MOJOK.CO – Tidur dengan plester mulut menggunakan metode Buteyko Breathing konon dapat mengatasi permasalahan pernapasan. Ah, yang boneng?!
Penyanyi Andien membawa kabar baru bersama keluarga. Baru-baru ini, ia mengunggah foto bersama suami dan anaknya dengan posisi mulut diplester. Hmmm, kenapa, ya? Apakah mereka sedang cosplay jadi korban penculikan di sinetron???
Bukan, Saudara-saudara. Ternyata, apa yang ingin Andien tunjukkan pada kita semua adalah bagaimana ia tidur dengan plester mulut sebagai bagian dari bentuk latihan Buteyko Breathing. Teknik pernapasan Buteyko ini sendiri memang menekankan penggunan organ hidung.
Buteyko Breathing dimaksudkan untuk mengembalikan volume pernapasan ke metode yang normal untuk menghindari hiperventilasi kronis. Pernapasan normal, dalam hal ini, adalah menggunakan hidung, alih-alih mulut, agar tubuh bisa memperoleh oksigenasi jaringan dan organ yang lebih baik.
Metode Buteyko Breathing sendiri telah dikembangkan selama 40 tahun oleh Profesor Konstantin Buteyko. Pola pernapasan sehat yang menjadi tujuan metode ini dimaksudkan untuk menjaga rasio oksigen dan karbondioksida dalam aliran darah.
Bukan cuma Andien, ternyata para penderita asma dan masalah pernapasan mengaku mengalami perkembangan yang baik dengan metode Buteyko Breathing.
Memangnya, caranya gimana, sih, untuk tahu apakah kita memiliki permasalahan pernapasan sampai-sampai perlu memakai Buteyko Breathing???
Profesor Buteyko pernah melakukan sebuah tes untuk mengukur kedalaman pernapasan pasien. Ia memberi nama tes ini sebagai Control Pause, yang tampak seperti bentuk sederhana dari penggunaan plester mulut yang dilakukan oleh Andien. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. duduk dan tutuplah mulutmu, lalu bernapas normal melalui hidung selama 30 detik,
2. perlahan-lahan, tutuplah lubang hidungmu dengan jempol dan jari telunjuk, lalu hitung waktu yang kamu perlukan dengan bantuan stopwatch,
3. ketika kamu merasa sangat perlu bernapas, lepaskan tekanan pada hidung, lalu mulailah kembali bernapas melalui hidung—dengan posisi mulut masih tertutup.
Lamanya waktu yang kamu butuhkan untuk mulai bernapas kembali setelah menutup hidungmu adalah batas Control Pause yang kamu miliki. Jika durasinya kurang dari 10 detik, itu artinya kamu memiliki masalah kesehatan. Jika kurang dari 25 detik, kamu perlu mulai memberi perhatian pada tubuhmu. Jika durasi berada di angka 30-40 detik, kamu bisa cukup merasa puas, sementara angka 60 detik (atau lebih) adalah angka yang bagus.
Lalu, apakah metode Buteyko Breathing ini memang direkomendasikan diterapkan saat tidur, dengan menggunakan plester mulut?
Beberapa penelitian mendukung pendapat ini dengan pernyataan pasien yang mengaku keluhannya mengorok bisa berkurang karena mereka mulai dapat bernapas dengan lebih lembut dan lancar. Cara tidur dengan plester mulut juga disebut dapat menjadi solusi mencapai deep sleep alias tidur dengan nyenyak tanpa gangguan dan pikiran soal deadline kerjaan atau masalah asmara yang naudzubillah ngerepotinnya.
Masih menurut Andien, ia menyebutkan bahwa tidur dengan metode Buteyko Breathing bahkan berhasil menghilangkan bau mulut tak sedap di pagi hari. Yaaah, lumayan, lah buat jaga-jaga kalau kita bangun kesiangan dan harus ngantor tanpa mandi dan sikat gigi. Hehe.
Namun—tunggu dulu. Dikutip dari Haibunda.com, tidak sepenuhnya klaim soal Buteyko Breathing didukung oleh praktisi kesehatan.
Menurut dr. Andreas Prasadja dari RS Mitra Kemayoran, cara tidur dengan plester mulut ternyata tak berhubungan dengan kesehatan. Baginya, cara ini tidak lantas meningkatkan kualitas tidur karena seseorang bisa saja sudah tidur dengan keadaan normal (mulut rapat) dan tidak bakal menghasilkan efek saat tetap diplester.
Adapun soal sleep apnea yang disebut-sebut dapat berkurang dengan cara Buteyko Breathing menggunakan plester mulut ini, dr. Andreas menegaskan bahwa hal ini tidak bakal terjadi dengan serta-merta. Meski ada kemungkinan sleep apnea teratasi dengan cara ini, tapi tentu tidak untuk semua orang.
Alih-alih terburu-buru beli plester dan tidur sambil merekatkan lakban ke mulut, kenapa kita nggak coba untuk memastikan dulu apakah kebiasan ngorok kita normal atau nggak, tidur dengan mulut mangap ini normal atau nggak, atau kita benar-benar terjangkit masalah pernapasan atau nggak? (A/K)