MOJOK.CO – Luxio ini memang luar biasa. Nggak pernah terbayangkan saya bisa membawa barang kantor yang beratnya hampir satu ton. Ini bukan mobil, tapi panser!
Malam itu, Jogja sedang dingin-dinginnya. Saya diajak ngobrol agak serius sama Pak Bos. Ini menyangkut pilihan sulit. Sebuah pilihan di mana tidak boleh menyesal setelah mengambil keputusan itu.
“Kantor butuh mobil,” katanya. “Kira-kira mobil apa ya yang cocok?” Lanjut bliyo setelah menelan mie ayam.
Saya mikir agak keras sambil ngemut sumpit.
“Cocok,” tentu ada beberapa variabel. Pertama, harganya harus masuk akal. Artinya, kantor punya banyak akal untuk bayar cicilan.
Kedua, ini mobil harus trendi dan nggak ngisin-ngisini kalau diajak pergi-pergi. Ketiga, ini mobil harus kuat, tahan banting, kalau perlu tahan tubruk. Karena tugas mobil ini sudah saya pastikan berat.
“Luxio kayaknya cocok.”
“Itu mobil yang kayak gimana?” Hampir saja saya keloloden sumpit gara-gara mendengar kalimat itu. Saya mikir lagi. Mencari cara tergampang menjelaskan ke bliyo.
“Tahu mobil Indah Cargo yang biasa ngambil paket ke kantor?”
“Tahu.” Jawabnya datar.
“Nah, kayak gitu. Tapi ada kacanya dan bentuknya lebih bagus.”
Saudara pasti tahu bagaimana bentuk Gran Max Blind Van itu.
“Luxio harganya berapa?”
“Kisaran 200-an,” jawab saya menyederhanakan angka ratusan juta.
“Ya, udah. Besok beli.”
Tak berselang lama, beberapa hari kemudian, kami ke dealer Daihatsu. Setelah melihat fisik Luxio secara langsung, dengan plengah-plengeh bliyo bilang ke mbak sales, “Ya udah mbak. Yang ini aja.”
Hari itu, kami resmi meminang Luxio. Nggak tanggung-tanggung, Pak Bos memilih tipe X yang merupakan kasta tertinggi mobil ini.
Sebagai anak buah, saya senang-senang saja. Kompor saya berguna untuk manasin bliyo.
Oke, kembali ke persoalan cocok tadi. Termasuk kenapa harus yang X.
Dari sisi harga, menurut saya pribadi, harga mobil yang bentuknya ngotak ini agak nggak masuk akal, sih. Dengan harga Rp215 juta cuma dapat fitur sederhana. No airbags, no ABS, nggak ada fitur elektronik aneh-aneh pada mobil ini. Dapat head unit touch screen aftermarket, AC double blower supaya penumpang belakang bisa kedinginan, dan mirror retract. Itu lho, spion yang nggak perlu kernet untuk melipat dan ngatur sudut pandang. Oiya, dapat sensor parkir juga. Dapat itu aja kayaknya udah syukur.
Bagi Pak Bos, harga segitu ya iya-iya aja dia. Lha, mbak salesnya nanya mau DP berapa, Pak Bos langsung ndepe separuh harga dan cuma mau nyicil 2 tahun aja. Ya, mbak salesnya agak kaget setengah nggak yakin. “Jangan kayak orang susah,” itu kalimat yang keluar dari cobrot bliyo, dan membuat muka mbak sales jadi kepiting mateng.
Saya menyarankan Luxio X, karena memang kebutuhan dan kecocokan ada di mobil ini. Kalau jodoh, ya bonus.
Luxio, penampilan luarnya memang nggak begitu memalukan. Apalagi yang X. Tampak sporty dan gagah. Tapi gagahnya ya begitu itu, ngotak. Bumper depan sporty dengan foglamp, headlamp besar, serta grill besar dengan krom. Side body molding dengan krom yang nggak bisa dibilang bagus, tapi nggak jelek juga.
