MOJOK.CO – Kenapa Jokowi masih saja melibatkan Buzzer-buzzer antah berantah kayak Eko Kuntadhi ini untuk melakukan kerja-kerja komunikasi publik? Padahal kan sudah jelas kalau mereka ini tidak kompeten.
Saya tidak kenal siapa itu Eko Kuntadhi. Bahkan setelah mengetikkan namanya di google, tidak banyak informasi yang bisa saya dapatkan di sana. Yang saya temukan dari pencarian itu hanya dua hal saja. Pertama, dia suka menulis di beberapa media. Dan kedua, dia pernah disebut dalam sebuah berita tentang dirinya yang memenuhi panggilan “Kakak Pembina”. Whooo ghendeng seketika saya langsung ngeuh kalau dia itu anak pramuka buzzer istana.
Tidak perlu banyak waktu untuk saya membuktikan hal itu. Dari sosial medianya saja, sudah sangat jelas kalau dia menyuarakan (((aspirasi))) istana. Kemarin misalnya, dia membuat sebuah thread di twitter tentang alasan kenapa Investor banyak yang pergi ke Vietnam padahal indeks korupsi Vietnam jauh lebih tinggi dari Indonesia.
Hadeh, Vietnam lagi, Vietnam lagi.
Dari pengamatan saya, thread itu sepertinya ia tujukan untuk memantahkan argument kelompok anti omnibus law Cilaka yang bilang kalau kita nggak butuh omnibus law yang isinya mencerabuti hak buruh karena menurut penelitian yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF) faktor utama yang membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia itu bukan karena aturan ketenagakerjaannya, tapi karena keberadaan korupsi dan birokrasi yang menggangu.
Waktu pas mau saya baca threadnya, saya menaruh harapan tinggi terhadap argumen-argumennya karena saya takjub dia hendak melawan argumen yang berangkat dari sebuah penelitian. Tapi, pas saya baca, saya kecewa. Nggak Mas-mas Harvard, nggak Eko Kuntadhi (dan semua argumen pro omnibus law lainnya), apa yang dia bilang sama ramashoooknya.
Dalam threadnya itu, dia bilang alasan investor pada suka ke Vietnam meskipun banyak korupsi di sana adalah karena di Vietnam, buruhnya fokus bekerja. Mereka nggak neko-neko, dan nggak suka demo kaya buruh di Indonesia makanya mereka lebih produktif.
Dia juga memuji pemerintah yang otoriter karena bisa membawa stabilitas politik yang memberikan kepastian pada investor.
Dan beberapa argumen lain yang intinya bilang kalau kita seharusnya bisa meniru Vietnam untuk menarik para investor itu. Tanpa menjadi seperti mereka, investor tidak mau ke Indonesia dan itu berbahaya karena tanpa investor, Indonesia akan terkapar diterpa krisis.
Saya pribadi nggak ngerti sih kenapa orang-orang pro omnibus law itu suka sekali menjadikan Vietnam sebagai rujukan. Yakin nih mau bikin Indonesia kayak mereka?
Masa negara yang lebih banyak korupsinya, otoriter, suka nyuruh pekerjanya kerja dalam waktu yang lama dengan upah yang rendah, dan punya jaminan perlindungan pekerja yang buruk mau ditiru, sih?
Saya mau tanya deh, kenapa demi mengejar investor, kita ini seakan-akan diajak untuk berlomba-lomba ke dalam kemunduran?
Masa sih kita harus mau kompromi demi investor yang mau curang dan culas kayak gitu? Apa nggak bisa kita cari investor yang fair aja? Yang mau taat aturan, yang peduli sama hak pekerjanya, dan yang bisnisnya bukan cuma menguntungkan dirinya tapi para pekerjanya juga?
Lagian kenapa coba Jokowi masih saja melibatkan Buzzer-buzzer antah berantah kayak Eko Kuntadhi ini untuk melakukan kerja-kerja komunikasi publik? Padahal kan sudah jelas kalau mereka ini tidak kompeten dan suka memecah belah publik dengan cuitan-cuitan mereka?
Lho iya kan? Kita sendiri menjadi saksi kalau Buzzer-buzzer ini suka menggunakan cara kotor seperti menyebarkan hoax dan ujaran kebencian untuk menaikan suatu isu atau tokoh tertentu.
Yang lebih parah, selain dikasih panggung, nggak jarang mereka juga langsung dilibatkan untuk diajak rembukan membicarakan keputusan politik penting lagi.
Terus buat apa dong staff ada staf ahli? Mereka kan jelas rekam jejaknya dibanding Buzzer-buzzer antah berantah itu. Masa sih Jokowi tidak percaya pada mereka?
Jangan-jangan…
Ini jangan-jangan saja lho ya…
Jokowi sengaja lebih percaya kepada para Buzzer dibanding para staf ahlinya karena dia lebih suka melihat para Buzzer langsung memberikan dukungan dengan segenap jiwa raga (karena dibayar tentu saja) kepada istana?
Beda dengan para ahli yang sangat mungkin punya pendapat yang berbeda dengan istana, Buzzer-buzzer ini pasti akan langsung sependapat dan memberikan respon positif atas kebijakan apa pun yang dikeluarkan oleh istana.
Sebentar, sebentar. Kalau emang kayak gitu, bukankah jika staf ahli yang jelas ahli saja tidak banyak dilibatkan dalam membuat keputusan politik penting, lantas bagaimana dengan aspirasi rakyat jelata yang nggak punya pengaruh apa-apa?
Loh loh loh, kok semuanya jadi masuk akal.
Pantes aja, selama ini kita menyampaikan kritik, protes, dan aksi sana-sini kayak waktu Revisi UU KPK lalu—dan omnibus law hari ini, nggak ada hasilnya…
BACA JUGA Balasan Untuk Mas-Mas Harvard Pendukung Omnibus Law yang Argumennya Ramashook atau artikel lain soal PEKERJA.