MOJOK.CO – Banyak lembaga yang dibuat pusing dengan ulah Papa Setya Novanto. Mulai dari sel palsu, hingga plesiran ke toko bangunan. Sudah, ini saya kasih saran win-win solution.
“Jika masyarakat masih menemukan adanya narapidana yg berada di luar, hal tersebut akan menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.”
Kalimat tersebut diucapkan oleh Febri Diansyah, Kepala Biro Humas KPK, menanggapi unjuk kesaktian Setya Novanto yang gagak diredam oleh keamanan Lapas. Hmm…begini, Pak Febri. Jujur saja ya. Kepercayaan publik memang sudah turun kok terkait keamanan lapas. Nggak perlu ada kasus Papa Setya pun narasinya sudah bukan “akan” lagi, tapi “sudah”.
Dan soal Setya Novanto, sejak kasus sel palsu, bisa makan nasi padang di restoran, hingga plesiran ke toko bangunan, kami justru nggak lagi geram apalagi marah. Sekarang ini, jatuhnya justru lucu saja. Bahkan ketika membaca berita soal “plesiran” Papa Novanto, yang kami rasakan adalah keseruan. Ya mirip kalau lagi nonton serial Prison Break itu.
Ada wacana menempatkan napi korupsi di Nusakambangan. Yang terlintas di benak saya sih bukan seperti, “Kapok! Ditempatkan di penjara dengan pengamanan maksimal!” atau “Rasain, mau plesir ke mana kami Papa? Ke Kerajaan Nyi Roro Kidul? Nggak ada toko bangunan di Samudera Hindia. MAMAM!”
Yang justru mengusik pikiran saya adalah rasa penasaran. Gimana nih caranya Papa Novanto bisa lolos dari sebuah penjara yang ada di tengah pulau dan dikelilingi hutan. Kalau Papa Novanto sampai bisa lolos dari Nusakambangan, film Escape Plan yang dibintangi Sylvester Stallone itu bakal jadi semacam sinetron religi saja yang berakhir bahagia seperti biasanya.
Satu orang, bisa menyulitkan, membikin pusing banyak lembaga. Ini bukan lagi napi biasa, kesaktian Papa Novanto tidak akan bisa diredam menggunakan jeruji besi biasa.
Oleh sebab itu, sebaiknya memang Papa Setya Novanto nggak perlu dipenjara. Pemerintah bisa memanfaatkan kesaktian Papa Novanto untuk banyak hal yang berguna bagi nusa dan bangsa. Istilahnya ketimbang diposisikan sebagai “musuh”, lebih baik dirangkul dan diajak bekerja sama. Ini 5 cara yang bisa diambil pemerintah untuk memaksimalkan kesaktian Papa Novanto.
1. Merekrut Papa Setya Novanto jadi mata-mata.
Kamu tahu, Papa Novanto itu tidak pernah menyamar ketika sedang menunjukkan kesaktiannya. Berbeda dengan Gayus Tambunan yang sampai harus pakai rambut palsu pas mau nonton pertandingan tenis. Papa Novanto memptaktikkan ilmu mata-mata, yaitu hiding in plain sight. Bukan menyamar, tapi membaur, bahkan menyublim kalau perlu. Lesap, moksa. Ahh, maaf, yang terakhir itu bukan.
Kok Papa Novanto tetap ketahuan kalau sakti? Nah, kamu nggak tahu aja. Beliau itu sengaja untuk ketahuan. Dengan kesaktiannya yang sampai bisa mengibuli penjaga sampai dua kali untuk jajan nasi padang dan plesir ke toko bangunan. Kamu pikir beliau takut sama jeruji besi?
Sebentar, saya itu sebetulnya heran. Ngapain Papa Novanto plesir ke toko bangunan coba. Apa ya mau bikin selnya di penjara jadi tingkat dua?
Nah, berbekal teknik hiding in plain sight, lebih baik Papa Setya Novanto direkrut jadi mata-mata. Kirim Papa Novanto untuk mencuri rahasia negara lain, mencari tahu kebijakan rahasia yang bisa mengancam Indonesia. Misalnya menyusup ke Kremlin. Kalau ketahuan dan dipenjara? Halah, ilmu menyublim Papa Novanto pasti sangat berguna.
2. Rekrut saja jadi agen outsourcing KPK.
Kamu pernah nonton film Catch Me if You Can yang dibintangi Leonardo Di Caprio dan Tom Hanks? Di Caprio, yang memerankan Frank Abagnale Jr., adalah konsultan keamanan di Amerika Serikat. Waktu muda, Frank terkenal sebagai pemalsu cek dan ahli memalsukan identitas. Saking ahlinya, FBI sampai dibuat pusing.
Ketika tertangkap, FBI tidak mengurungnya. Frank justru dipekerjakan sebagai konsultan keamanan keuangan. Bersama Carl Hanratty yang diperankan Tom Hanks, Frank membantu FBI menangkap banyak pemalsu cek dan berperan meningkatkan keamanan keuangan di banyak bank.
Nah, membaca pengantar itu, kamu harusnya sudah paham alurnya. Papa Setya Novanto itu nggak usah dipenjara, tapi direkrut jadi pegawai outsourcing KPK. Pengalaman dan kesaktian Papa Novanto pasti sangat ampuh untuk melacak, mencegah, dan menangkap koruptor dengan kasus serupa.
Statusnya outsourcing saja. Jangan pegawai tetap. Toh Papa Novanto lebih kaya dibandingkan semua pegawai KPK. Selain menghemat anggaran, juga sebagai hukuman buat Papa.
3. Pekerjakan jadi surveyor penjara.
Lapas Sukamiskin sudah jadi taman bermain Papa Setya Novanto. Mulai dari bikin sel palsu, makan nasi padang di restoran Nasi Padang RSPAD, sampai plesiran ke Bandung Barat. Ada wacana memindahkan Papa Novanto ke Rutan Gunung Sindur.
“Pertimbangannya adalah Lapas Gunung Sindur adalah rutan untuk para teroris, dengan pengamanan maksimum, one man one cell, diharapkan Setnov tidak akan melakukan kembali pelanggaran tata tertib lapas dan rutan selama menjalani pidananya,” kata Kepala Bagian Humas Ditjen PAS, Ade Kusmanto.
Ahh Pak Ade ini terlalu optimis. Ketimbang sibuk memindahkan Papa ke rutan dengan pengamanan maksimal, lebih baik pekerjakan sebagai surveyor penjara.
Masih banyak penjara di Indonesia ini yang jauh dari ideal. Entah terlalu padat penghuninya, hingga pegawai lapas yang bisa diajak main mata. Jadi, bikin Papa Novanto sebagai double agent: koruptor dan surveyor penjara. Suruh beliau merekam segala kejadian di dalam lapas. Siapa tahu, berkat teknik mata-mata milik Papa, perbaikan lapas bisa dimaksimalkan.
Pilihan kedua adalah menjadikan Papa Setya Novanto sebagai tester penjara. Ketika pemerintah membangun penjara baru, dengan keahlian menyublim Papa, kekurangan penjara baru itu bisa secepatnya diketahui.
Entah kasur yang terlalu empuk, sudut-sudut penjara yang tidak terekam oleh CCTV, sampai gudang yang bisa disulap menjadi sel palsu untuk “ihik” dengan tamu perempuan. Pengalaman adalah guru terbaik dan Papa Novanto adalah pertapa penjara yang sakti mumpuni. Klop!