MOJOK.CO – Beberapa tips yang perlu kamu perhatikan supaya kamu nggak culture shock waktu magang, wabilkhusus kalau magang di Mojok.
Hampir tiap pekan, saya kerap menemukan pesan masuk di email, DM Twitter, chat Facebook, atau pesan WhatsApp yang menanyakan soal magang di Mojok.
Iya saya tahu, sebenarnya ini pertanda bagus. Lah iya dong, kapan lagi kita bisa dapat tenaga kerja murah intelektuil-intelektuil kampus calon penerus bangsa yang bisa membantu kerjaan kita?
Masalahnya adalah… mungkin agak berbeda dengan perusahaan lain yang lebih gampang menerima mahasiswa magang, di perusahaan “kecil” seperti Mojok, saya sadar kami tak bisa menerima lamaran orang magang banyak-banyak.
Bukan apa-apa, tenaga dan waktu untuk mengatur teman-teman yang magang itu nggak banyak. Formasi perusahaan kecil kan solid banget, jumlah pegawainya juga paling berapa. Paling hanya belasan orang, paling banter juga dua puluhan.
Dengan formasi rapat begitu, ketambahan mahasiswa magang sebenarnya tidak benar-benar membantu (pada mulanya). Soalnya, akan ada beberapa kerjaan yang akhirnya harus ditinggal untuk membantu si mahasiswa magang menyesuaikan diri dengan ritme kerja di perusahaan.
Oke deh, kalau si mahasiswa magang akhirnya cocok dengan kerjaan, itu jelas sangat membantu sekali. Pegawai perusahaan dapat rekan kerja yang bisa diandalkan, si mahasiswa magang dapat relasi bagus. Walaupun—harus diakui—perjalanan menuju ke sana nggak pernah semudah kaburnya Harun Masiku.
Dari pengalaman saya mendampingi mahasiswa magang di Mojok beberapa tahun lalu, sekaligus jadi tempat curhat mahasiswa saya yang magang di tempat lain (saya ngajar juga di kampus btw)… setidaknya saya ada beberapa tips yang perlu kamu perhatikan supaya kamu nggak culture shock waktu magang, wabilkhusus kalau magang di Mojok.
Tips Pertama: Persiapkan wawancara magang dengan baik
Sebagian besar mahasiswa merasa bahwa magang adalah try out dari kerja di dunia sebenarnya. Cuma latihan, cuma untuk cari pengalaman. Alaaah, nggak usah serius-serius amat laaah. Cuma magang ini.
Ini pola pikir yang nggak salah banget sebenarnya, tapi sayangnya, banyak di antara teman-teman itu (bukan kamu kok, tenang aja) yang akhirnya nggak maksimal ketika mempresentasikan diri ke perusahaan yang dituju.
Soal surat lamaran nggak perlu saya kasih tips lah ya, kamu bisa baca tips itu di sini. Yang perlu diperhatikan paling penting adalah soal wawancara untuk penentu kamu diterima magang atau tidak.
Di surat lamaran magang kamu mungkin kurang menjanjikan, tapi kalau di wawancara kerja kamu sangat cocok, akan sangat besar peluang kamu diterima sebagai anak magang baru di perusahaan tersebut.
Maklum, dalam perspektif perusahaan swasta kayak Mojok, soft skill dan interaksi dalam berkomunikasi itu punya peran penting, bahkan mungkin salah satu yang terpenting. Nilai yang bagus di akademik memang menunjang, tapi itu cuma syarat administratif doang kok.
Yang lebih utama dalam tahap ini adalah kualitas kamu sebagai dalam habluminannas.
Kamu punya rasa percaya diri atau tidak, kamu megalomaniak atau tidak, kamu narsis tidak, kamu egois, humoris, atau malah melankolis? Itu semua lebih jadi penentu ketimbang kamu bangga-banggain nilai mata kuliah “Menulis Artikel”-mu yang dapat nilai A itu.
Tips Kedua: Magang membuka relasi baru buatmu untuk masuk ke dunia kerja, jadi buatlah kesan yang menarik
Magang di perusahaan swasta, terutama di perusahaan media, sebenarnya adalah langkah awal untuk membuat namamu dikenal dalam circle media. Kamu bisa cek sendiri kok, nggak sedikit jurnalis-jurnalis baru yang diterima di media besar karena nama mereka sudah masuk dalam circle itu ketika magang.
