MOJOK.CO – Hanya 2 kasus baru selama 14 hari, termasuk 0 kasus selama 8 hari berturut-turut. Apa kunci kesuksesan Selandia Baru yang bisa ditiru Indonesia?
Selandia Baru menjadi negara kedua di dunia setelah China yang memasang target ambisius untuk membasmi virus corona Covid-19 sama sekali dari negara mereka. Padahal, di sebagian besar negara, target kemenangan melawan Covid-19 “hanya” sampai di tahap melandaikan kurva.
Target itu yang sekilas muluk-muluk itu ternyata bisa dicapai. Setidaknya untuk sementara ini. Pada 4 Mei, untuk kali pertama Selandia Baru mencatat nol pertambahan kasus baru. Kemudian sepanjang 24-31 Mei, secara terus-menerus tak ada kasus baru.
Data akumulatif per kemarin, 31 Mei 2020, ada 1.500 kasus positif corona di Selandia Baru. Pasien yang meninggal dunia sebanyak 22 orang, 1 orang masih dirawat, dan sisanya sembuh. Dalam persentase, ada 1,47 persen kasus corona berakhir kematian di Selandia Baru, hanya seperempat dari rasio kematian di Indonesia yang mencapai 6,09 persen.
Time membandingkan kondisi Selandia Baru dengan Negara Bagian Colorado di Amerika Serikat, negara dengan kasus corona paling parah di dunia saat ini. Meski sama-sama berpopulasi kurang lebih 5 juta orang, Negara Bagian Colorado mencatatkan kasus 7 kali lebih banyak dan kematian 25 kali lebih besar daripada Selandia Baru.
Penanganan corona di Indonesia tak lebih baik daripada Amerika Serikat. Sebagai sesama negara kepulauan di pasifik, apa pelajaran yang bisa dicontoh Indonesia dari wilayah ini?
Kami mencatat empat poin kunci penentu keberhasilan sementara Selandia Baru untuk mencapai target nol transmisi mereka.
1. Kondisi geografis dan demografi
Sejumlah pakar berpendapat, bentuk Selandia Baru yang berupa kepulauan dan lokasinya yang jauh dari mana-mana membuat langkah mereka mengisolir diri mudah dilakukan. Dikelilingi air, praktis negara ini tidak punya perbatasan darat dengan negara lain.
Selain itu, penduduknya relatif sedikit, sebanyak 4,8 juta orang. Jumlah ini dianggap tidak semenyusahkan dibanding negara yang berpenduduk ratusan juta orang dan memiliki perbatasan darat.
Jumlah penduduk yang memencar juga dianggap sudah seperti menerapkan social distancing secara alamiah. “You have a population that is already pretty socially distant,” kata J. Stephen Morrison, direktur Global Health Policy Center di Center for Strategic and International Studies, Amerika Serikat.
2. Respons cepat + terukur ditambah dengan komitmen yang lugas
Kasus corona pertama kali ditemukan di Selandia Baru pada 28 Februari 2020. Hanya tiga hari lebih dulu dari Indonesia.
Ketika kasus baru muncul, Selandia Baru memakai strategi penanganan yang sama dengan yang dilakukan negara lain, yakni menerapkan skema melawan wabah influenza.
Skema ini membayangkan Covid-19 seperti flu yang tidak bisa hilang dan tidak bisa disembuhkan. Perlawanan pada flu selesai ketika semua orang sudah tertular, membuat terciptanya imunitas kelompok (herd immunity).
Dengan logika demikian, yang bisa dilakukan pemerintah adalah bagaimana agar semua orang tidak sakit secara serempak yang bisa menyebabkan fasilitas kesehatan overload lalu ambruk. Skema ini kita kenal sebagai “melandaikan kurva”.
Namun, setelah WHO merilis laporan bahwa Covid-19 lebih mirip SARS ketimbang flu, yang mana SARS bisa dibasmi setelah penularan lokal dihentikan, Selandia Baru segera mengubah strateginya.
