MOJOK.CO – Sebagai seorang mantan ukhti, saya akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang ukhti yang paling sering ditanyakan teman-teman saya.
Yhaa betul! Dulu, saya adalah seorang Ukhti. I am a proud Ukhti.
Sejak kelas 2 SMA, saya sudah konsisten menggunakan jilbab yang mentupi pantat. Selalu pakai rok dan gamis yang-panjangnya-kadang-menyapu lantai. Juga, tidak lupa pakai hand sock dan kaos kaki setiap ke mana-mana.
Saya juga tidak bersentuhan dengan non muhrim alias lawan jenis, dan tidak pernah (((berduaan))) juga sangat menghindari dibonceng oleh teman laki-laki ketika berpergian (maklum, saya kan nggak bisa naik motor, jadi pasti nebeng dibonceng hhe hhe). Kebiasaan itu setidaknya berlangsung sampai saya menginjak semester 4.
Sampai akhirnya negara api kebebasan berpikir menyerang. *Jeng jeng jeng jeng* dikasih soundtrack biar dramatis hhe hhe.
Sebenarnya sih sampai sekarang tampilan saya masih sedikit Ukhti (minus nggak pakai kaos kaki aja). Bedanya, sekarang saya lebih (((modest))) dan isi otak saya nggak konservatif lagi. Mungkin gara-gara kebanyakan baca buku, ngopi (padahal pesan es teh), dan diskusi sama anak anarko, liberal, feminist dan kiri-kiri kali ya hahaha.
Karena tampilan saya yang masih Ukhti ini, sampai sekarang teman-teman menyebut saya sebagai seorang anomali di atas anomali.
Ya nggak anomaly gimana, tampilan saya konservatif, tapi pandangan keislaman saya moderat (atau liberal? Wkwk), pandangan ekonomi saya sedikit marxis, tapi saya juga sedikit pro-pembangunan, dan kalau ngomongin sikap politik, saya akan mengklaim sebagai seorang feminist! Ini tinggal dicekokin Bakunin aja kayaknya saya bakal jadi paket lengkap ideologi: seorang ukhti-liberal-marxis-developmentalis-feminist-anarkis hahaha.
Nah, gara-gara berpengalaman dan berpenampilan seperti Ukhti ini, banyak sekali teman-teman non-konservatif merasa tertarik dengan saya.
Mereka biasanya punya banyak pertanyaan tentang ukhti, kenapa mereka ini selalu begini dan begitu. Tapi jarang bisa mereka tanyakan langsung karena…. Ukhti macam apa yang mau nongkrong di warung kopi dan meladeni mereka diskusi ideologi? Ukhti itu ya, di mana-mana adanya di masjid kampus, lagi ngaji! Dan mesjid kampus, tentu saja jadi tempat yang paling asing bagi kawan-kawan non-konservatif saya yang hobinya diskusi di warung ngopi.
Dari pengalaman saya sering ditanya-tanya oleh mereka, saya jadi tahu kalau sebenarnya banyak sekali yang penasaran dan punya pertanyaan tentang para Ukhti. Tapi karena susah buat nanya langsung, jadinya, kebanyakan hanya disimpan dan dibiarkan jadi stigma. Padahal kan, stigma itu nggak baik ya. Makanya, izinkan lah saya, seorang mantan Ukhti dengan pengalaman kurang lebih 4 tahun sebagai ukhti menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Ukhti itu.
1. Kenapa Ukhti nggak mau salaman?
Salaman, atau kegiatan apa pun yang berhubungan dengan menyentuh non-muhrim adalah hal yang sangat prinsipal bagi para Ukhti. Sama prinsipalnya dengan kenapa suara mereka harus direndahkan (jangan gordes), pandangan mereka harus ditundukan, dan kenapa kalau rapat/duduk, laki-laki dan perempuan tidak boleh bersebelahan.
Prinsip ini berhubungan dengan hadis-hadis menyeramkan yang kami pelajari.
