenarnya mau ngukur kualitas orang dari mana? Kalau dari fisik, susah. Gampang amat bilang, “Yang berjilbab belum tentu baik, tapi sudah pasti lebih baik daripada yang tidak berjilbab,” seolah ukuran paling baik dari manusia itu apa yang ia pakai.

Logika sungsang ini lahir dari peradaban yang menganggap bahwa apa yang tampak di luar lebih baik daripada apa yang dilakukan diam-diam. Kisah pelacur yang memberi minum kepada anjing dan masuk surga itu jadi lelucon belaka jika kemudian ia tak memakai jilbab.

Jangan salah, ini berlaku dua arah. Saat pertama kali ibu saya memutuskan memakai jilbab, orang-orang di sekitar kami bereaksi demikian keras. Ibu dianggap sok suci, ngaji aja nggak bisa kok pakai jilbab. Komentar paling pedas yang saya dengar adalah “Nggak pernah naik haji kok berjilbab?” Ucapan-ucapan ini bisa bervariasi. Seseorang bisa juga disindir karena memakai jilbab untuk terlihat cantik dengan berbagai macam model pakaian muslim yang lucu.

Keputusan seorang perempuan untuk melepas dan memakai jilbab adalah wilayah personal. Saya tahu betul betapa beratnya usaha ibu saya untuk memakai jilbab. Ia harus konsisten, terus-menerus menjaga diri karena tak ingin melahirkan omongan “Pakai jilbab kok kelakuannya sembarangan?”

Orang-orang kadang punya ekspektasi yang tidak masuk akal terhadap perempuan yang menutup aurat. Mereka berharap, setelah memakai jilbab, perempuan yang manusia tadi jadi malaikat yang tidak bisa salah.

Mereka yang baru memakai jilbab dipaksa memenuhi standar mutu kehidupan saleh orang lain. Perempuan ini dilarang menjalani hidup seperti manusia kebanyakan. Jangan memanjakan suara, jangan berkumpul di ruang publik dengan laki-laki yang bukan saudara, jangan pulang malam, jangan berteriak, jangan urakan, jangan naik motor, jangan selfie terus upload di Instagram, dan jangan rebut suami orang (seolah laki-laki tak ada yang hidung belang).

Lha, dikira pakai jilbab itu auto-saleh apa ya?

Perempuan berjilbab merokok, dianggap moralnya rendah dan tidak pantas. Perempuan berjilbab menggunakan vape dianggap tak punya tata krama dan mengina agama. Lha dikira perempuan berjilbab ini ngga bisa merokok, pakai vape, atau jadi atlet parkour? Sudah diatur soal bagaimana mereka mesti berpakaian, dilarang menunjukkan anggota badan, sekarang cara menjalani hidup juga diatur.

Susah bener jadi perempuan.

Terakhir diperbarui pada 26 November 2017 oleh

Tags: auratHijabJilbabLepas JilbabRina NoseSurgaTubuh PerempuanUstad Somad
Arman Dhani

Arman Dhani

Arman Dhani masih berusaha jadi penulis. Saat ini bisa ditemui di IG @armndhani dan Twitter @arman_dhani. Sesekali, racauan, juga kegelisahannya, bisa ditemukan di https://medium.com/@arman-dhani

Artikel Terkait

‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ - Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab.MOJOK.CO
Ragam

‘Katanya Pancasila, Tapi Pakai Jilbab Saja Tak Boleh’ – Cerita Pekerja Jakarta yang Dipecat Gara-gara Tak Mau Melepas Hijab

21 Januari 2025
Paskibraka Lepas Hijab Wujud Tidak Merdeka di Hari Kemerdekaan MOJOK.CO
Esai

Aturan Paskibraka Lepas Hijab Adalah Blunder Paling Bodoh. Paskibraka Tidak Merdeka di Tengah Peringatan Kemerdekaan Itu Sendiri

15 Agustus 2024
Orde Baru Larang Jilbab, Cak Nun Lawan dengan Lautan Jilbab
Video

Orde Baru Larang Jilbab, Cak Nun Lawan dengan Lautan Jilbab

30 Juli 2024
Apakah Konten Oral Es Krim Oklin Fia Menista Islam? MOJOK.CO
Esai

Apakah Kita Harus Tersinggung dengan Oklin Fia dan Menganggapnya sebagai Penista Agama Islam?

8 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.