Dari sana kemudian lahir target untuk me-nol-kan kasus Covid-19 di Selandia Baru.
Perubahan strategi ini juga karena negara ini menyaksikan model mitigasi dengan melandaikan kurva telah gagal menangani wabah ini. Yang terjadi justru sistem kesehatan ambruk, sebagaimana di Eropa.
Secara ekonomi pun, melandaikan kurva hanya meratakan ongkos ekonomi ke durasi yang lebih panjang.
Maka, pada 19 Maret atau 19 hari setelah kasus pertama ditemukan, Selandia Baru mencicil penyetopan semua penerbangan domestik dan internsional serta menutup perbatasan. Warga diminta untuk tetap tinggal di rumah dan hanya berinteraksi dengan orang yang tinggal bersama mereka.
Pada 23 Maret, tak sampai sebulan sejak kasus pertama ditemukan, pemerintah menyatakan negara berada di status Alert-3. Status itu dinaikkan menjadi Alert-4 dua hari kemudian.
Sistem “Alert” merupakan tahapan peringatan kewaspadaan yang dibuat pemerintah, terbagi dalam 4 level atau tahap.
Ketika status Alert-4 diberlakukan, fase lockdown pun dimulai.
Baru sebulan kemudian, pada 27 April, status Alert-4 diturunkan menjadi Alert-3. Keputusan ini diambil sesudah tak ditemukan lagi kasus penularan lokal.
Tanggal 27 April menjadi momen kemenangan pertama warga Selandia Baru melawan Covid-19. Bersamaan dengan relaksasi ini, sekolah dan sejumlah tempat usaha sudah boleh dibuka, namun warga tetap diimbau berada di rumah.
Yang luar biasa, kebijakan lockdown ini diterapkan ketika kasus positif “baru” 100 orang dan belum ada pasien corona yang meninggal.
“We’re going hard and we’re going early,” ujar Perdana Menteri Jacinda Ardern, 39 tahun, dalam konferensi pers. “We only have 102 cases, but so did Italy once.”
Sebagian langkah lockdown yang dilakukan ialah dengan:
– Warga tidak boleh bepergian kecuali untuk kebutuhan penting.
– Boleh berolahraga di sekitar rumah, tetapi berenang di pantai dilarang.
– Perbatasan ditutup kecuali untuk warga negara Selandia Baru yang hendak pulang. Orang yang baru datang dari luar negeri harus dikarantina selama 14 hari.
– Semua tempat usaha ditutup, kecuali supermarket dan apotek.
– Pemerintah melakukan tes dan tracking massal.
Saat tulisan ini dibuat, hanya 34 negara dan wilayah (dari 215) yang tes massalnya di angka 50 ribu orang per 1 juta populasi. Selandia Baru termasuk di antaranya, dengan jumlah tes 56.298/1 juta. Bandingkan dengan Indonesia yang cuma 1.183 tes/1 juta penduduk.
Btw, sistem kewaspadaan yang terukur dalam empat skala ala Selandia Baru tadi menarik sekali, ya nggak sih? Kemajuan maupun kemunduran mitigasi wabahnya jadi kelihatan jelas dan mudah dipahami.
3. Kesehatan dulu, ekonomi kemudian
Selandia Baru menjalankan lockdown dengan situasi seperti ini:
Minimal 10 persen pendapatan Selandia Baru berasal dari sektor pariwisata. Selama 2019 saja, ada 4 juta turis asing atau setara 80 persen populasi Selandia Baru yang berkunjung. Secara angka, Selandia Baru udah kayak Bali yang populasinya 4,22 juta (2012) dan wisatawan asing yang berkunjung 6,27 juta (2019).
Begitu berpengaruhnya industri pariwisata di Selandia Baru, sampai-sampai tiap 10 orang Selandia Baru, 2 di antaranya bekerja di sektor pariwisata.