Bahwa katanya bersentuhan dengan lawan jenis adalah haram. Bahkan, ada hadis yang mengatakan kalau kepala yang ditusuk dengan pasak dari besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Juga jangan lupakan ayat Al-Quran tentang larangan mendekati zina.
Karena dulu ajarannya cuman untuk patuh, saya nggak pernah merasionalisasi itu semua. Nah, pas sekarang saya udah nggak patuh (hilih malah bangga) saya jadi ngerti alasan kenapa bersentuhan dengan lawan jenis itu nggak baik buat para Ukhti.
Meminimalisir segala bentuk sentuhan adalah sebuah upaya preventif! Soalnya, kalau udah tahu rasanya pegangan tangan, kepala diusap-usap, pelukan, atau skinship itu ternyata enak, pasti para Ukhti jadi cepat baper soalnya jadi pengin lagi :((
2. Kenapa Ukhti suka ngomong pakai Bahasa arab?
Pertanyaan ini sebenarnya sering saya pertanyakan juga ketika saya masih jadi Ukhti. Soalnya wagu je. Yang pakai bahasa Arab cuman ucapaan sapaan aja (Ukhti-Akhi, Ana-Antum) atau ungkapan kayak MasyaAllah Tabarakallah, dll.
Ternyata eh ternyata, alasannya adalah menyapa dengan bahasa Arab terdengar lebih islami…. Jadi, kalau ngomong kerasa ada pahalanya.
Tapi yang paling jelas sih, itu jadi ciri khas yang menunjukan kesamaan identitas kelompok. Soalnya, para Ukhti ini, nggak mungkin nyebut Aa’ Burjo dengan sebutan Akhi. Akhi itu ya khusus untuk lelaki sholeh aktivis dakwah yang mirip sama mereka.
3. Kenapa Ukhti suka bau badan? *eh
Ini pertanyaan paling kocak sih. Kesel tapi bener!!1! WQWQ.
Tentu tidak semua ukhti bau badan (saya wangi lho ya). Tapi banyak yang demikian. Alasannya? Lagi-lagi itu karena sesuatu yang prinsipal. Ini tentang bagaimana mereka memahami larangan menggunakan wangi-wangian karena takut disamakan dengan pelacur—atau perempuan genit yang sengaja ingin menggoda laki-laki.
NAH YANG JADI MASALAHHH
Ukhti-ukhti ini padahal mobile banget, datang ke kajian satu lalu ke kajian lainnya. Dan baju mereka yang super tertutup itu, tentu saja bikin keringetan banyak, burket juga, dan yah… itu yang bikin bau badan—atau saya lebih suka bilang itu bau apek, Eh.
4. Kenapa Ukhti suka mengingatkan?
Kita pasti sering dengar bagaimana para Ukhti dinyinyiri gara-gara terlalu sering mengingatkan dengan template : astagfirulloh [masukan kesalahan] seperti: “Astagfirulloh, itu kenapa jilbabnya” atau “Astagfirulloh itu tuh dosa” lalu menutupnya dengan kalimat “Maaf sekadar mengingatkan”.
Dari apa yang saya pahami selama jadi Ukhti dan bergaul bersama para Ukhti, ke-snob-an mereka dalam mengingatkan itu sebenarnya niatnya bagus. Mereka itu punya prinsip kalau mau masuk surga, jangan sendirian, harus ajak-ajak yang lain juga.
Khususon tentang cara berpakaian dan mengenakan jilbab. karena mereka pikir itu adalah ukuran keimanan dan ketaatan seseorang, mereka sangat getol sekali mengingatkan (feminist mana ngarti!).
Dalil yang melandasi kegiatan ini adalah anjuran untuk saling mengingatkan dan “sampaikanlah walau satu ayat”—-yang setelah saya pikir-pikir cukup menyesatkan bila dilakukan oleh orang-orang yang sebenarnya nggak punya keilmuan tentang apa yang coba mereka sampaikan.
