MOJOK.CO – Saya menghabiskan perjalanan selama hampir 22 jam dari ujung barat Pulau Jawa ke ujung timur naik kereta api. Apakah saya memang terlalu nekat dan gila?
Pagi itu, langit Stasiun Merak tampak mendung. Udara terasa menusuk badan. Bersamaan dengan itu, datang satu kereta api yang masuk di peron stasiun paling ujung barat di Pulau Jawa, Stasiun Merak. Ini sekaligus menjadi pertanda dimulainya perjalanan panjang selama hampir 22 jam dari ujung barat ke ujung timur.
Etape 1: Merak-Rangkasbitung (Kereta Api Lokal Merak)
Pertama-tama, saya akan naik Kereta Api Lokal Merak dari Stasiun Merak. Stasiun ini punya elevasi tiga meter dan menjadi stasiun terminus di ujung barat Pulau Jawa. Semata karena menuju jalur kereta api ini buntu dan langsung mengarah ke pelabuhan penyeberangan kapal feri menuju Pelabuhan Bakauheni.
Suasana di Stasiun Merak ini cukup campur aduk, mengingat stasiunnya bersebelahan dengan pelabuhan. Maka, suara kapal penyeberangan dan truk-truk bermuatan besar saling bersahut. Namun, entah kenapa, kegaduhan ini malah selalu bikin saya kagum.
Saya melihat banyak penumpang yang akan memulai perjalanannya di stasiun ini. Satu-satunya perjalanan kereta api penumpang di lintas ini adalah Kereta Api Lokal Merak dari Stasiun Merak menuju Rangkasbitung.
Kereta Api Lokal Merak berangkat dari Stasiun Merak sekitar pukul 07:50. Artinya, kereta api ini terlambat sekitar lima menit dari jadwal. Perjalanan ditempuh selama 1 jam 40 menit.
Tidak banyak yang bisa saya ceritakan dari jalur ujung barat Pulau Jawa ke ujung timur ini. Yang mungkin berkesan hanya banyaknya penumpang yang naik dan turun.Â
Titik keramaian ada di Stasiun Cilegon dan Stasiun Serang. Maklum, keduanya adalah kota yang cukup besar di wilayah Banten. Titik lain seperti Stasiun Karangantu, merupakan stasiun yang memiliki beberapa tempat wisata dan objek strategis seperti Pelabuhan Tanjung Mas dan Masjid Agung Banten.Â
Selepas Serang, pemandangan yang mendominasi adalah hamparan sawah dan ruas jalan tol Serang ke Panimbang. Saat melintas, kereta api di jalur ini menjaga kecepatan sedang, hanya sekitar 80 km/jam.
Cuaca cerah akhirnya mendominasi setelah sepanjang pagi langit mendung. Perjalanan di lintas ini terasa sangat menyenangkan. Sampai akhirnya melintas di Jembatan Kali Ciujung di Kabupaten Lebak, tanda bahwa kereta api akan memasuki Stasiun Rangkasbitung.
Etape 2: Rangkasbitung-Tanahabang-Pasar Senen menuju ujung timur Pulau Jawa
Perjalanan dengan Kereta Api Lokal Merak sampai di Stasiun Rangkasbitung dan itu berarti harus berpindah jalur untuk mengakses KRL. Sebagai efek dari pembangunan Rangkasbitung Ultimate, perubahan peron dan jalur kereta membuat saya harus mengejar waktu menuju Jakarta.
Kereta KRL mengalami kekosongan sampai pukul 9:55. Para penumpang di Stasiun Rangkasbitung cukup membludak, sehingga suasana rebutan kursi dan bangku menjadi pemandangan di rangkaian kereta api yang saya naiki.
Kereta meninggalkan Rangkasbitung pada pukul 10:00 dan menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam menuju Stasiun Tanahabang. Lagi-lagi tidak ada yang spesial di jalur ini selain banyaknya pembangunan Stasiun Lumpang Parayasa di antara petak Parungpanjang-Cicayur.