Selain itu, pendapatan besar negara ini adalah dari pelajar-pelajar asing yang bersekolah di sini. Pendidikan pelajar asing menjadi komoditi ekspor dengan volume terbesar keenam mereka.
Jadi, keputusan lockdown jelas sangat memukul kondisi ekonomi Selandia Baru. Kalau mau bayangin nasib ekonomi mereka, bayangin aja kondisi Bali.
Namun, menurut pakar, jika pun Selandia Baru tidak menerapkan lockdown, dunia pariwisata memang sedang mengalami anomali. Dampak ekonomi tetap akan besar dengan Selandia Baru di-lockdown atau tidak.
Pemerintah dan warga Selandia Baru menyadari, keterpukulan ekonomi ini tak akan pulih meski mereka sudah menang di tahap 1 melawan corona. Akan butuh waktu berbulan-bulan, mungkin nunggu corona sirna dari muka bumi, baru pariwisata akan jadi normal lagi.
Itu terlihat dari data bahwa setelah lockdown diperlonggar, hanya 75 persen warga Selandia Baru yang bisa kembali bekerja.
Bu Perdana Menteri tidak menutupi fakta ini. “(Level three) is not and cannot be returned to pre-Covid-19 life,” ujar Ardern. “That day will come, but it is not here yet.”
Ia menyatakan, Selandia Baru akan terus bertarung hingga vaksin ditemukan. Tapi ia tak akan mengabaikan dampak ekonomi ini.
“We will do all we can to ensure we fight the economic impacts of the virus in the same way we did the health threat,” ujarnya lagi. “With unity, with fast support, by looking after each other.”
Untuk memberi gestur perbaikan ekonomi, pemerintah Selandia Baru telah mengucurkan insentif fiskal sebesar 23 miliar dolar Selandia Baru untuk mengatasi wabah corona dan mensubsidi UMKM. Gaji petinggi lembaga juga dipotong 20 persen.
4. Komunikasi yang transparan, mudah dimengerti, berbasis pada ilmu pengetahuan, dan selalu disertai dengan pesan-pesan penuh empati
Ini adalah bagian terpenting untuk ditiru pemerintah Indonesia saat ini. Duh, betapa beruntungnya jadi warga Selandia Baru yang nggak perlu mental illness melihat akrobat politisinya tiap bangun tidur sampai mau tidur lagi.
Menurut poling, warga Selandia Baru punya kepercayaan tinggi kepada pemerintahannya. Mencapai 88%.
Kepercayaan itu lahir bukan dari jargon ala-ala bapakisme ya, melainkan karena pemerintah berkomunikasi secara transparan, mudah dimengerti, membuat kebijakan berlandaskan ilmu pengetahuan, dan selalu menyisipkan pesan penuh empati dalam setiap komunikasi terbuka.
Di bagian ini, peran Perdana Menteri Jacinda Ardern mendapat pujian paling riuh. Ia dianggap telah berhasil mencontohkan kepemimpinan yang luar biasa hebat di tengah pandemi.
“Throughout, her messaging has been clear, consistent and delivered in a confident, calm and reassuring manner, even though she has not sought to sugar coat the dangers the pandemic poses to lives and livelihoods,” ujar Suze Wilson, dosen di Massey University, Auckland.
Setiap hari, Ardern sendiri yang memberi konferensi pers perkembangan virus corona. Dalam kesempatan ini, posisi pemerintah yang selalu mempertimbangkan sains ditunjukkan lewat kehadiran Menteri Kesehatan Ashley Bloomfield yang selalu berada di sebelah Ardern dan mendapat kesempatan bicara.
Cara komunikasi Bloomfield pun mendapat sorotan positif.
