Penjual gorengan menghadapi tantangan usaha yang tidak sedikit. Walau terkesan usaha yang sepele, mereka juga punya persoalan seperti kenaikan bahan baku hingga persaingan ketat. Semua tantangan itu sebenarnya wajar saja, namanya juga menjalankan usaha.
Akan tetapi, berdagang rasanya semakin berat kalau sudah terkait ftinah dan rumor. Hal ini bisa terbentuk karena pesaing yang tidak suka akan kesuksesan orang lain. Bisa juga karena oknum penjual gorengan licik yang kemudian digeneralisasi oleh pembeli. Penjual gorengan yang amanah akhirnya ikut kena getahnya dan dirugikan.
Penjual gorengan menggunakan plastik dan cara licik lain demi cuan
Gorengan plastik mungkin jadi salah satu rumor paling populer terkait penjual gorengan. Biasanya fitnah ini menyerang penjual yang dagangannya laris karena enak dan renyah. Katanya, menggoreng bahan bersama plastik bisa meningkatkan kerenyahan gorengan. Maklum, gorengan yang renyah bisa memikat banyak pelanggan.
Selain digoreng bersama plastik, ada juga rumor gorengan boraks. Mirip seperti penjual bakso, penjual gorengan menggunakan boraks supaya gorengannya kenyal dan awet. Bahan-bahan gorengan memang tidak bisa bertahan lama. Isian gorengan yang biasanya berupa sayur tidak bisa bertahan berhari-hari setelah diolah.
Mungkin alasan ini pula yang mendorong beberapa penjual menggoreng ulang gorengan yang sudah ada untuk dijual kembali. Menggoreng ulang salah satu upaya supaya dagangan terlihat baru dan masih hangat. Dengan begitu kemungkinan dagangan laku lebih besar.
Namanya dagangan digoreng ulang, pasti ada kekurangannya. Mulai dari rasa yang tidak segar, tampilan yang agak gosong, hingga tekstur agak alot. Sudah begitu, dagangan dijual dengan harga normal lagi. Apa pembeli nggak rugi?
Mempermainkan harga demi untung sebanyak-banyaknya
Belakangan pembeli banyak mengeluhkan harga gorengan yang terasa semakin mahal. Maklum saja, bertahun-tahun lalu harga satu gorengan pernah di angka Rp500 sebelum berakhir di Rp1.500 seperti sekarang ini. Belum lagi ukuran gorengan yang dirasa semakin hari semakin mungil.
Banyak orang menuduh penjual mencari untung sebanyak-banyakanya. Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, bahan-bahan utama gorengan memang rawan mengalami kenaikan harga. Sebut saja minyak dan tepung. Belum lagi gas untuk menggoreng. Jangan lupakan pula harga cabai, pendamping gorengan yang harganya bisa sewaktu-waktu naik tajam.
Seolah-olah tidak mau tahu dengan tantangan bahan-bahan baku ini, pembeli langsung ngecap penjual cari untung sebanyak-banyaknya. Belum lagi, banyak pembeli yang kurang jujur antara uang dibayarkan dengan gorengan yang diambil. Tidak sedikit pula yang minta tambahan cabai padahal cuma beli gorengan sedikit. Benar-benar bikin pusing,.
Di atas derita jadi penjual gorengan. Walau tampak seperti usaha yang sepele, tetap saja tantangannya besar dan perlu dikelola. Terutama tantangan soal ftinah dan rumor yang bisa seketika membuat gulung tikar.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Sulitnya Jadi Penjual Warteg: Sehari-hari Siapkan Menu Enak dan Murah, tapi Kerap Kurang Dihargai Pembeli dan catatan menarik lainnya di rubrik POJOKAN.












