MOJOK.CO – Bahkan ketika tidak tertib dijalankan pun tetap manjur, apalagi kalau saya tertib menjalankan diet OCD. Kurusnya Yamadipati Dolken pasti sudah saya saingi.
Saat itu berat badan saya mencapai 115 kilogram. Saya sih merasa nggak masalah dengan badan yang “agak nggak pas” itu. Toh saya cukup cuek dan malas untuk melakoni diet atau usaha-usaha semacamnya. Saya ingin bebas, tidak bikin susah diri sendiri.
Namun, suatu ketika, dada kiri saya terasa ngilu. Beberapa detik kemudian terasa sesak dada ini. keringat dingin belum mengucur, tapi rasa takut itu tiba-tiba terbayang. Saya buka Google, mencoba mencari tahu kondisi seperti ini punya makna apa. Beberapa sumber menyebutkan bahwa itu gejala sakit jantung.
Saya masih ingin bisa makan apa saja, kapan saja. Justru pikiran itu yang tiba-tiba menyergap, ketimbang takut dengan yang namanya kematian. Yah, kalau memang sudah saatnya, siapa kita manusia bisa melawan, bukan? Namun, soal makan apa saja, itu tidak boleh diganggu.
Kesimpulan paling mudah yang bisa saya susun adalah diet. Sayangnya, saya sudah terlanjur malas dengan ragam diet. Sudah terdengar ribet, butuh biaya lagi. Ya maaf, saat itu pikiran saya bisa sehat tanpa perlu keluar banyak biaya. Terdengar egois dan seperti mau enak tanpa berusaha? Ya memang.
Setelah berdiskusi dengan beberapa orang yang tahu rutinitas saya, maka ketemu yang namanya diet OCD atau intermittent fasting. Diet ini dipopulerkan oleh Deddy Corbuzier ini paling cocok untuk saya.
Saya punya kebiasaan tidak sarapan. Mengapa? Karena setelah sarapan, perut saya justru mulas dan ingin boker. Jadi, dari awalnya menghindari boker di jam-jam sibuk, menjadi kebiasaan yang berlanjut. Sementara itu, diet OCD menggunakan sistem jendela makan, atau lama waktu di mana kamu boleh makan.
Sistem jendela makan ini bermacam-macam. Ada yang delapan, enam, dan empat jam, lalu dilanjutkan dengan makan satu kali sehari. Kamu harus mulai dari tahap paling awal, yaitu makan selama delapan jam sebelum naik ke tahap selanjutnya. Lengkapnya bisa kamu baca di sini.
Selain harus patuh dengan sistem jendela makan, kamu juga perlu memperhatikan menu makanan. Protein dan karbohidrat harus tetap dicukupi. Telur, daging hewan, tahu, tempe, sayuran hijau, dan buah-buahan harus ada. Satu hal penting lagi yang juga perlu kamu perhatikan adalah minum air mineral sebanyak mungkin. “Jembatan keledai” saya: minum dua gelas besar air mineral setiap setengah jam.
Selain sistem jendela makan dan anjuran menu, diet OCD yang manualnya disusun menjadi file pdf itu juga memberikan beragam model latihan fisik. Kebanyakan senam ringan yang bisa kamu lakukan setiap pagi.
Nah, di sini masalahnya. Saya tidak terlalu cocok dengan senam dan olahraga begituan. Lantaran sok pintar, saya bikin menu diet sendiri. Cukup mudah.
Pertama, untuk olahraga, saya memilih berjalan kaki setiap pagi. Sebelum menjadi redaktur Mojok, saya bekerja di sebuah penerbitan buku sebagai editor. Jarak kantor dari rumah sampai kantor kira-kira hampir tujuh kilometer. Maka, setiap pagi, mulai pukul 05.30 saya berjalan kaki dari rumah menuju kantor.
Untuk awalan, supaya perut tidak kaget karena “puasa”, saya makan dua buah pisang. Saya memilih pukul 08.00 dan 10.00 pagi untuk menyantap pisang. Setelah perut terbiasa puasa sampai pukul 12.00 siang, saya tidak lagi bawa bekal pisang. Air mineral sudah cukup “mengganjal” perut saya yang njembling ini.
Bagaimana dengan perut? Halah, saya sama sekali tidak memikirkan asupan protein dan kalori. Pokoknya makan siang. Saya memilih jendela makan enam jam. Jadi, paling akhir, saya harus makan sebelum pukul 18.00 petang. Namun, lantaran pada dasarnya bandel, beberapa kali saya makan di pukul 19.00 atau 20.00. Apalagi kalau pacar mengajak makan malam. Tanpa pikir dua kali langsung gas!
Setelah tiga bulan diet OCD sok pintar ala saya, sebuah kejutan hadir. Selama tiga bulan itu saya menahan diri untuk menimbang badan. Maka, suatu sore di apotek, saya beranikan diri untuk menimbang badan. Hasilnya? Sebelum diet OCD berat saya menyentuh 115 kilogram. Setelah menjalankan diet, berat saya jadi 93 kilogram. Dengan kata lain, saya turun 22 kilogram!
Saya tidak pernah berharap turun sebanyak itu. Saya hanya ingin bisa makan apa saja, kapan saja tanpa memikirkan “pantangan”. Turun 22 kilogram dalam tiga bulan bagi saya cukup aneh. Namun, meski takut ada masalah medis, saya justru merasa sangat “ringan”. Meski memang 93 kilogram itu tentu saja masih sangat berat.
Karena berhasil, tentu saja saya mau meneruskan diet OCD. Siapa tahu, saya masih bisa menurunkan berat badan sampai 80 kilogram. Namun, ketika manusia keblinger dan lupa diri, Tuhan punya rencana lain.
Dua hari setelah merayakan keberhasilan diet OCD dengan makan enak, gigi saya tiba-tiba ngilu setengah mati. Setelah periksa ke spesialis beberapa kali, ditemukan saya menderita radang syaraf gigi. Gigi geraham saya masih bagus, tapi terjadi peradangan di dalam gigi. Maka, satu-satunya solusi adalah membongkar gigi geraham yang bermasalah itu untuk mengeluarkan syaraf di mana peradangan terjadi.
Meggi Z bilang bahwa “Daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi ini.” Percaya saya, kata-kata Meggi Z itu mbelgedes. Blio belum pernah sakit radang syaraf gigi. Saking sakitnya, sampai-sampai pipi ini terasa bolong.
Setelah operasi ringan, saya mendapat obat naudzubillah banyak. Seperti kebanyakan obat, butir-butir pahit itu harus diminum setelah makan. Dan tentu saja, ada yang diminum tiga kali sehari. Maka, setiap pagi, saya terpaksa sarapan. Dan tentu saja, selama satu bulan saya tidak bisa jalan pagi.
Kok tidak diganti olahraga sore? Namanya sudah malas karena rentetan sakit gigi dan pengobatan. Namun itulah, betapa saktinya diet OCD. Bahkan ketika tidak tertib dijalankan pun tetap manjur, apalagi kalau saya tertib. Mungkin badannya Yamadipati Dolken sudah saya saingi. Ahh, maaf, maksud saya Adipati Dolken.