Misalnya, ketika ada alumni magang Mojok yang mendaftar kerjaan di salah satu media di Jakarta, rekan media ini akan menghubungi Mojok untuk menanyakan peforma dan attitude orang yang bersangkutan.
Jika selama magang kamu orangnya asyik, bertanggung jawab, dan tidak meremehkan pekerjaan… yakin deh sama saya, soal keterampilan yang dibutuhkan perusahaan itu bisa dinegosiasi. Rekomendasi sesama perusahaan media jauh lebih ampuh, ketimbang daftar nilai di ijazahmu (ya asal jangan parah-parah banget juga nilai).
Soalnya, pada posisi tertentu, ada cukup banyak perusahaan yang lebih membutuhkan orang yang terpercaya ketimbang orang yang terampil. Bukan apa-apa, soal keterampilan itu orang bisa diajarin, tapi kalau soal watak, wah itu yang susah dibenerin.
Nah, salah satu cara melihat seseorang wataknya bisa diandalkan (baca: dipercaya) atau tidak adalah dengan melihat track record-nya. Dan itu bisa dilihat dari peforma dia selama magang.
Tips Ketiga: Magang itu ya belajar kerja, bukan cari tempat tongkrongan baru
Masuk ke lingkungan baru, ke ritme baru, dan bekerja bersama teman-teman baru tidak pernah mudah. Apalagi untuk seorang mahasiswa yang masih nol pengalaman. Itu langkah berat.
Beberapa orang yang mau magang sering menduga, “Wah, magang di perusahaan A pasti menyenangkan,” atau, “Kalau tempat magangnya kayak gini sih aku pasti betah,” atau, “Duh, perusahaan B itu tempat magang yang asyik banget sih.”
Itu semua cuma kesan yang ada di imajinasimu sendiri. Tidak ada tempat kerja yang benar-benar seselo itu kecuali kamu jadi Komisaris BUMN.
Deadline terjadi dalam hitungan jam (kadang menit), target kerjaan tak kenal ampun, setiap hari harus selalu bisa menemukan solusi dari persoalan kerjaan, dan itu ditambah dengan fakta bahwa kamu bekerja sama orang-orang yang baru kamu kenal beberapa hari.
Itu semua adalah proses untuk tahu seberapa cepat kamu bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tiba-tiba memberimu tekanan. Siap-siap lah beradaptasi. Adaptasi atau mati. Itu.
Tentu ini bukan bermaksud untuk menakut-nakuti kamu yang semester ini sedang mempersiapkan diri untuk magang. Hanya saja, realitasnya memang begitu jeh. Persiapkan mentalmu dengan baik ya, Kisanak.
Di tempat kerja yang kayaknya asyik kayak Mojok saja, kamu tiap hari akan menemukan pegawai-pegawai yang mukanya ditekuk, kerja dengan raut muka serius, dan kesan pertama mungkin tak terlihat begitu simpatik.
Mas Doni, admin medsos senior di Mojok, yang kamu pikir asyik di dunia maya, tidak akan seramah itu kalau target mingguannya nggak mashoook. Ali Ma’ruf yang sering terlihat unyu di medsos itu, bisa aja jadi segalak Bu Risma kalau ada targetnya yang meleset.
Agus Mulyadi yang kamu pikir redaktur media paling lucu sealam kubur, kalau lagi dikejar-kejar deadline ya mendadak bakal jadi agresif kayak anoa lagi birahi. Atau, Prima Sulistya yang kamu pikir orangnya… eh, kalau dia sih emang dari dulu dikenal paling sadis ding.
Ya intinya, anggaplah semua pegawai perusahaan tempatmu magang itu kayak Prima semua.
Oke deh, berharap yang terbaik itu memang boleh, tapi persiapkanlah kemungkinan terburuknya. Seperti misalnya, disemprot karena kerjaan nggak jadi-jadi bahkan sampai program magangnya mau kelar.
Sek, bentar. Emang ada yang mahasiswa magang kayak gitu? Ya ada. Tapi, tenang, pasti itu bukan kamu.
BACA JUGA Info Magang di Mojok dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.