MOJOK.CO – Salah satu RUU yang juga cukup kontroversional yang masuk Prolegnas untuk dibahas di DPR adalah RUU Pertahanan Keluarga. Apa itu RUU Ketahanan Keluarga?
Pertama kali mendengar RUU ini, pertanyaan pertama yang terlintas di dalam pikiran saya adalah: hah?? Ngapain negara ngomongin keluarga??
Ternyata eh ternyata, setelah saya telusuri, alasannya ternyata karena negara berpendapat bahwa negara yang kuat lahir dari keluarga yang kuat, alias Strong Families make Strong Nation. Oleh karenanya, negara harus masuk ke dalam ranah keluarga untuk memastikan mereka betul-betul kuat.
Kalian tahu nggak kalau sebenarnya negara ngurusin keluarga itu bukan sebuah hal yang baru. Faktanya, sudah ada UU yang mengatur hal ini yaitu UU No.52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Dalam UU itu dijelaskan bahwa tujuan negara adalah membentuk keluarga yang berkualitas yang dapat memperbaiki segala aspek kehidupan dan pembangunan untuk membuat negara lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa lain.
Sebentar, sebentar, emang yang kayak gimana sih keluarga berkualitas yang diinginkan negara tuh?
Menurut pasal 11 ayat 10 UU itu, keluarga berkualitas itu maksudnya keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memliliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan YME.
Apakah keluarga Indonesia sudah masuk ke dalam kategori keluarga berkualitas kayak gitu?
Lhoo ya jelas belum lah. Makanya ada usulan untuk membuat RUU Ketahanan Keluarga ini. Tujuannya, selain agar bisa menjadi pedoman, RUU ini bisa mencegah kasus kekerasan dalam keluarga. RUU diharapkan bisa menjadi instrumen hukum yang memadai yang bisa menghukum pelaku kekerasan dalam keluarga tadi (hal ini sebelumnya tidak diatur dalam UU No.52 tahun 2009)
Sederhananya, ide besar dari RUU Ketahanan keluarga ini adalah: negara harus hadir dalam upaya keluarga untuk menciptakan hubungan yang harmonis.
Dari pengamatan saya, RUU Ketahanan keluarga ini masih cukup asing karena belum banyak yang membahasnya. Yang sekarang dibahas di media juga sangat parsial karena masih seputar pasal-pasal kontroversionalnya saja. Padahal tentu banyak yang pengin tahu sebenarnya apa sih isi dari RUU Ketahanan Keluarga ini.
Nah, karena saya nemu naskah akademik dan draftnya di sini, saya akan berbaik hati membaca dan merangkumkannya untuk kalian semua agar kalian tidak perlu lagi membacanya karena naskahnya sungguh ruwet, panjang-panjang, dan tidak efektif. Hadehh.
Oke mari kita mulai saja ~
Pertama, mari kita bahas kenapa RUU ini dinamakan RUU Ketahanan keluarga. Emang keluarga harus tahan dari ancaman apa sih?
Kalau kata naskah akademiknya (bukan kata saya lho ya) RUU ini dibuat untuk melindungi keluarga Indonesia dari pengaruh nilai-nilai luar yang tidak sesuai dengan nilai, norma, agama, dan Pancasila. Juga tahan dari penyakit sosial seperti narkoba, seks bebas, penyimpangan seksual, tawuran, pelacuran hingga korupsi.
Di naskah akademiknya disebutkan hal yang melatarbelakangi RUU ini adalah fakta bahwa keluarga indonesia ini sedang mengalami (((degradasi))) SDM karena pengaruh globalisasi dan perkembangan sosial ekonomi, budaya, teknologi, dan informasi yang menyebabkan pergeseran nilai luhur budaya bangsa dan tatanan keluarga. Dan (((degradasi))) SDM ini tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Hal lain yang menjadi perhatian RUU ini adalah ada 6 hal yang sekarang dianggap mengancam dan melemahkan keluarga.
