Jangan sampai gara-gara gorengan, suami istri diem-dieman berbulan-bulan!
Kalau orang bilang rumah tangga itu seperti kapal yang harus dijaga keseimbangannya, izinkan saya menambahkan satu hal. Jangan taruh tempe goreng di atas kapal tersebut kalau nggak mau tenggelam. Soalnya gorengan bisa memicu konflik paling nggak penting tapi menyebalkan dalam kehidupan rumah tangga.
Entah sudah berapa kali saya dan suami mengalami momen menyedihkan sekaligus menyebalkan hanya karena gorengan. Bahkan kejadiannya kami alami sejak masih pacaran sekian tahun lalu. Kejadiannya begitu cepat, tapi sampai sekarang saya masih mengingatnya.
Gorengan terakhir yang jadi rebutan
Jauh sebelum memutuskan berumah tangga, saya dan suami yang dulu masih pacaran pernah berebut sepotong tempe goreng. Iya, tempe goreng. Jadi dulu ceritanya suami saya beli beberapa potong tempe goreng buat dimakan sebagai lauk. Terus saya ujug-ujug mencomot potongan tempe terakhir.
Waktu itu saya kira dia sudah puas makan beberapa potong tempe sebelumnya. Eh, ternyata dia malah kesal karena saya menandaskan potongan tempe terakhir miliknya. Alhasil sejak saat itu kalau beli sesuatu, terutama makanan, dia bakal beli lebih banyak takut kalau saya tiba-tiba berubah pikiran dan pengin juga. Wqwqwq.
Momen rebutan gorengan nggak berhenti sampai di situ. Begitu menikah, konflik gara-gara gorengan juga beberapa kali kami alami. Pernah juga saya sengaja menyisakan bakwan goreng di piring. Maksudnya mau saya makan nanti. Siapa sangka bakwan goreng itu tak pernah bisa saya nikmati karena berpindah ke perut suami.
Begitu saya tanya, dengan polosnya dia menjawab, “Kirain kamu udah kenyang.” Hadeh.
Gorengan bukan cuma soal tepung, isian, atau cabai rawit. Ia adalah pelarian dari stres dan bentuk cinta pada diri sendiri. Kalau saya sedang suntuk, enaknya ya jajan. Jajan gorengan bisa jadi solusinya. Terus kalau saya beli gorengan sepulang kerja, itu artinya saya pengin memanjakan lidah saya, bukan berbagi dengan manusia lain.
Akan tetapi namanya hidup memang selalu penuh kejutan. Termasuk kejutan bahwa suami saya bisa tega mengunyah bakwan goreng terakhir yang sengaja saya sisakan. Padahal itu kan bakwan goreng yang paling besar dan paling kriuk untuk saya nikmati.
Pentingnya komunikasi dan manajemen stok makanan dalam rumah tangga
Sekarang sudah tahu kan kenapa gorengan bisa menjadi sumber konflik rumah tangga tak terduga. Dari pengalaman saya, ternyata komunikasi dan manajemen stok makanan menjadi hal yang sangat penting.
Kenapa komunikasi? Ya soalnya kalau nggak ngomong, mana bisa suami saya atau pasangan kalian tahu bolehkah mereka memakan gorengan terakhir yang tersisa di piring.
Saya jadi kepikiran, kenapa dulu nggak bikin perjanjian pranikah tentang hak asasi gorengan, ya. Siapa yang berhak atas gorengan terakhir, apakah boleh makan gorengan pasangan kalau dia sedang tidur, bahkan apakah boleh menyisakan tempe goreng atau harus segera dihabiskan kayaknya menjadi topik yang penting untuk didiskusikan.
Terus, manajemen stok makanan dalam rumah tangga juga harus benar. Pastikan kalau beli gorengan itu yang banyak. Sebab damainya rumah tangga itu bukan cuma soal komunikasi yang baik, tapi juga memastikan semua orang dapat tempe goreng yang kriuk itu.
Ternyata bener kata orang, cinta memang butuh pengorbanan. Dan dalam kasus saya, pengorbanan paling bijak adalah rela nggak makan gorengan terakhir.
Penulis: Intan Ekapratiwi
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Kalau Beli Gorengan, Langsung Ambil Aja, Nggak Perlu Dipegangin Semuanya! dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.