5. Kenapa Ukhti suka pamer ibadah?
Kalau ini sih…
….ya jelas karena kami tuh mau nyindir eh ngasih tahu tapi pakai contoh lah!!1! Biar kalian tuh mikir kalau ibadah itu aspek terpenting dalam kehidupan. Amalan utama dan paling mulia!!1!
Jadi, kalau kalian misalnya lagi berisik diskusi konflik agraria, lalu tiba-tiba disamperin Ukhti yang mendadak ngaji, kalian tuh harusnya paham, jangan tersinggung, ngaji itu ya, lebih penting daripada membela petani yang tertindas hadehhh.
6. Kenapa Ukhti selalu ingin dihalalkan?
Saya kadang suka heran, masa yang kayak gini aja ditanyakan.
Kenapa Ukhti ingin dihalalkan? Ya karena niqa itu enak lah! Eh maksudnya ibadah, lahhh!!1!
Nikah itu melengkapi separuh iman kita. Kalau kita jomblo, eh, sendirian, kalau sholat kan nilainya satu. Coba kalau nikah, nanti sholatnya jadi berjamaah dan pahalanya jadi banyak.
***Eh sebenernya saya bingung sih sama logika ini, kapan bisa sholat berjamaah berdua ketika laki-laki jelas-jelas anjurannya sholat di masjid, dan perempuan sholat di rumah? Hmm??
Dengan menikah juga lah, surga bisa dengan lebih mudah dicapai. (((Hanya))) tinggal taat kepada suami. Lalu dengan sukarela punya banyak anak untuk melanjutkan perjuangan ummat. Udah, gitu aja hidup Ukhti mah.
Nggak perlu mikirin gimana perempuan desa banyak yang dimiskinkan, buruh-buruh tidak mendapatkan kesejahteraan, kerusakan lingkungan atau gimana nasib kelompok minoritas yang didiskriminasi kebijakan. Heu heu heu. Sungguh hidup yang ruwet kalau harus direpotkan mikirin itu semua. Mana nggak ada jaminan masuk surganya lagi.
7. Apakah Ukhti ingin mendirikan negara islam?
Kalau pertanyaan ini, biasanya muncul dari orang yang mengira bahwa semua Ukhti adalah HTI.
Meskipun semua HTI adalah Ukhti, tapi nggak semua Ukhti itu HTI lho ya.
Nggak semua ukhti pengin negara islam, tapi semuanya pengin punya pemimpin islam. Sosok panutan mereka biasanya adalah Erdogan. Bagi mereka, pemimpin itu idealnya muslim taat yang hafal 30 juz.
Tapi kalau nggak ada, ya siapa aja bisa asal dia muslim.
Termasuk jika dia misalnya dzalim? Betul. Yang penting adalah muslim! (Tapi mana ada orang muslim yang dzalim, kan, ya?)
Ukhti adalah salah satu garda terdepan anti kafir-kafir klub. Bagi mereka, identitas keislaman itu nomor satu! Makanya jangan heran kalau banyak Ukhti vokal sekali membela Palestina, Muslim Rohingya, dan Muslim Uighur di China, tapi melupakan yaman karena yang bikin kekerasan adalah junjungan mereka Arab Saudi nggak terlalu peduli dengan penindasan syiah sampang dan ahmadiyah (karena buat mereka ini bukan islam) apalagi kasus kekerasan di Papua.
8. Apakah semua Ukhti seperti ini?
Tentu saja tidak, ada juga Ukhti progresif seperti Ukh Esty yang mikirin persoalan ummat dengan framework yang berbeda. Saya juga tahu ada Ukhti-ukhti anti mainstream yang bikin band metal, atau bikin pergerakan dengan basis Pendidikan dan pengabdian. Tapi yaa…. jumlahnya berapa ya?
Mari sama-sama kita berhitung. Di lingkungan kalian, ada berapa ukhti yang semacam itu?