“From the outset he has carefully and calmly communicated many complex health issues around Covid-19 paving the way for government decisions,” ujar Sarah Robson, wartawan Radio New Zealand. “Because he had clearly communicated the trajectory we were on in terms of the increase in the number of cases, when Jacinda Ardern said we were going into lockdown, people understood why.”
https://www.facebook.com/jacindaardern/videos/231524258294071/
Pemerintah Selandia Baru juga menciptakan psikologi bahwa pandemi ini adalah masalah yang harus diselesaikan bersama satu negara sebagai sebuah tim.
Semangat kerja sama bin gotong royong itu kelihatan dari kampanye yang diluncurkan pemerintah, bertajuk “Unite Against Covid-19”. Mereka juga menyebut satu negara ini sebagai “our team of five million”. Negara rasa outbond, tapi hasilnya luar biasa positif. *menjura*
Selain mengajak warga untuk bekerja sama, pesan penuh empati yang bikin hati hangat juga ditunjukkan Ardern. Di setiap laporan publiknya, Jacinda Ardern selalu menutup penyampaian dengan pesan “Be strong and be kind”.
Komunikasi yang oksss banget pun tampak dalam contoh diksi yang dipakai pemerintah untuk menganalogikan social distancing secara mudah—karena sepanjang sejarah modern Selandia Baru tak pernah dilanda wabah. Pemerintah mengistilahkan kediaman warga sebagai bubble (gelembung) yang tak boleh ditembus.
Menurut Van Jackson, dosen New Zealand’s Victoria University of Wellington, komunikasi pemerintah membuat munculnya rasa kebersamaan (sense of mutuality) satu negara. Solidaritas sosial ini adalah teladan yang diberikan Selandia Baru kepada dunia.
“The New Zealand government was really transparent about what each lockdown level meant, and it wasn’t afraid to redefine or clarify in more detail as the situation evolved,” kata Christine Nam, warga Wellington.
“Most New Zealanders can verbalize the government’s response to Covid-19, while the same can’t be said for other countries because the response has been muddled and indecisive.”
Kata Nam, alhamdulillah pemerintahnya juga nggak suka PHP. “The government was really good at managing people’s expectations — we were told it would take at least two weeks for signs that the lockdown was having an impact on the numbers. This made the purpose of the lockdown easy to understand and accept.”
Meski sudah mendapat pujian karena disebut berhasil, Jacinda Ardern mengatakan usaha mereka belum cukup sampai Selandia Baru bisa dipastikan bersih dari corona.
“Stay the course,” ucapnya. “We cannot afford to squander the good work to date when our end goal is so close and within reach.” Edan!
Media sosial menjadi salah satu sarana Ardern untuk menyampaikan informasi yang transparan tersebut. Dengan berpakaia kasual, ia kerap menggelar live Facebook untuk mengabarkan situasi terkini kepada warga. Sebuah sinyal yang memadukan kepemimpinan cepat tanggap sekaligus manusiawi.
https://www.facebook.com/45300632440/videos/533402127325199/
Bagi Indonesia dan negara lain yang ingin meniru kesuksesan Selandia Baru, walau ini masih kesuksesan sementara ya, ada sejumlah tips dari The Guardian. Secara teoretis sih strategi mengeliminasi wabah ala Selandia Baru bisa dipakai, namun syaratnya:
1. Negara tersebut bisa menjaga ketat perbatasannya.
2. Negara tersebut punya sumber daya untuk mengadakan tes dan tracing sebanyak-banyaknya.
3. Negara tersebut bisa menerapkan lockdown sesuai kebutuhan.
4. Negara bisa memberikan paket ekonomi untuk penduduk dengan pendapatan rendah.
See, nggak satu pun yang memasukkan indikator “banyak-banyakan menerjunkan aparat polisi dan militer”. Ayo, Indonesia, jangan tiru Amrik. Selandia Baru memang kecil, tapi dia lebih hebat!
N.B.: Selandia Baru juga negara kaya.
BACA JUGA Cerita tentang Bagaimana Vietnam Memenangkan Perang Lawan Pandemi dan esai Prima Sulistya lainnya.