Selain itu, kereta api mengalami keterlambatan tiba di Stasiun Tanahabang sekitar 1 menit. Sehingga, saya harus bergegas cepat memesan ojek online sejak dari Stasiun Palmerah untuk menuju ke Stasiun Pasar Senen demi menuntaskan perjalanan dari ujung barat Pulau Jawa ke ujung timur
Harus pindah pakai ojek online
Perpindahan moda dari kereta api ke ojek online bukan tanpa alasan. Waktu yang tersisa untuk check-in Blambangan Express tersisa 30 menit. Sementara itu, jarak antara Stasiun Tanahabang dan Stasiun Pasar Senen itu cukup jauh.
Driver yang menerima order saya parkir motornya sedikit jauh dari Stasiun Tanahabang. Sehingga saya harus mencari dan memakan waktu lima menit. Panik, saya memutuskan untuk menelepon dan baru menemukan si driver sekitar empat menit kemudian. Saat itu sudah pukul 11:49.
Motor melaju kencang. Pengemudi yang mengantarkan saya langsung cosplay menjadi driver MotoGP. Saking menegangkannya momen itu, saya tidak sadar bahwa perjalanan sudah berada di perempatan Kwitang, yang berarti Stasiun Pasar Senen sudah dekat.
Kereta api selanjutnya yang akan saya naiki berangkat pukul 12:10. Artinya, waktu tersisa sekitar 15 menit sebelum keberangkatan.Â
Dengan segera, saya langsung bergegas berlari menuju ke arah dalam stasiun dan segera mencetak boarding pass. Waktu menunjukkan pukul 12:00 saat saya masuk ke gerbong. Perjalanan Kereta Api Blambangan Ekspress kali ini menggunakan locomotive rail sprinter, atau lokomotif pelari, yaitu CC 203.
Etape 3: Pasar Senen-Ketapang naik Kereta Api Blambangan Express
Perjalanan Kereta Api Blambangan Express dari Pasar Senen sampai Ketapang di ujung timur Pulau Jawa akan menempuh jarak 1.031 kilometer. Ini membuat Blambangan Express menyandang status sebagai kereta api dengan rute terpanjang di Indonesia. Rekor sebelumnya dipegang oleh KA Pandalungan.Â
Saya naik di gerbong Eksekutif 4 dan mendapatkan single seat paling belakang. Sebuah kebanggaan tersendiri duduk di gerbong paling belakang.
Perjalanan ini akan memakan waktu 16 jam 30 menit. Saya membagi dua perjalanan Blambangan Ekspress dalam dua jenis perjalanan, yaitu perjalanan melalui jalur ganda dan jalur tunggal. Perjalanan keduanya menawarkan pengalaman yang berbeda bagi saya sepanjang perjalanan.
Di jalur ganda, perjalanan Blambangan Ekspress mencatatkan kedatangan waktu yang signifikan. Misalnya di Cirebon, kereta api ini mencatatkan kedatangan 10 menit lebih awal. Alasannya, Blambangan Ekspress sudah dapat melaju dengan kecepatan standar di bekas TKP Anjlokan Purwojaya. Ini membuatnya lebih cepat tiba di tujuan.
Selain di Cirebon, di lintas jalur ganda perjalanan Kereta Api Blambangan Ekspress selalu mencatatkan waktu kedatangan lebih awal. Bahkan bisa secara konsisten sampai di Stasiun Surabaya Gubeng.Â
Rata-rata waktu kedatangan bisa sampai 2-5 menit lebih awal. Mengingat kereta api ini adalah model perjalanan di waktu terang dan gelap, maka perjalanan ini menghadirkan servis tambahan, yaitu pembagian selimut yang dibagikan selepas Stasiun Semarang Tawang.
Persilangan yang membuat terlambat
Saya memutuskan untuk tidur lepas Semarang Tawang karena perjalanan terjadi saat malam hari. Sepanjang perjalanan, saya hanya dapat menikmati suasana di dalam kabin kereta api.