Ini agak ke-Alphard-alphard-an, tapi versi Madura. Saya tahu Luxio punya julukan Alphard Madura juga dari Pak Bos. Kalau sejak awal saya bilang ini Alphard Madura, bliyo yang Madura swasta ini pasti langsung paham. Apa daya saya tahunya belakangan. Prejengan dari luar nggak ngisin-ngisini kalau ngantar Pak Bos ketemu relasi bisnis.
Dengan formasi tiga baris. Luxio normal bisa memuat 8 penumpang. Tapi kalau ini Luxio psikopat, bisa diisi 10 orang dengan formasi 4-4-2. Tapi sebaiknya jangan dipraktikkan demi kenyamanan agar tidak untel-untelan. Kasihan bokongnya joknya.
Jok Luxio yang tipis ini akan semakin tipis karena overload bokong penumpang.
Lalu, ada fitur yang nggak tahu disengaja atau tidak, kok ya ada di mobil ini. Fitur yang seharusnya tidak berguna di Jogja yang sekarang puanase hora umum! Yaitu, penghangat bokong. Mesin Luxio memang berada di bawah bokong pengemudi dan penumpang depan. Seharusnya ya nggak sampe ngangetin bokong juga!
Meskipun AC depan dan AC double blower-nya bisa membuat penumpang depan hingga baris terbelakang kedinginan, tapi bokong sopir dan penumpang depan tetap hangat. Biar adil atau biar kepala tetap dingin meski bokong hangat?
Sebagai sopir dan pernah jadi penumpang mobil ini, saya merasa saat melewati jalan nggronjal-nggronjal, suspensi mobil ini nggak keras-keras amat. Masih cukup lembut. Salah satu buktinya, nggak ada yang misuh-misuh waktu saya ngangkut kru Mojok dari Jogja ke Solo, melewati jalanan Klaten yang bergelombang nggak karuan.
Sekarang kita bahas kecocokan selanjutnya.
Ini kecocokan paling penting. Kantor memerlukan kendaraan dengan kapasitas besar untuk angkut barang. Soal penumpang, sudah selesai dan cocok.
Sliding door dipilih karena sifat praktisnya untuk masuk-keluar barang. Keperluan muat-bongkar buku dalam kardus, memerlukan akses yang mudah dan sat-set.
Ini tidak bisa terjadi di mobil dengan daun pintu berayun. Didukung desain boxy pada mobil ini memberikan ruang angkut yang sangaaat luas.
Ini saya kasih tahu kisah kasih yang agak psikopat.
Dengan mobil ini, saya pernah mengangkut buku berjumlah 32 kardus dengan dimensi kardus 55x37x27 sentimeter. Penuh dari bagasi belakang, baris kedua hingga mentok plafon. Ditambah, 2 kardus lagi di jok kiri penumpang.
Setelah saya hitung, 32 kardus dikalikan bobot per kardus 30 kg. Hampir satu ton! Persisnya 960 kg. Sampai di lokasi tujuan, orang-orang di sana terheran-heran. Termasuk saya sendiri.
“Nggak sayang Luxio buat ngangkut begini?”
“Rusak beli lagi, mas. Jangan kayak orang susah.” Saya mencoba gaya “sombong”-nya Pak Bos. Paling tidak, saya kecipratan gengsi perusahaan tempat saya bekerja.
Saya rada nggeleleng juga karena yang lain datang dengan mobil box, pick up, dan Grand Avanza yang muatannya nggak ada seperempat muatan Luxio saya. Bukti kalau Luxio juga kuat untuk angkut barang berat.
Saya kira, Luxio sebenarnya bukan MPV biasa, pun bukan MPV culun, melainkan panser yang menyamar. Walaupun mobil ini nggak tahan tubruk, apalagi tahan peluru. Hassshh.
BACA JUGA Mengamati Duet Sopir dan Kernet Bus Sugeng Rahayu dalam Perjalanan Semarang-Solo atau tulisan M. Mujib lainnya di rubrik OTOMOJOK.