6 hal tersebut di antaranya adalah bekal yang tidak memadai sebelum dan sesudah perkawinan; praktik pembagian peran dalam keluarga yang tidak setara (diserahkan hanya pada ibu/ayah); hilangnya bagian dari struktur dan/atau fungsi dalam keluarga (broken home); kurang memiliki (((keyakinan agama))) yang kuat dan pemahaman nilai-nilai moral kemanusiaan; ancaman eksternal terhadap semua keluarga (pornografi, minuman keras, narkoba, seks pranikah, penyimpangan seksual dan propagandanya; Terakhir, kemiskinan (padahal ini paling penting malah nomor.6 🙁 hiks)
Untuk menyasar 6 hal tersebut, RUU Ketahanan Keluarga ini membuat 15 Bab dan 146 pasal yang bahasannya beragam. Mulai dari hak dan kewajiban keluarga seperti hak dan kewajiban orang tua terhadap anak dan sebaliknya. Di sini diatur bahwa orang tua harus mempunyai peran, melindungi keluarganya dari bahaya pornografi, pergaulan bebas, penyalahgunaan NAPZA, tidak ketinggalan harus menaati perintah agama dan menjauhi larangan-Nya 🙂
Yang menarik dari bahasan seputar hak dan kewajiban ini adalah: Negara bahkan mencontohkan keluarga yang ideal dan patut menjadi teladan itu seperti apa 🙂 mereka juga mengatur bagaimana cara keluarga memperoleh anak, di sana disebutkan bahwa TIDAK BOLEH menjadi donor/penerima sperma dan ovum. Juga tidak boleh melakukan surogasi. Kalau terbukti melakukan itu, akan dihukum maksimal 5 tahun penjara atau denda maksimal 500 juta.
Anda belum punya keluarga? Tenang, mereka punya aturan juga untuk Anda. Kalau Anda mau menikah, Anda harus mengikuti aturan mengenai apa saja yang harus dilakukan calon pasangan sebelum menikah agar bisa berkeluarga (iya, ini serius diatur).
Ada juga aturan mengenai pemenuhan aspek ketahanan keluarga mulai dari ketahanan fisik, sosial budaya, ekonomi sosio-psikologi. Aturan ini isinya gimana keluarga harus bisa memenuhi semua aspek ketahanan itu, dan bagaimana peran negara menjamin keluarga bisa punya itu semua. Misal, ngasih bantuan ke keluarga miskin, ngasih pelatihan kewirausahaan, ngasih akses terhadap kesehatan, tempat tinggal layak huni, ngasih konseling, dst dst.
Dibahas juga perlindungan ketahanan keluarga. Ini menarik karena RUU ini menaruh perhatian terhadap anak yang orang tuanya mengalami perceraian. Juga aturan mengenai hak asuh anak untuk melindungi mereka. Juga bagaimana keluarga bersikap ketika mengalami krisis keluarga…
Krisis keluarga ini maksudnya adalah ketika keluarga menemukan anggota mereka melakukan penyimpangan. Negara mengatur supaya mereka melaporkan anggota keluarga tersebut agar bisa direhabilitasi. Penyimpangan di sini, khususnya adalah penyimpangan seksual seperti homoseksual dan BDSM yang ramai dibicarakan sekarang.
Ada juga bahasan mengenai pembentukan Lembaga ketahanan keluarga, kurikulum Pendidikan mengenai ketahanan keluarga, pelatihan dan konsultasi, serta peran masyarakat dalam tercapainya agenda ketahanan keluarga ini.
Terakhir adalah bahasan mengenai sanksi yang akan diberlakukan jika melanggar RUU Ketahanan keluarga ini. Selain sanksi mengenai jual beli sperma dan ovum, juga surogasi tadi, ada sanksi menarik yang dibahas yaitu pencabutan hak asuh terhadap orang tua yang melakukan kekejaman, kejahatan, penganiayaan, ekspolitasi, penyimpangan sosial dan penelantaran terhadap anaknya.
Secara umum, RUU Ketahanan Keluarga ini adalah RUU yang menarik (dan banyak bolongnya). Tapiiii sepertinya sebelum lanjut membahas RUU ini secara serius, kayaknya kita perlu (((menalar kembali))) peran negara dalam hubungan yang sifatnya privat seperti ini.
Yang paling penting untuk dijawab sih, benarkah kita butuh negara hadir dalam keluarga kita untuk semata-mata bisa menjadi keluarga yang harmonis dan Bahagia?
Untuk menjawabnya, masih banyak yang harus dikaji, termasuk batasan mengenai sejauh apa negara bisa mencampuri urusan privat kita. Dan apakah benar yang tertulis dalam naskah akademik RUU ini bahwa yang merusak keluarga hanyalah penyimpangan nilai? Lalu bagaimana dengan masalah struktural? Bukankah kekerasan struktural seperti pemiskinan keluarga, perebutan ruang hidup oleh pembangunan, dan diskriminasi juga berpengaruh bersar terhadap harmoni?
Hayo yang bikin kajiannya, dijawab dulu itu pertanyaan saya hhe hhe.
BACA JUGA A-Z Omnibus Law: Panduan Memahami Omnibus Law Secara Sederhana atau artikel lain soal PEKERJA.