Barulah lepas Stasiun Wonokromo, hal yang tidak diinginkan terjadi. Baru lepas Stasiun Wonokromo, kereta saya tertahan di sinyal masuk Stasiun Waru.Â
Sepertinya, Kereta Api Blambangan Express harus menunggu bersilang dengan Probowangi yang baru saja meninggalkan Stasiun Sidoarjo. Ini menjadi tempat persilangan reguler kereta Blambangan dengan Probowangi.
Lepas dari Stasiun Waru, kereta api berjalan dengan keterlambatan mencapai 20 menit. Saat kereta api lepas Pasuruan, waktu keterlambatan ditekan sampai 15 menit, tetapi sepertinya sesuatu yang buruk terjadi di sini.Â
Kereta api yang saya naiki harus ditahan di Stasiun Grati. Kami harus menunggu Ijen Ekspress tiba di Stasiun Grati. Padahal secara normal, kita harusnya melintas langsung di stasiun ini.
Akhirnya sampai di ujung timur naik kereta api
Keterlambatan mencapai 20 menit karena menunggu Ijen Ekspress berhenti di Stasiun Grati dan perjalanan berlanjut dan saya pun tertidur lagi. Ketika bangun, kereta sudah berada di Stasiun Klakah.Â
Saya melihat Kereta Api Mutiara Timur berhenti di Stasiun Klakah untuk bersilang dengan Blambangan Ekspress. Sepertinya Mutiara Timur yang menunggu, bukan kereta yang saya tumpangi.
Selepas Klakah, saya melanjutkan tidur dan entah kenapa tiba-tiba saya sudah berada di Jember dengan keterlambatan hampir 40 menit. Efek keterlambatan itu terbawa konstan sampai di stasiun pemberhentian berikutnya. Setibanya di Banyuwangi Kota, kami harus bersilang dengan Tawang Alun, yang berangkat dari Ketapang 13 menit yang lalu!
Dan ya, kami yang lagi-lagi harus menunggu bersilang karena Kereta Api Blambangan secara reguler seharusnya sudah tiba di Ketapang sekitar 20 menit sebelumnya dan keretanya tiba pukul 05:13. Kami diberangkatkan lagi untuk tiba di Stasiun Ketapang pada pukul 05:25. Akhirnya, sampai juga di ujung timur Pulau Jawa.
Apakah perjalanan dari ujung barat Pulau Jawa ke ujung timur naik kereta api ini termasuk gila?
Total perjalanan menghabiskan 21 jam dan 35 menit untuk sampai di ujung timur Pulau Jawa. Saya naik pada Senin pagi pukul 07:50, sampai di ujung timur Pulau Jawa pada 05:25 di Selasa pagi. Selama itu, saya menggunakan tiga kereta api yang berbeda.Â
Waktu perjalanan memang bisa relatif tergantung jadwal dan hambatan perjalanan. Tetapi, mengingat saya duduk di kelas eksekutif dengan harga 0 rupiah, saya tidak terlalu memusingkan semuanya.
Mungkin yang menjadi lelah adalah meladeni pertanyaan para penumpang yang tiba-tiba bertanya kenapa saya melakukan perjalanan sejauh ini menggunakan seragam sekolah. Saya menjawab sekenanya saja.
Total biaya perjalanan yang saya keluarkan untuk perjalanan dari ujung barat Pulau Jawa sampai ujung timur adalah Rp25 ribu. Tentu ini belum termasuk ongkos makan dan naik ojek online.
Benarkah omongan orang bahwa saya terlalu nekat untuk naik kereta api dan ujung ke ujung Pulau Jawa? Gimana menurut pembaca?
Penulis: Steven Tjahjadi Sanjaya
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA KA Sri Tanjung, Penyelamat Mahasiswa Jogja asal Tapal Kuda yang Namanya Terinspirasi dari Legenda Banyuwangi dan pengalaman unik lainnya di rubrik OTOMOJOK.












